Oleh: Eli Maryati
"Indonesia adalah negara hukum." Itulah retorika yang seringkali digaungkan oleh para politisi dan pemangku jabatan di negeri ini. Ya, Indonesia memang negara yang memiliki regulasi dan hukum yang menjadi pengatur antar warga negaranya. Sayangnya, persoalan penegakan hukum di negeri ini masih jauh panggang dari api. Kepentingan penguasa yang menggunakan sarana hukum dan oknum penegak hukum yang dekat dengan penguasa, acapkali membuat proses hukum di Indonesia tidak berjalan secara adil, bahkan rawan terjadi kecurangan dan diskriminasi.
Seperti yang disampaikan oleh Koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma, dilansir dari Kantor Berita Politik Rmolid pada hari Jum'at (25/6), beliau mengatakan, vonis 4 tahun penjara terhadap Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah melukai rasa keadilan. Vonis hakim sangat melukai rasa keadilan rakyat. Sebab, kasus penyebar informasi bohong saat ini sudah banyak sekali. Bahkan, sudah dilaporkan ke polisi, tetapi tidak ditindak lanjuti. Beliau juga mengatakan, bagaimana mungkin seorang yang hanya didakwa menyebar kebohongan melalui Youtube dan menyebabkan keonaran bisa divonis lebih berat dari koruptor. Beliau juga menilai, pengadilan dan vonis yang dijatuhkan terhadap HRS lebih bersifat politis, ketimbang dilandasi upaya menegakan hukum berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Dengan adanya putusan tersebut, terlihat dengan sangat jelas bahwa hukum di negara demokratis ini telah mati. Ketidakadilan yang dipertontonkan saat ini menunjukkan bahwa hukum buatan manusia telah gagal mewujudkan keadilan, rentan dipermainkan dan selalu digunakan sesuai kepentingan oligarki kekuasaan. Sehingga, suatu hal yang mustahil jika kita berharap sistem ini dapat mencegah kejahatan dan menciptakan keadilan.
Selama manusia diberi hak untuk membuat hukum, maka hukum hanya akan menjadi alat untuk mewujudkan "kepentingan kelompok berkuasa", bukan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Oleh karena itu, hak untuk mengatur manusia dengan hukum tertentu, mestinya diserahkan kepada pihak yang paling mengerti jati diri manusia dan apa yang paling baik bagi dirinya. Dialah Allah Swt. Zat yang menciptakan dan mengatur manusia dan alam semesta.
Sistem pemerintahan demokrasi sekuler merupakan sumber dari ketidakadilan yang sistematis. Maka dari itu, solusi fundamental dalam mengatasi itu semua adalah menghapus sistem sekuler, lalu menggantinya dengan sistem yang telah terbukti adil, kuat dan stabil yakni sistem Islam.
Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan penegakan hukum, di antaranya:
Pertama, semua produk hukum harus bersumber dari wahyu Allah SWT. Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam negara Islam bersumber dari wahyu-Nya.
Kedua, kesetaraan di depan hukum. Dalam pandangan hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara, baik ia muslim, non-muslim, pria maupun wanita.Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal (jarimah) dihukum sesuai jenis pelanggarannya.
Hal ini disampaikan dalam riwayat sahih, Rasulullah Saw bersabda,
"Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka mendiamkan. Jika orang lemah yang mencuri mereka menegakkan hukuman (had) atas dirinya. Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya" (HR al-Bukhari).
Wallahu a'lam bii ash-shawwab..