Oleh: Neng Ipeh*
Hingga kini, dunia dan terkhususnya di negeri kita tercinta, Indonesia tengah dihadapi oleh lonjakan COVID-19. Korban yang terpapar pun bukan hanya orang dewasa, namun juga anak-anak.
Diberitakan oleh situs VOA Indonesia, dalam konferensi pers perhimpunan lima profesi dokter Indonesia pada 18 Juni 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, di tengah lonjakan kasus baru Covid-19, terjadi pula peningkatan tajam penularan dan bahkan kematian pada anak-anak. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan mengatakan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia merupakan tertinggi di dunia. Kesimpulan ini berdasarkan data case fatality atau tingkat kematian pada anak. (voaindonesia.com/11/07/2021)
Data nasional saat ini proporsi kasus konfirmasi positif COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun ini adalah 12,5 persen. Artinya 1 dari 8 kasus konfirmasi itu adalah anak. Apalagi data IDAI case fatality rate-nya itu adalah 3-5 persen. Jadi bisa dibayangkan 1 dari 8 itu anak dan meninggal 3-5 persen. Dan dari seluruh data anak yang meninggal itu, 50% nya adalah balita. Parahnya, situasi kasus Covid-19 pada anak di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Sebab, hingga kini sebagian besar rumah sakit belum memiliki ruang ICU (Intensive Care Unit) khusus anak. (cnnindonesia.com/11/07/2021)
Kementerian Kesehatan menilai data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyebut kasus kematian Covid-19 pada anak di Indonesia merupakan tertinggi di dunia tidak tepat. Data itu dipertanyakan keabsahannya. Karena menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan pada 20 Juni, dari total 54.662 kasus kematian Covid-19 nasional, kelompok umur 0 sampai 18 tahun hanya menyumbang 1,2 persen. Sementara dari 1.989.909 kasus positif Covid-19 nasional, kelompok umur anak mengontribusi 12,5 persen.
"Data dari mana itu, tidak tepat. Karena kasus anak (positif Covid-19) sangat sedikit dibandingkan dewasa," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. (liputan6.com/12/07/2021)
Ketidakjelasan karena perbedaan data yang dimiliki ini tentu membuat masyarakat mengalami kebingungan. Padahal dengan adanya transparansi dan ketegasan akan dipandang oleh masyarakat sebagai edukasi yang efektif. Hal ini justru akan menimbulkan ambigu, yang selanjutnya akan mendorong ketakpercayaan masyarakat dan perlawanan terhadap aturan yang diterapkan oleh pemerintah. Padahal setiap kebijakan yang diambil pasti dipertanggungjawabkan. Lebih-lebih yang berkaitan dengan nyawa manusia. Sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad)
*(Pemerhati Sosial dan Politik)
Tags
Opini