Oleh Nur Farihatullaili
Duka masih menyelimuti masyarakat negeri ini bahkan saat hari Raya Idul Adha. hari dimana seharusnya kaum muslimin bersuka cita dan berbagi bersama dengan sesamanya. Bagaimana tidak, disela gema takbir yang bersautan, kerap kali terdengar pengumuman berita duka yang juga tersiar dari masjid yang sama. Ada yang terdengar seminggu sekali, sehari sekali, bahkan ada yang beberapa kali dalam sehari.
Walau tak semuanya terenggut karena pandemi, namun tak dipungkiri kebanyakan dari mereka yang meninggal adalah dampak dari adanya virus covid-19 ini. Sejak sebulan terakhir jumlah yang meninggal dunia di rumah saat isolasi mandiri pun juga tidak sedikit, yaitu sebanyak 675 orang. Beberapa di antaranya menerima penolakan dari rumah sakit lantaran pasien yang ditangani rumah sakit pun tidak sedikit (detiknews.com/18/07/21).
Tak hanya itu para tenaga medis yang berjuang di garis depan pun tak luput menjadi korban. Pada detiknews.com, LaporCovid-19 dalam konferensi pers virtualnya juga melaporkan bahwa ada 206 orang nakes meninggal dunia sejak bulan juni lalu. Banyak masyarakat yang berduka, lantaran kehilangan saudara, suami, istri, orang tua, bahkan mungkin juga anaknya akibat pandemi ini. Tak sedikit pula yang merasakan dampaknya baik secara ekonomi, fisik, maupun mental.
Namun rakyat yang sedang berduka ini, semakin sulit menghadapi kondisi karena tak adanya pengurusan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Bukan karena tak adanya penanganan untuk mengatasi pandemi, tapi justru karena aturan yang seharusnya bisa menjadi solusi persoalan rakyat, malah menjadikan kondisi semakin sulit. Aturan penanganan pandemi sejak setahun lalu terbukti tak memberikan dampak yang signifikan untuk memutus rantai penularan. Justru lonjakan kasus makin tinggi.
Masyarakat justru diminta mencari solusi sendiri untuk mengatasi kondisi hari ini. Mereka yang bergejala diminta untuk lakukan test mandiri, yang sudah terkonfirmasi positif pun disuruh cari penanganan sendiri. Bahkan mereka yang kehilangan pekerjaan pun diminta untuk usaha sendiri memenuhi kebutuhannya. Bantuan langsung tunai (BLT) yang seharusnya menjadi sedikit peringan bagi rakyat tak kunjung cair, kebijakan vaksin dalam rangka mengatasi pandemi pun, belum dapat dilakukan secara optimal.
Beginilah kondisi rakyat saat pemimpinnya tak memposisikan diri sebagai periayah (pengurus) rakyat. Alhasil kebijakan yang dikeluarkan tak serius untuk menyelesaikan persoalan rakyat. Padahal peran penguasa bukan sekedar mengeluarkan kebijakan, melainkan sebagai periayah bagi rakyatnya. Sebagaimana hadis rasulullah saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Sehingga persoalan rakyat seharusnya menjadi tanggung jawab penguasa sehingga kebijakan yang dikeluarkan harus dapat meriayah rakyatnya. Maka ketika pandemi sedang mengancam nyawa dan kehidupan rakyat, pengurusan yang utama adalah menuntaskannya. Bukan malah membiarkan banyak rakyat menjadi korban hanya demi penyelamatan ekonomi semata.
Tags
Opini