Oleh Cahaya Septi
Penulis dan Aktivis Dakwah
Saat ini ketidakadilan alias kezaliman makin nyata terasa. Terjadi di mana-mana. Terjadi hampir dalam semua perkara. Dari mulai ketidakadilan/kezaliman di bidang ekonomi hingga ketidakadilan/kezaliman di bidang hukum.
Di bidang ekonomi, misalnya, selama ini sebagian besar sumberdaya alam milik rakyat dikuasai oleh segelintir orang. Terutama asing dan aseng. Tentu karena dilegalkan oleh undang-undang yang dibuat oleh rezim berkuasa. Sebaliknya, sebagian besar rakyat hanya menikmati remah kecilnya sebagai sisa.
Yang paling kasat mata adalah ketidakadilan atau kezaliman di bidang hukum. Di dalam sistem sekular yang menerapkan hukum-hukum buatan manusia, termasuk di negeri ini, keadilan hukum menjadi semacam barang mewah. Sulit dirasakan oleh rakyat kecil dan lemah. Keadilan hukum seolah hanya milik para pejabat dan mereka yang punya duit.
Di negeri ini rakyat kecil yang mencuri benda senilai beberapa rupiah saja bisa dijerat hukuman berat. Sebaliknya, para pejabat yang punya kuasa atau mereka yang punya duit, meski mengkorupsi miliaran hingga triliunan uang rakyat, bisa bebas melenggang dari jeratan hukuman.
Ketidakadilan atau kezalman adalah dosa besar. Kezaliman adalah musuh agama dan musuh umat. Bahkan Allah Swt. telah mengharamkan kezaliman bagi Diri-Nya. Karena itu Allah pun mengharamkan kezaliman antar sesama hamba-Nya. Di dalam hadis qudsi Allah Swt. berfirman:
“Wahai hamba-hamba-Ku! Sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku. Aku pun telah mengharamkan kezaliman itu di antara kalian. Karena itu janganlah kalian saling menzalimi.“ (HR Muslim)
Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma’alim at-Tanzil, mengutip Ikrimah, menjelaskan maksud ayat tersebut, “Siapa saja yang tidak memutuskan hukum menurut wahyu yang telah Allah turunkan karena mengingkarinya maka dia sungguh telah kafir. Siapa saja yang mengakui hukum Allah, namun tidak menjalankannya, maka dia zalim dan fasik.”
Kezaliman akibat mencampakkan hukum Allah telah menimbulkan ragam kezaliman yang lain kepada sesama manusia. Pengambilalihan sumberdaya alam milik umum, misalnya tambang migas, hutan, jalan tol, dll yang seharusnya menjadi milik umum menjadi milik swasta/asing merupakan salah satu kezaliman yang menimpa umat. Ini adalah akibat hukum-hukum Islam tentang kepemilikan tidak diterapkan.
Ketidakadilan atau kezaliman semacam ini pasti membawa kehancuran. Demikian sabda Rasulullah saw. Sebagaimana dituturkan Aisyah ra., pernah orang-orang Quraisy membicarakan perkara seorang perempuan dari suku Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang bisa menegosiasikan hal ini kepada Rasulullah saw.?” Mereka berkata, “Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain dari Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah.” Lalu Usamah berbicara kepada Rasulullah saw. Beliau kemudian bersabda, “Apakah engkau meminta keringanan dalam pelaksanaan had (hukum) di antara hukum-hukum Allah?” Beliau lalu berdiri dan berkhutbah seraya berkata:
“Sungguh telah binasa orang-orang sebelum kalian. Pasalnya, jika di tengah-tengah mereka ada orang terkemuka mencuri, mereka biarkan (tidak dihukum). Sebaliknya, jika di tengah-tengah mereka ada orang lemah mencuri, mereka tegakkan (hukum) atas dirinya. Demi Allah, andai Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR al-Bukhari)
Keadilan hanya mungkin terjadi saat Islam ditegakkan. Islam hanya mungkin bisa tegak dengan kekuasaan. Karena itu, dalam Islam kekuasaan tentu amat penting. Tidak lain untuk menegakkan Islam. Berikutnya demi menegakkan keadilan sekaligus menolak kezaliman.
"Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80)
Imam Ibnu Katsir, saat menjelaskan frasa “waj’allii min ladunka sulthan[an] nashir” dalam ayat di atas, dengan mengutip Qatadah, menyatakan, “Dalam ayat ini jelas Rasulullah saw. menyadari bahwa tidak ada kemampuan bagi beliau untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menolong, yakni untuk menerapkan Kitabullah, memberlakukan hudud Allah, melaksanakan ragam kewajiban dari Allah dan menegakkan agama Allah.” (Tafsîr Ibn Katsîr, 5/111).
Imam al-Ghazali juga menjelaskan:
“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, seperti dua saudara yang lahir dari satu perut yang sama.” (Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbûk fî Nashîhah al-Mulk, 1/19)
Apa yang dinyatakan oleh Imam al-Ghazali setidaknya menegaskan apa yang pernah dinyatakan sebelumnya oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz di dalam surat yang beliau tujukan kepada salah seorang ‘amil-nya. Di dalam surat tersebut antara lain beliau mengungkapkan:
“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Tidak cukup salah satunya tanpa didukung oleh yang lain.” (Abdul Hayyi al-Kattani, Tarâtib al-Idâriyah [Nizham al-Hukûmah an-Nabawiyyah], 1/395)
Maka dari itu, kita sebagai umat muslim harus senantiasa menjaga ketaatan terhadap hukum-hukum Allah Swt., sehingga tidak ada kezaliman dimanapun. Hal yang terpenting saat ini adalah terus berjuang mengembalikan syariat kafah dalam kehidupan umat melalui upaya penegakan al-Khilafah. Karena hanya dengan cara inilah akan tercipta keadilan di tengah-tengah manusia.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab.
(Sumber: Buletin Kafah)
Tags
Opini