Kasus Pinangki, Bukti Hukum Sudah Mati?




Oleh : Santika

Vonis tersangka Pinangki Sirna Malasari menjadi sorotan publik, khususnya Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta setelah menyunat hukuman tersangka Pinangki yang terjerat kasus pidana korupsi, dari hukuman 10 tahun penjara menjadi hanya 4 tahun penjara. 

Pinangki disebut jaksa terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA. Pinangki juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan subsider dan dakwaan kedua tentang TPPU, dan dakwaan ketiga subsider," kata jaksa Yanuar Utomo saat membacakan amar tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021).

Pinangki dinyatakan melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor. Selain itu, Pinangki melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.

Hakim memutuskan menghukum Pinangki 10 tahun penjara. Pinangki dinyatakan terbukti bersalah menerima suap USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) dan melakukan TPPU serta permufakatan jahat. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

"Menjatuhkan hukuman pidana hukum kepada terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila tidak tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ucap hakim Eko. (Tim detikcom - detikNews
Minggu, 20 Jun 2021 10:20 WIB.)

Hukuman yang diputuskan kepada terdakwa Pinangki pada awalnya, 10 tahun penjara yang telah disetujui Jaksa dan Hakim. Tetapi dalam kasus ini tersorot awak media yang membuat masyarakat geram karena hasil akhir dari permohonan banding Pinangki Sirna Malasari yang dikemukakan Pengadilan Tinggi Jakarta bahwa Hukuman yang diberikan, di Sunat Menjadi 4 Tahun penjara.

Pemotongan hukuman yang diberikan beralasan 
"Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Bahwa Terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil," ujar ketua majelis Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik. (Andi Saputra - detikNews. Minggu, 20 Jun 2021 09:08 WIB)

Putusan akhir ini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Pertanyaannya apakah ada keadilan dalam putusan akhir yang diberikan kepada Pinangki? Jika dikaitkan dengan kasus nenek mencuri singkong beberapa tahun lalu contohnya. 

Yaa benar, jawabannya adalah tidak. Itu semua membuktikan bahwa memang tidak ada pengharapan yang bisa diharapkan dari hukum hukum buatan manusia, yang hanya mementingkan kepentingan pihak pihak lain, yang tidak memecahkan problematika dengan benar, sesuai fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan hati. Keadilan hanya bisa diberikan oleh sang pencipta. Allah telah menciptakan hukum dan aturannya dalam Islam untuk kehidupan manusia. Semua sudah Allah berikan secara komplite mengenai persoalan besar maupun yang kecil. Subhanallah

Dalam hukum pidana islam hukuman yang diputuskan atas kasus tindak pidana korupsi itu sesuai dengan tingkatan korupsi yang dilakukan, diantara hukuman yang diberikan adalah hukuman penjara, denda, masuk dalam daftar orang tercela, pemecatan, hukum potong tangan bahkan bisa sampai hukuman mati. Melalui ijtihad hakim, untuk menentukan kejahatan yang telah dilakukan itu apakah termasuk dalam kategori hudud atau bukan. Selain dari kejahatan yang dilakukan, hakim juga harus melihat tujuan agama atas putusan hukuman itu, dan tidak boleh mengacuhkan nilai sosial atau prinsip, dan putusan yang diberikan itu sesuai bukti yang ada, dan juga harus menghadirkan saksi atas tindakannya.

Tetapi sistem saat ini tidak menerapkan aturan itu, tidak menerapkan aturan yang sesuai dengan syariatnya,  Kapitalisme hanya mementingkan kemanfaatan yang di peroleh, tidak memikirkan apakah sesuai dengan syariat atau tidak, pada pemikirannya hanya tentang untung dan rugi, dan agama hanya sebatas individu, tidak bisa masuk dan ikut campur masalah kehidupan.

Sudah sepatutnya kita sebagai muslim turut ikut berusaha berjuang untuk menegakan dan kembali kepada aturan Islam, aturan yang Allah turunkan, yang sudah jelas dan pasti akan menghantarkan kita pada kebangkitan manusia, dan hanya Islam lah satu satunya ideologi yang Allah ridho'i, ideologi yang benar, berdasarkan akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Sudah terbukti bahwa islam pernah memimpin sepertiga dunia, dan itu membuktikan hanya dengan ditegakannya Islam secara kaffah, semua akan merasakan kegelimangan bagi umat manusia. 

Wallahu a'lam bishawad

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak