Oleh : Alin FM
Praktisi multimedia dan penulis
Sungguh menyedihkan!. Di tengah suasana panik dan duka akibat pandemi Covid-19, kepiluan masyarakat masih harus bertambah. Kabar habisnya oksigen di sejumlah rumah sakit akhir pekan lalu benar-benar menyesakkan dada. Menambah panjang deret luka warga di tengah pandemi.
Warga antre untuk mengisi ulang tabung oksigen di Jalan Swadarma Raya, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Minggu (4/7/2021). Lonjakan kasus Covid-19 beberapa hari terakhir ini membuat kebutuhan oksigen melambung tinggi hingga membuat sejumlah tempat pengisian oksigen kehabisan stok. (kompas.co.id, 4/7/2021)
Hingga Minggu (4/7/2021) tercatat 63 orang pasien meninggal dunia di RSUP dr. Sardjito. Kematian puluhan pasien disinyalir terjadi karena kurangnya pasokan oksigen ke rumah sakit rujukan utama pasien Covid-19 di DIY itu (nasional.tempo.co, 4/7/2021). Tragisnya lagi, masih dari sumber yang sama, puluhan pasien meninggal tersebut belum dapat dimakamkan karena masih menunggu antrean pengolahan data jenazah yang menumpuk di bagian forensik rumah sakit.
Kabar kurangnya stok oksigen di rumah sakit tidak hanya datang dari RSUP dr. Sardjito, tetapi dari sejumlah rumah sakit di daerah lainnya. Sejumlah rumah sakit di Bandung misalnya juga mengalami hal yang sama. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani Raksanagara mengungkapkan bahwa ada dua rumah sakit yang menutup sementara pelayanan IGD bagi pasien Covid-19. Hal ini disebabkan minimnya pasokan oksigen ke dua rumah sakit tersebut (republika.id, 3/7/2021).
Masyarakat tentu sangat menyayangkan adanya kejadian ini. Di tengah situasi panik menghadapi pandemi, semestinya pemerintah fokus pada penyediaan sarana vital di fasilitas-fasilitas kesehatan agar situasi tak menjadi semakin runyam. Namun, realitanya masyarakat masih harus menelan pil pahit penanganan pandemi yang seolah setengah hati. Kekurangn pasokan oksigen makin menambah panjang daftar korban pasien Covid-19 yang meninggal dunia. Saat ini kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai angka 2,26 juta jiwa terinfeksi dengan korban meninggal dunia mencapai 60.027 jiwa.
Padahal sebelumnya, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin meyakinkan bahwa stok oksigen dalam posisi aman. Menkes menjelaskan bahwa penyalur oksigen di Indonesia telah menyampaikan komitmen untuk mengalihkan kapasitas oksigen industri ke oksigen medis. Meski demikian, Menkes mengakui bahwa ada kendala terkait masalah oksigen untuk pasien di rumah sakit yakni pada pendistribusian. Menkes juga menjelaskan bahwa berkurangnya pasokan oksigen disebabkan berhentinya produksi pabrik karena aliran listrik yang terganggu (detikhealth, 25/6/2021).
Komersialisasi Industri Kesehatan Awal Kerusakan
Indonesia kini mengalami kelangkaan tabung oksigen di tengah lonjakan kasus Covid-19 akibat munculnya varian delta virus corona di Tanah Air. Kebutuhan tabung oksigen meningkat seiring dengan semakin banyaknya pasien Covid-19 yang membutuhkannya.
Direktur Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Fridy Juwono mengakui terjadi kelangkaan tabung gas di beberapa pasar di wilayah Jakarta. ( kompas.com, 7/7/2021)
Kepala Kantor KPPU Wilayah IV Surabaya, Dendy Rakhmad Sutrisno menyebutkan, masyarakat Jatim saat ini sulit memperoleh tabung gas oksigen dengan harga normal, dan rata-rata dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET). Keluhan Warga Surabaya atas Mahalnya Tabung Oksigen, Melonjak hingga 5,6 Juta (liputan6.com, 13/7/2021)
Kelangkaan pasokan oksigen di tengah situasi pandemi tak terlepas dari sistem kesehatan yang ada. Kerumitan persoalan penyediaan sarana prasarana kesehatan merupakan buah dari diterapkannya komersialisasi industri kesehatan di negeri ini. Penyerahan penyediaan sarana kesehatan kepada swasta telah membuat kesehatan menjadi komoditi bisnis yang tentu saja berorientasi keuntungan. Pelayanan kesehatan berorientasi pada terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat untuk memperoleh kesehatan hanya tertulis di atas kertas.
Tertulis dalam pasal 28H UUD 1945 ayat 1 ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Namun, tampaknya masyarakat masih bermimpi saja untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
Kekacauan pendistribusian oksigen medis termasuk pengaturan komposisi penggunaan oksigen medis dan industri menunjukkan lemahnya peran pemerintah dalam sistem kesehatan. Di dalam sistem Kapitalisme memang segala sesuatu bisa dijadikan komoditas komersial untuk meraih keuntungan dan manfaat. Peran dan fungsi pemerintah hanyalah regulator namun pemilik modal dan para kapitalis lah yang memegang kendali. Mengendalikan semuanya baik dari produksi dan distribusi dikuasai koorporasi. Kebijakan dibuat untuk menguntungkan para pemilik modal dan para kapitalis.
Walhasil, pemerintah seolah berada di posisi yang tak berdaya dan tak bisa berbuat banyak saat sejumlah persoalan terjadi di lapangan. Pemerintah perlu berkompromi dengan koorporasi terlebih dahulu untuk dapat menyelesaikan masalah. Meminta bantuan para pelaku usaha agar pengadaan barang dan sisi distribusi menjadi optimal. Pastilah ini akan mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha agar tetap bisa terfasilitasi meraih keuntungan walhasil komersialisasi semua sektor termasuk sektor kesehatan tidak dapat di cegah. Pada akhirnya, nasib rakyatlah yang dipertaruhkan. Tak heran jika kini banyak korban jiwa melayang dalam kasus pasokan oksigen yang tidak stabil.
Di saat yang sama, liberalisasi ekonomi telah turut menambah keruwetan situasi. Penyerahan aset-aset penting negara berupa sumber daya alam yang melimpah kepada swasta bahkan asing telah membuat negeri ini kehilangan kemampuan untuk membiayai kebutuhan rakyatnya termasuk kesehatan. Masyarakat harus menanggung sendiri semua biaya kesehatan yang dibutuhkan termasuk pasokan oksigen. Padahal di waktu bersamaan, kualitas layanan kesehatan yang ada masih sangat minimalis. Maka wajar saat terjadi pandemi terlihat kekacauan yang kian terbendung.
Sistem Kesehatan Ideal
Kesehatan sejatinya adalah kebutuhan dasar masyarakat. Sudah seharusnya pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat menjadi prioritas bagi setiap pemerintahan. Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang wajib disediakan secara sempurna oleh penguasa. Pemerintah dipandang sebagai pemain utama dalam penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Oleh sebab itu, dalam pandangan Islam industri kesehatan mestilah dikelola secara langsung oleh pemerintah. Sarana dan fasilitas vital dalam bidang kesehatan harus dikuasai oleh negara, tidak diserahkan pada pihak swasta apalagi asing.
Hal ini sejalan dengan perintah Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang berbunyi, “Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan pentingnya posisi penguasa dalam memelihara urusan-urusan rakyat termasuk masalah kesehatan. Oleh sebab itu, sarana kesehatan seperti oksigen, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis merupakan bagian dari tanggung jawab penguasa untuk menyediakannya. Penguasa wajib menjamin terpenuhinya hak kesehatan setiap orang tanpa memandang status ekonominya. Layanan kesehatan diberikan secara merata baik kepada orang miskin maupun orang kaya.
Rasulullah SAW sebagai pemimpin di Madinah ketika itu telah melaksanakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat Madinah. Nabi pernah mendatangkan seorang dokter untuk mengobati Ubay. Bahkan ketika mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis, Rasul menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah pernah memberikan air susu secara gratis sampai sembuh bagi serombongan orang dari Kabilah Urainah yang sakit di Madinah. Mereka juga diberikan tempat tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal (HR Bukhari dan Muslim). Tindakan Rasulullah ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan bagi masyarakat adalah tanggung jawab penguasa untuk menjamin keterpenuhannya.
Sistem kesehatan ala Rasulullah ditopang pula oleh sistem ekonomi yang mumpuni. Rasul menetapkan bahwa kepemilikan bukanlah semata-mata menjadi hak individu. Kepemilikan dalam Islam terkategori menjadi tiga yaitu kepemilikan umum, kepemilikan negara, serta kepemilikan individu. Sumber daya alam potensial yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan hidup rakyat misalnya, dipandang sebagai kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau swasta. Dari prinsip inilah, biaya sarana prasana dan fasilitas kesehatan dapat terpenuhi. Semua itu menjadi tanggung jawab negara untuk mengelolanya.
Maka untuk mendapatkan solusi masalah kesehatan sekarang ini tidak dapat tidak mestilah mengembalikan peran pemerintah pada posisi yang sebenarnya yaitu sebagai penanggung jawab penuh hak-hak kesehatan masyarakat. Tanggung jawab yang selama ini diserahkan kepada swasta mesti harus diambil kembali oleh pemerintah. Prinsip bahwa penguasa adalah pelayan bagi masyarakat harus benar-benar dipegang teguh.
Telah nyata contoh yang diberikan teladan terbaik Rasulullah SAW dan beliau telah sukses memberikan pelayanan kesehatan terbaik kala itu. Hanya dengan cara inilah hak-hak kesehatan dapat diterima oleh masyarakat dan dengan cara ini pula pandemi yang sudah bertahun-tahun menghantui bisa segera diakhiri. Dengan begitu tak terdengar lagi kabar pilu pasien meninggal dunia karena ketiadaan sarana kesehatan.
Wallahu a’lam bishowab
Tags
Opini