Oleh : Alin FM
Praktisi multimedia dan penulis
Angka kasus peningkatan covid 19 terus mengalami kenaikan, bahkan lebih 60.000 ribu nyawa sudah banyak terenggut. Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia menyedot perhatian publik di tanah air bahkan dunia internasional. Dalam dua hari berturut-turut, kasus kematian Covid-19 di Indonesia tertinggi di dunia, menyalip India dan Brasil.
Menurut data, kasus sembuh di Indonesia pada 11 Juli 2021 sebanyak 32.615, berada di urutan ketiga setelah Brasil (20.937 kasus baru, 57.943 kasus sembuh baru) dan India (37.676 kasus baru, 39.722 kasus sembuh baru). Selain itu, dilaporkan adanya 1.007 kematian baru dalam satu hari, yang menjadi kasus kematian terbanyak di seluruh dunia. (kompas.com, 13/7/2021).
Melansir data dari Worldometers, pada 12 Juli 2021, Indonesia melaporkan adanya 891 kasus kematian baru, membuat total kematian yang terjadi sebanyak 66.355 kasus. Untuk diketahui, kasus kematian ini kembali menjadi yang tertinggi di dunia.
Gelombang infeksi covid 19 di Indonesia masih terus naik, dan akhirnya pemerintah memutuskan untuk menerapkan kebijakan PPKM Darurat. Pada awal penerapannya, aturan ini berlaku selama dua pekan sejak 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021.
Kebijakan pemerintah ini belum terasa efektif menekan laju infeksi virus covid 19 karena masyarakat yang terinfeksi masih terus naik walaupun diberlakukan kebijakan PPKM darurat untuk membatasi ruang gerak masyarakat.
Dengan kebijakan pemerintah ini mengatur pelaksanaan berbagai kegiatan dari perkantoran, perbelanjaan, sosial, hingga ruang ibadah. Sampai-sampai masjid dibatasi bahkan sampai ditutup untuk melaksanakan sholat 5 waktu dan sholat Jum'at. Dan aktivitas yang diizinkan hanya mengumandangkan adzan.
Demokrasi Is Democrazy Pandemi
Sejak awal kasus Covid- 19 masuk ke Indonesia awal tahun 2020, pemerintah masih terkesan santai dalam penanganannya dan fokus dalam penyelamatan ekonomi. Kini kasus covid 19 di Indonesia semakin tinggi. Akhirnya Indonesia mencetak rekor kematian Covid 19 tertinggi di dunia. Dengan kejadian ini, seharusnya pemerintah bertindak serius dalam penyelamatan nyawa rakyat. Namun Pemerintah pusat enggan mengambil kebijakan karantina wilayah total dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dari kalangan atas, menengah, dan bawah.
Walau pun sudah ada himbauan 5M, jaga jarak, stay at home, bahkan kebijakan PPKM darurat pun sudah dilakukan tapi faktanya angka tidak menunjukan penurunan masyarakat yang terinfeksi. Masih terbukanya pintu masuk bandara internasional dan Beberapa waktu lalu kebijakan New Normal pun berani diambil, disaat situasi belum kondusif. Wajar saja banyak korban yang berjatuhan.
Angka kasus covid- 19 yang belum menunjukan penurunan dan banyak nyawa yang terenggut menunjukkan pemerintah sudah gagal dalam penanganannya. Bagaimana tidak harusnya sejak awal pemberlakuan karantina wilayah total segera dilakukan. Akan tetapi karena pertimbangan ekonomi pemerintah berani mempertaruhkan nyawa rakyatnya, sehingga para tenaga kesehatan pun kewalahan bahkan tak sedikit sudah syahid dalam menangani pandemi covid 19.
Beginilah sistem Demokrasi menangani pandemi seperti democrazy, alih-alih menyelesaikan masalah malah menambah banyak masalah. Alih-alih melindungi segenap nyawa rakyat malah membiarkan nyawa melayang. Kegilaan ini lahir dari rahim sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, sehingga manusia berjalan di luar batas kewarasan tidak sesuai fitrah. Padahal jelas akal manusia terbatas. Sehingga kebijakan yang diambil hanya sebatas untuk memuaskan nafsu manusia yang serakah.
Sistem ini juga, melahirkan para pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan golongan dan konglomerat. Lihatlah di tengah kasus covid yang melonjak, justru mereka melaksanakan pilkada yang menyebabkan banyaknya klaster-klaster baru. Akhirnya nyawa rakyat menjadi taruhan.
Kapitalisme yang menyandarkan segala sesuatu hanya demi meraih materi semata, membuat para penguasa berfokus pada kepentingan ekonominya saja. Bagaimana tidak, di tengah para medis yang berjuang untuk nyawa rakyat Indonesia, justru pemerintah mengekspor APD tersebut, padahal pasokan APD dalam negeri masih kurang. Menghibahkan tabung oksigen padahal pasokan oksigen habis di pasaran.
Tak hanya sampai disitu, pelayanan kesehatan seperti tes swab, rapid test, serta pemberian vaksin harusnya diberikan secara gratis, tapi nyatanya vaksin berkualitas itu berbayar. Apalagi pemerintah akan memberikan sanksi denda bagi masyarakat yang tidak mau di vaksinasi. Astagfirullah, Padahal itu adalah tanggung jawab negara untuk memberikan kebutuhan dasar masyarakatnya apalagi di tengah perekonomian masyarakat yang terpuruk, beginilah fakta di dalam sistem ini semuanya di komersialisasi.
Lantas bagaimana mungkin pemerintah bisa memberikan pelayanan secara gratis sedangkan liberalisasi pada kekayaan alam negeri ini semakin menjadi- jadi. Kekayaan alam yang menjadi pendapatan terbesar negara justru dikuasai koorporasi Asing kapitalis.
Akankah Ada Solusi Tuntas?
Sejarah telah membuktikan satu-satunya sistem yang mampu menangani pandemi dan menjamin keselamatan rakyat adalah sistem Islam. Syariat Islam telah menempatkan penguasa sebagai penanggung jawab umat.
Rasulullah SAW bersabda “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana pengembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.”(HR. Bukhari).
Negara di dalam Islam hadir sebagai institusi peri’ayah (Pengurus kebutuhan umat). Segala kebutuhan umat baik kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan dasar seperti, pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur, dijamin penuh oleh negara.
Negara akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan secara cuma-cuma untuk masyarakat seperti tes swab maupun rapid test, serta fasilitas kesehatan yang memadai baik segala kebutuhan juga terpenuhi seperti APD, obat-obatan, ventilator, pasokan oksigen dan lainnya, agar pasien segera pulih.
Karena dalam Islam nyawa seorang manusia sangat tinggi kedudukannya. Rasulullah SAW bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَن
ُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak”. (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan Al- Albani)
Pelayanan kesehatan yang diberikan negara secara komperhensif. Dananya didapatkan dari hasil pengelolaan kekayaan alam yang langsung dikelola oleh negara baik itu kepemilikan umum maupun kepemilikan negara, hasilnya akan di distribusikan langsung untuk kebutuhan masyarakat. Negara haram hukumnya membebani rakyat dengan biaya kesehatan yang sangat mahal seperti di dalam sistem kapitalisme sekarang ini.
Tak hanya itu, penyelesaian wabah dalam Islam sangat gencar dilakukan, agar virus tidak menyebar kemana-mana. Negara akan melakukan pencegahan preventif dengan melakukan karantina wilayah total. Khalifah tidak akan membiarkan orang yang terkena wabah masuk ke dalam wilayah yang tidak terkena wabah dan sebaliknya.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Dengan ini, negara akan mudah memisahkan yang terinfeksi dengan yang tidak. Sehingga yang tidak terinfeksi bisa melakukan aktifitas seperti biasanya, dan yang sakit segera di isolasi. Sehingga kasus wabah tidak akan berlarut larut.
Beginilah cara Islam melindungi nyawa rakyatnya, di bawah naungan institusi Khilafah Islamiyah. Waktunya kembali kepada sistem Islam, yang jelas mampu memberikan solusi tuntas terhadap problematika umat. Insya Allah akan segera hadir.
Wallahu’alam bishowab
Tags
Opini