Oleh : Ummu Zayta,
(Bogor)
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah melarang warga negara asing (WNA) masuk ke Indonesia selama penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 hingga 20 Juli 2021. (CNN Indonesia/4/7/2021)
Disisi lain, Stakeholder Relations Manager, Angkasa Pura I, Iwan Risdianto membenarkan adanya kedatangan puluhan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar untuk membangun smelter di Kabupaten Banteang, Sulawesi Selatan (AntaraNews/5/7/2021)
Ironi, di tengah pemberlakuan PPKM kepada masyarakat, pemerintah menerima puluhan tenaga kerja asing dari Tiongkok. Alih-alih bisa memulihkan kondisi darurat, yang ada masyarakat juga akan bertindak sesukanya. Karena menilai pemerintah inkonsisten dalam menjalankan kebijakannya sendiri.
Dimana letak keseriusan pemerintah mengatasi kondisi wabah yang semakin memprihatinkan? Bagaimana bisa meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah betul-betul berniat tulus menyelamatkan negeri ini dari ancaman wabah?
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kedatangan TKA asal China dan India menggunakan pesawat sewa di tengah pandemi Covid-19 merupakan ironi yang menyakitkan dan mencederai rasa keadilan.(Bisnis.com/11/05/2021)
Jika pemerintah konsisten dari awal, tentu angka penularan covid 19 tidak separah seperti sekarang. Muslim sebagai mayoritas di negeri ini, acap mempertanyakan maksud kebijakan pemerintah yang dinilai inkonsisten.
Bagaimana tidak, dikala diterimanya orang asing, mall dibuka, pasar tidak dibatasi, tempat wisata dibebaskan serta kelonggaran kepada sektor ekonomi lainnya, di sisi lain masjid justru ditutup, acara kajian dilarang, sekolah ditutup, Sholat idul adha dibatasi, ibadah haji ditiadakan serta kegiatan yang terkait dengan keislaman pun tidak boleh diselenggarakan. Mengapa?
Bagi muslim yang awam tentu hal ini menyakitkan. Apalagi melihat fakta adanya orang asing yang dibiarkan masuk begitu saja. Padahal terbukti kasus sebaran varian baru adalah kasus yang diimpor, didapatkan dari mobilitas orang dan perjalanan internasional.
Alasan bahwa TKA tersebut bagian dari proyek investasi asing membuktikan kebijakan yang dibuatpun tidak mandiri dari kepentingan asing. Lebih mementingkan warga lain dibandingkan warga sendiri. Kebijakan seperti ini tentu perlu dikritisi secara objektif.
Selain fakta di atas ada perkara yang lebih besar dan utama yang sering diabaikan dalam penanganan wabah. Yakni perkara iman.
Islam memandang bahwa akar permasalahan sebenarnya adalah jauhnya negeri ini dari keimanan kepada Sang Pencipta. Hingga Allah Ta'ala mencabut semua keberkahan di negeri ini. Wabah adalah bentuk azab bagi orang yang tidak beriman serta ujian bagi orang beriman.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam bersabda,
" Tho’un itu azab yang Allah timpakan pada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya rahmat bagi mukminin. Tidaklah seorang hamba yang di situ terdapat wabah penyakit, tetap berada di daerah tersebut dalam keadaan bersabar, meyakini bahwa tidak ada musibah kecuali atas takdir yang Allah tetapkan, kecuali ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid." (HR Bukhari)
Pada riwayat yang lain disebutkan bahwa,
" Kemaksiatan tidak akan tampak di suatu masyarakat sama sekali, sampai mereka sudah terang-terangan melakukan kemaksiatan itu, maka menimpa mereka wabah penyakit dan kelaparan yang tidak pernah terjadi sebelumnya” (HR Baihaqi).
Abdullah bin Umar radhiyallah anhuma menyampaikan sabda Rasulullah,
“Tidaklah fahisyah (perbuatan keji) tersebar pada suatu kaum kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada kaum sebelum mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4019)
Sungguh sudah sangat jelas bahwa negeri ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Sebagian besar masyarakat dan pemerintah lalai dengan aturan dari Sang Pencipta. Bahkan ada yang berani terang-terangan berbuat maksiat kepadaNya.
Bagaimana bisa mengatasi wabah, bila faktanya masih inkonsisten terhadap kebijakan yang sudah dibuat? Bahkan abai terhadap aturan dari sang pemilik wabah?
Wallahu a'lam bi showab
Tags
Opini