Keberpihakan Penguasa pada Pengusaha




Oleh : Intan

Pandemi covid-19 yang belum juga mereda dan terus meningkat yang telah membuat perekonomian masyarakat menurun. Daya beli masyarakat turun drastis sebagai efek dari pandemi global. Namun, dengan alasan demi meningkatkan pendapatan negara, pemerintah menerbitkan PP tentang KEK pariwisata Lido.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan MNC Lido City di Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan itu didirikan PT MNC Land Lido, anak usaha PT MNC Land Tbk milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo. Resminya penetapan KEK MNC Lido City ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2021 pada 16 Juni 2021. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengonfirmasi penerbitan PP tersebut, meski belum diunggah ke situs kementerian. "Betul (PP sudah terbit)," ungkap Wahyu kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/6).

Dengan terbitnya PP tentang KEK Pariwisata Lido tersebut, seluruh investor dan pelaku usaha di dalam KEK MNC Lido City dapat menikmati insentif yang melekat pada Kawasan Ekonomi Khusus.

"Yaitu insentif pajak berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), PPh Badan, cukai, dan bea masuk impor, serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu lintas barang," kata Manajemen MNC dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/6/2021).JAKARTA, KOMPAS.com

Namun dengan demikian peraturan yang dibuat pemerintah dibuat bukan semata-mata untuk rakyat, tapi demi kepentingan pengusaha. Pandemi covid-19 ini telah mengungkapkan semua kebobrokan sistem kapitalisme yang ada, membuatnya terpampang dengan jelas di hadapan seluruh rakyat. Kontradiksi antara profit versus nyawa manusia terpapar jelas dan membuat geram rakyat akan kedzaliman sistem kapitalisme ini.

Berbeda hal nya dengan sistem Islam, dalam Islam harta ialah hal yang sangat dilindungi, dan tidak boleh diambil siapapun tanpa hak. Meskipun tujuan pajak itu baik, tapi pemerintah tetap tidak boleh mengambil pajak dari rakyat, kecuali jika rakyat membayar secara ikhlas dan sukarela. Jika rakyat tidak ikhlas, maka status pemungut pajak adalah perampok/perampas harta. Dengan catatan, pajak hanya ditarik pada kalangan muslim yang kaya saja.

Meskipun pajak diperbolehkan oleh ulama, pelaksanaannya harus sesuai dengan rambu-rambu syariah. Jika tidak, pajak akan keluar dari jalurnya sebagai alat pemenuhan kebutuhan negara dan masyarakat menjadi alat penindasan dari penguasa kepada rakyat. Taqiyuddin an-Nabhani memandang bahwa pajak  tersebut bisa dilakukan oleh negara, kalau negara dalam keadaan darurat saja bukan sebagai pendapatan utama. (An-Nabhani: 2000; 263). (info@iainkediri.ac.id)

Jadi jelas sistem kapitalisme dengan sistem Islam sangatlah jauh berbeda. Dalam Islam  dibolehkannya  pajak hanyalah semata-mata hanya untuk kemaslahatan umat saja, selain itu, tidak ada alasan untuk menarik pajak. Berbeda sekali dengan sistem kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai tulang punggung anggaran negara. Ini menyebabkan negara memutar otak untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar-besarnya dari rakyat. Akibatnya, rakyat yang sudah sulit bertahan hidup di sistem ini dibuat semakin tercekik dengan berbagai aturan baru mengenai perpajakan.

Sudah saatnya rakyat sadar dengan kezaliman ini. Hak-hak rakyat tidak tertunaikan dengan sepenuhnya. Sebaliknya, kewajiban rakyat semakin berat. Semestinya rakyat bersatu untuk mengakhiri segala bentuk kezaliman kapitalis dan memulai lembaran baru dengan Islam rahmatan lil ‘alamiin sebagai pangkal semua problematika yang terjadi.

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak