Penulis : Dinda Kusuma W T
(Aktivis Muslimah Jember)
Globalisasi ternyata telah berdampak besar bagi kehidupan manusia. Dampak positif yang bisa kita rasakan misalnya berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun dampak negatifnya pun tak sedikit dan memberikan tantangan tersendiri bagi masyarakat, seperti pola hidup konsumtif, sikap individualistik, gaya hidup liberal dan kebarat-baratan serta kesenjangan sosial. Kemunduran moral dan mulai terhapusnya nilai-nilai agama juga merupakan masalah yang cukup besar terutama bagi orang tua. Banyak orang tua bingung bagaimana cara mendidik anak agar selamat dalam pergaulan ditengah modernisasi yang tak terbendung. Baru-baru ini, seorang artis publik figur, dalam kapasitasnya sebagai orang tua, mengeluarkan pernyataan yang sangat "nyeleneh". Dia menyebutkan sangat jarang bagi anak yang beranjak remaja tidak terekspos film ataupun konten porno. Oleh sebab itu, dia punya cara sendiri dalam mendidik anak-anaknya. Dia memilih untuk mendampingi anak-anaknya layaknya seorang teman, termasuk menemani mereka menonton konten porno. Dia berharap hal tersebut membuat anak-anaknya lebih terbuka kepada dirinya.
Miris, itulah salah satu kata yang tepat untuk menanggapi pernyataan artis tersebut, yang pastinya menuai kontroversi. Untung saja, masih banyak pihak berpikir waras dan tidak menelan mentah-mentah pernyataan itu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai film porno buruk bagi anak-anak. "Konten porno itu konten berbahaya. Dampak negatifnya serius bagi tumbuh kembang anak," kata Ketua KPAI, Susanto. Susanto menilai konten porno tak boleh ditonton oleh anak-anak meski diawasi atau ditemani. Menurutnya, konten porno tetap memiliki dampak buruk. "Maka, konten porno tak boleh dilihat anak. Meski ditemani, menonton konten porno tak dibenarkan," ucapnya (detiknews.com, 26/06/2021).
Liberalisme tampaknya telah benar-benar merasuki bangsa Indonesia. Bagaimana mengubah pola pikir masayarakat Indonesia yang ketimuran menjadi sangat liberal seharusnya bukanlah hal yang mudah. Bisa kita bayangkan, apabila perilaku menemani anak menonton konten porno ini kemudian menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. Entah bagaimana besarnya kerusakan moral yang terjadi pada generasi penerus bangsa ini. Banyaknya remaja yang diracuni oleh pornografi sudah merupakan persoalan besar, apalagi bila perilaku ini justru ditemani, dengan kata lain didukung oleh orang tua, tentu merupakan persoalan yang lebih besar lagi. Inilah akibatnya apabila globalisasi dan kemajuan iptek tidak ditamengi dengan pengetahuan agama, khususnya akidah islam.
Selaras dengan pemikiran manusia yang bijaksana, islam sangat menentang pornografi. Tidak hanya itu, islam juga menentang pergaulan bebas, penyimpangan seksual seperti LGBT, dan semua perilaku yang mengarahkan manusia kepada perilaku hewani. Islam dan segala peraturannya sangat memuliakan manusia. Menghadapi liberalisasi seperti sekarang, manusia sebenarnya tidak akan terjerumus pada perilaku hewani seandainya tetap berpegang teguh pada syariat islam. Cara mendidik anak yang baik dan benar pun sangat lengkap dalam islam.
Dalam islam, seseorang yang bisa dijadikan teladan dalam mendidik anak adalah seorang sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib ra. Menurut Ali bin Abi Thalib, mendidik anak bisa dibagi menjadi tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah ketika anak berusia 0-7 tahun, maka perlakukan mereka seperti raja. Maksudnya adalah dengan melayaninya dengan sepenuh hati dan tulus. Tidak menggunakan amarah apalagi kekerasan. Tahap kedua yaitu usia 7-14 tahun, hendaknya anak diperlukan ibarat seorang tawanan. Maksud tawanan bukanlah hal yang negatif, namun lebih kepada proporsionalnya terdapat aturan dan larangan. Tidak semua bebas untuk dilakukan oleh anak pada usia ini. Pada tahap inilah anak diajarkan terkait mengerjakan sholat 5 waktu, hingga bagaimana pergaulan terhadap lawan jenis dan batasan-batasannya sesuai syariat. Terakhir, usia 15-21 tahun, hendaknya kita memperlakukan anak layaknya seorang sahabat. Dalam usia ini anak akan mulai banyak menghadapi masalah, yang mana kebanyakan dari anak akan lari ke sahabat untuk bercerita. Maka sebisa mungkin orang tua mulai memposisikan diri sebagai sahabat yang dapat dipercaya untuk semua cerita anak.
Bila kita tilik lagi kebelakang tentang pernyataan artis Yuni Shara yang berusaha memposisikan dirinya sebagai sahabat bagi anaknya, tentu ada benarnya. Namun, menjadi sahabat bukan berarti membiarkan atau malah menemani mereka melakukan kemaksiatan. Tindakan demikian sama saja menarik anak menuju jurang kehancuran. Hampir semua kasus pemerkosaan dan penyimpangan seksual yang terjadi di Indonesia atau bahkan di dunia, disebabkan efek paparan konten porno pada pelaku. Cara mendidik anak yang sangat keliru ini bisa merusak generasi muda dan pada akhirnya merusak bangsa dan negara. Globalisasi pada akhirnya bukan hanya meracuni para pemuda, tapi juga meracuni para orang tua muslim. Apabila keadaan buruk ini tidak segera kita sadari, bisa jadi generasi muda kita telah hancur sebelum kita sempat melakukan apa-apa.
Menyelamatkan bangsa ini harus dengan cara yang radikal, maksudnya bukan menggunakan kekerasan, tapi mengganti total sistem kapitalis sekuler yang melahirkan liberalisme, menjadi sistem islam yang rahmatan lil alamin. Tidak ada solusi yang lebih tepat selain kembali kepada kesempurnaan syariat islam. Seandainya syariat islam ditegakkan, maka orang tua tidak perlu terlalu khawatir dalam mendidik anak-anak seperti sekarang. Orang tua tidak perlu khawatir bahwa anak akan terpapar pornografi, karena dalam islam, negara pasti akan melarang tegas masuknya konten porno. Tidak perlu khawatir akan pergaulan bebas, karena regulasi negara akan menjamin laki-laki dan perempuan berinteraksi sesuai syariat. Dan masih banyak kebaikan-kebaikan lainnya yang ada pada islam. Menerapkan syariat-syariat islam akan menyelamatkan bangsa sebagaimana yang diinginkan oleh para pendahulu pendiri negeri tercinta ini.