Oleh: Bunda Irsyad
aktivis pemerhati sosial serdang bedagai
ibu, ia adalah sosok tanggung, peri tak bersayap, malaikat yang menapak di bumi. seorang yang tak pernah lelah atau mengeluh meskipun sesungguhnya ia lelah dan letih. sembilan bulan rela mengandung buah hatinya kemanapun ia pergi. meskipun kadang langkahnya tertatih, tidurnya tak nyenyak, geraknya tak bebas. namun seorang ibu sanggup melupakan semua demi buah hati tercintanya. Siang dan malam selalu terjaga menunggu detik-detik lahirnya sebuah hati tercinta kedunia ini. Perjuangan melahirkan yang tak bisa digambarkan dengan kata tak membuatnya menyerah.
Tak sampai di situ saja, masih panjang hari yang harus ia habiskan untuk merawat si buah hati tercinta. Dari mulai mandi, memberi makan, menidurkan sampai memberikan pendidikan yang terbaik demi masa depan anaknya.
Tak pernah sedikitpun terfikir di benaknya untuk meminta balasan atas jasanya membesarkan. Namun tak terasa hari yang membuatnya terluka mulai tiba. Ya, seorang anak tampan yang dulu ada dalam pangkuannya kini telah mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Ia kini telah menjadi pria mandiri yang telah siap untuk memulai hidupnya sendiri.
Berumah tangga, sudah pasti akan terjadi dan tak mungkin untuk dihindari. Ibu yang dahulu menjadi satu-satunya wanita dalam hidup putranya kini telah berubah. cintanya kini telah terbagi dengan wanita lain yang telah dipilih menjadi pendamping hidupnya.
Dihari bahagia pelepasan sang pengantin baru menuju istana kecil mereka. tak dapat dibendung air mata sang ibu melepas putra tercinta menuju kehidupannya yang baru jauh dari sang ibu.
Kini semua peran yang dahulu ibu jalankan kepada putranya telah digantikan oleh wanita itu.
Ya, dialah istri dari anaknya. Dia adalah ibu dari cucu-cucumu. Dan tak lain dia adalah menantu yang dahulu engkau berikan restu untuk mendampingi kemanapun putramu pergi, baik suka maupun duka.
Kini sang ibu mulai merasa kesepian, sebab putra tunggalnya kini tak bersamanya lagi. rasa rindu membara tak dapat ditunda, ingin rasanya untuk memeluk putra tercintanya.
Meskipun kini dapat bersama diatap yang sama, tapi semua telah berubah. Rumah itu adalah milik anakmu bersama keluarga kecilnya. Meskipun engkau adalah ibu kandung nya namun kini kau tak dapat menguasainya dengan sepenuhnya.
kini semua peranmu yang dahulu sudah berganti oleh menanantumu. Putramu yang kini menjadi kepala keluarga bertanggungjawab terhadap keluarga kecilnya. Memastikan semua baik-baik saja dan tidak ada yang terluka.
Hari demi hari berlalu dihadapanmu, putramu yang dulu manja kini lebih sering menghabiskan waktu dengan istrinya. Wanita yang baru ia kenal diusia dewasa. Namun di suatu hari awan hitam mulai melanda, ada rasa cemburu yang teramat dihatimu.
Hari yang awalnya indah kini sedikit demi sedikit mulai banyak gesekan. seorang ibu yang telah membesarkan putranya kini bagai ancaman dalam keharmonisan rumah tangga. Persaingan demi persaingan mulai terjadi antar menantu dan ibu mertua. Ya, mereka bukan saling memperebutkan harta, tapi mereka bersaing untuk menunjukkan siapa yang lebih baik dalam mengurus lelaki tampan sang kepala keluarga.
Hal sepele seperti menyiapkan sarapan bisa membuat ledakan yang teramat dalam rumah mungil itu. Mereka saling menjelekkan satu dengan yang lain hanya demi mendapatkan perhatian penuh dari lelaki itu. Pertikaian dan air mata mulai menghiasi hari-hari yang sebelumnya terasa damai. Sampai suatu hari tragedi yang menggetarkan hati terjadi. Sang istri merasa tak kuat untuk melanjutkan kehidupan bersama suaminya. Bukan karna suaminya kasar atau dzolim, namun karena istri merasa bahwa suaminya lebih berpihak kepada sang ibu.
Sang suami bingung harus berbuat apa untuk mencegah agar sang istri tetap bertahan menjadi pendampingnya. Ia pun takut bila keputusan nya kelak akan melukai hati ibunya yang sejak kecil telah merawatnya.
Ia kini bagaikan ada diatas puncak gunung yang tinggi yang siap terjun untuk pergi ke alam yang abadi. Persoalannya antara dua wanita yang ia cintai membuat ia tak sanggup untuk hidup dan menatap wajah kedua wanita itu.
Harinya tak tenang, tidurpun tak dapat memejamkan mata. tak tau bagaimana untuk solusi pertikaian antara ibu dan istrinya. Karena keduanya adalah sama di matanya saat ini sehingga tak mungkin untuk memilih satu diantaranya.
Malam semakin gelap dan senyap, semua terasa hening. Hingga terdengar seolah ada yang membisikkan ditelinga "ambilah wudhu, adukan keluh kesahmu pada-Nya"!. Bagai sebuah sihir ia pun langsung bergerak menuju kamar mandi untuk bersuci kemudian melakukan salat. Diadukan semua keluh kesahnya, menangis sejadinya mengharap akan ada solusi untuk masalahnya.
Kemudian matanya tertuju pada sebuah lemari, seolah ada sesuatu yang bersinar yang membuat ia ingin menghampiri nya. Dibukalah lemari tersebut dan didapatinya sebuah buku tebal yang penuh dengan debu. Dibersihkan buku tersebut sehingga hilanglah semua debu yang menempel. Dibukalah lembar demi lembar dan air matanya pun mengalir.
Seolah jawaban dari masalahnya telah diselesaikan oleh buku tersebut. Ya, buku tersebut adalah kitab suci Al-Quran, petunjuk bagi umat islam. Sungguh ia merasa sangat bodoh dan berdosa selama ini. Sebab selama ini ia sangat jarang membaca Al-Quran padahal semua problematika dalam hidup ada solusinya di dalam dan ketika berpedoman padanya dalam setiap aktivitas pastinya hidup tenang dan jauh dari masalah, dan pastinya perselisihan antar ibunya dan sang istri dapat terhindari.
Karna islam telah menjelaskan semua tentang perkara yang ia hadapi. Jasa seorang ibu memang tidak akan bisa dibalas dengan apapun. Bahkan penghormatan kepada seorang ibu Allah sampai mengatakan bahwa "murka ibumu adalah murka-ku". Mengucapkan kata " Ah... " saja pun merupakan dosa, apalagi sampai mendurhakainya.
Begitu pula kepada seorang istri, sudah menjadi tanggung jawabnya untuk mendidik, menafkahi, memberikan kenyamanan dan kasih sayang. Sang istri juga berhak untuk menolak hidup bersama keluarga lelaki sekalipun itu adalah mertuanya sendiri.
Sang ibu juga harus sadar bahwa ketika anak lelakinya sudah menikah, rumah tangganya tidak berhak untuk dicampuri. Meskipun ia adalah anak yang kita sayangi.
Begitu pula bagi para wanita, harus ingat bahwa engkau bukanlah wanita pertama yang ia cintai, bukan yang pertama memeluk nya saat ia terluka atau sedih, bukan yang pertama menemaninya dikala senang. Jauh sebelum kehadiranmu wahai istri, ada seorang ibu yang berada disisinya dan membesarkan nya hingga ia sampai dititik sekarang.
Seorang lelaki sampai mati tetap ketaatannya terletak kepada sang ibu, Dalam Al-quran bahkan 3 disebutkan untuk taat kepada ibumu, ibumu, ibumu, kemudian ayahmu. berbeda dengan seorang yang istri yang ketika ia menikah makan ketaatannya berpindah kepada suamimu. Ibu dan ayahnya adalah orangtua mu juga, begitu pula sebaliknya ibu dan ayahmu adalah orangtua bagi suamimu.
Sesungguhnya kehidupan antara anak dan menantu adalah hubungan yang indah. Ikatan pernikahan menyatukan orang yang tidak ada aliran darah keturunan. Maka saling memahami dan mengasihi lah kalian semua, sebenarnya ibu mertuamu bukanlah sainganmu. Dan menantumu bukanlah lawanmu wahai ibu!!!
wallahu a'lam bishawab