Kebijakan Atasi Pandemi, Haruskah Syaria’t Islam Dikebiri?




Oleh : Ummu Hanif, Pengamat Sosial dan Keluarga

Pandemi gelombang dua, sudah tak terelakan lagi. Jumlah kasus meningkat secara drastis. Sistem kesehatan indonesia semakin kritis. Sarana dan prasarana kesehatan serta obat – obatan terkendala di beberapa daerah, tegana medis banyak yang terinfeksi sehingga pertahanan semakin melemah. Menghadapi kondisi ini,pemerintah menetapkan pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di sejumlah kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Dan seperti diketahui, sebagai tindak lanjut atas kebijakan (PPKM) Darurat ini, Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 17/2021, yang memicu kontroversi.

SE ini berisi tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah selama PPKM Darurat berlaku, yakni sejak 3—20 Juli 2021. Juga mengatur soal penyelenggaraan Malam Takbiran, Salat Iduladha dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H/2021 M di wilayah yang diberlakukan PPKM Darurat.
Maka, atas dasar Surat Edaran inilah kaum muslim kembali “terlarang” melakukan sebagian dari syiar-syiar Islam. Seperti menyelenggarakan salat berjemaah, termasuk salat Jumat, takbiran, dan salat Iduladha. Bahkan, penyelenggaraan kurban pun tampaknya akan mengalami pengetatan.

Kontroversi terjadi karena selama ini masyarakat masih melihat kentalnya conflict of interest di level pemangku kebijakan. Sehingga, kebijakan terkait pandemi sering bertabrakan dengan kebijakan lain yang diterapkan. Sebagai contoh, sebelumnya pemerintah sempat menetapkan pembatasan aktivitas ibadah dan menutup rumah ibadah. Namun di saat sama, tempat publik lain seperti pasar, mal, tempat makan, dan wisata justru dibiarkan tetap buka.

Begitu pun pemerintah beberapa kali melakukan pengetatan aktivitas masyarakat di dalam negeri. Ada larangan mudik, sekolah daring, dan lain-lain. Namun di saat bersamaan, pemerintah malah membiarkan pintu bandara internasional terbuka lebar bagi masuknya warga negara asing, bahkan di saat PPKM darurat sudah diberlakukan.

Maka, umat seharusnya menyadari, saat ini mereka betul-betul butuh perubahan mendasar. Yakni melakukan koreksi fundamental atas asas pengaturan kehidupan mereka. Dari yang berbasis akal pikiran atau kemanfaatan, menjadi pengaturan hidup yang berbasis akidah dan aturan Islam. Aturan ini tak hanya berbicara aspek paradigmatis, tetapi memberi paduan praktis dan konstruktif. Hingga berbagai problem kehidupan manusia dari A sampai Z-nya akan mampu diselesaikan dengan ujung yang membahagiakan.
Termasuk saat manusia diuji dengan wabah. Islam memberi tuntunan terbaik bagaimana menghadapinya, baik di level individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara.

Dengan sistem ekonomi Islam dan keuangannya yang kokoh dan tersentral,  sistem pendidikan dan informasi yang membangun dan mencerdaskan, juga ditopang dengan sistem administrasi yang memudahkan, serta sistem hukum lain yang menguatkan, semua problem wabah bisa di-cover dengan baik dan sangat cepat. Bahkan saat negara harus mengambil kebijakan darurat, masyarakat tak akan seperti sekarat, apalagi hingga tercegah dari ibadah. 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak