Oleh : Aghnia Yanisari (Aktivis
BMIC Kal-Sel)
Pendidikan
adalah wadah untuk mencetak para intelektual. Perguruan tinggi diharap mampu
melahirkan mahasiswa yang unggul guna membangkitkan kehidupan bangsa. Mahasiswa
dididik untuk menjadi problem solver di
tengah-tengah masyarakat. Namun apa jadinya jika orientasi mahasiswa
hanya berfokus pada kesiapan untuk bekerja? Seperti yang diwacanakan oleh
pemerintah dalam program kampus merdeka.
Program
yang diluncurkan oleh Mendikbud yang kini sedang marak diimplementasikan oleh
perguruan tinggi. Dengan menggandeng sejumlah perusahaan global untuk
bekerjasama. 'Link and match' ini menjadi persyaratan utama dalam menjalankan
program kampus merdeka.
Semua
kebijakan yang termaktub dalam kampus merdeka seperti magang, belajar di luar
prodi, hingga pertukaran mahasiswa, mengarahkan mereka untuk memiliki bekal
siap kerja, siap memenuhi target pasar, alias berpotensi di dunia industri.
(kompas 23/04/2021).
Korporasi
berperan penting dalam kebijakan kampus, seperti halnya pembukaan prodi baru.
Kampus akan diizinkan membuka prodi baru jika telah bekerjasama dengan
korporasi. Kurikulum pun akan disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Ini artinya
negera menyerahkan tanggung jawabnya kepada korporasi untuk mengatur sistem
pendidikan. Tentu ini akan berakibat fatal pada perguruan tinggi. Mahasiswa
hanya akan dicetak menjadi buruh industri. Makna dari tri darma perguruan
tinggi pun telah bergeser. Dari yang awalnya mengabdi kepada masyarakat,
beralih menjadi pengabdian kepada korporasi.
Selama
ini sistem pendidikan sudah banyak mengalami problematika yang berkepanjangan
akibat diterapkannya Kapitalisme sebagai ideologi negara. Kebijakan yang
dikeluarkan hanya berorientasi kepada materi untuk para pemilik modal. Dengan
adanya program kampus merdeka, bukannya menyelesaikan masalah, justru hanya
akan menambah masalah. Tidak ada lagi mahasiswa yang memiliki pemikiran
cemerlang untuk memimpin peradaban, yang ada hanya ambisi untuk mengejar dunia
pasar.
Pemikiran
mahasiswa akan semakin tumpul karena dipenuhi dengan sikap individualisme,
berjuang untuk bisa bersaing di industri. Kecerdasannya tidak lagi digunakan
untuk menyelesaikan masalah umat. Intelektualnya tergadaikan demi menjadi
pencetak uang bagi para kapital. Suara mahasiswa akan semakin sunyi di jalanan,
tingkat 'melek' politiknya akan semakin redup, karena hanya berfokus pada
kesibukan menjadi tukang. Akibatnya kezaliman penguasa kian merajalela.
Berharap
SDM unggul di sistem saat ini ibarat jauh panggang dari api. Kapitalis-sekuler
yang menjadi asas sistem pendidikan telah menyebabkan rusaknya peran
intelektual. Niatan mulia untuk mewujudkan SDM unggul tidak bisa ditempuh
dengan mempertahankan sistem gagal ini, namun harus dilakukan perubahan sistem
menyeluruh, perubahan ideologi. Dari ideologi kapitalisme yang rusak, menuju
pada ideologi shahih, yakni Islam.
Peradaban
Islam pernah menjadi magnet ilmu pengetahuan yang menarik para pembelajar dari
seluruh dunia, termasuk dari Eropa. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
Cordoba dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Tingkat literasi yang tinggi
tercermin dari volume kunjungan ke perpustakaan yang mencapai 400.000
kunjungan, sementara volume pengunjung perpustakaan besar di Eropa jarang mencapai
angka seribu.
Pendidikan
Islam memiliki tujuan membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam;
(2) Menguasai pemikiran Islam dengan andal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan
(ilmu, pengetahuan, dan teknologi/IPTEK); (4) Memiliki keterampilan yang tepat
guna dan berdaya guna. Kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga
komponen materi pendidikan utama, yaitu: (1) pembentukan kepribadian Islami;
(2) penguasaan tsaqâfah Islam; (3) penguasaan ilmu kehidupan (IPTEK,
keahlian, dan keterampilan).
Dalam
Islam, negara wajib mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem
pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya terkait kurikulum, tetapi juga upaya
agar pendidikan diperoleh rakyat secara mudah. Negara bertanggung jawab
mewujudkan kemajuan sarana pendidikan untuk mencerdaskan umat.
Maka
sudah seharusnya Islam-lah menjadi satu-satunya sistem yang diterapkan.
Mahasiswa memiliki peran besar dalam mengembalikan kejayaan Islam, guna
mengembalikan tujuan pendidikan. Mahasiswa tidak boleh terpengaruh dengan iming-iming
ilusi dari sistem gagal hari ini. Mahasiswa harus bisa menjadi intelektual yang
dibanggakan umat, yakni membawa pada kebangkitan hakiki.[]