Gerakan Keluarga Berdoa, Bisakah Atasi Bencana?



Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengedarkan surat resmi kepada kepala desa serta aparat desa lainnya untuk melakukan do'a bersama. Isi surat resmi tersebut antaralain yaitu himbauan kepada seluruh pihak agar melakukan do'a bersama sesuai agama kepercayaan masing-masing, hal ini dilakukan guna menyikapi lonjakan kasus Covid-19.

Dikutip dari detiknews.com 3/7/2021 Halim berharap doa bersama dapat digelar secara rutin yang dimulai serentak pada hari ini pukul 18.00 waktu setempat di kediaman masing-masing. "Dalam doa memohon kepada Allah SWT dan Tuhan yang Maha Esa agar pemimpin dan seluruh warga negara Indonesia diberikan kesehatan, keselamatan, dan perlindungan dari wabah COVID-19," katanya.

Berdo'a kepada Sang Pencipta merupakan sebuah pengakuan, pengakuan bahwa kita membutuhkan pertolongan-Nya. Disini manusia mengakui bahwa dirinya hanyalah makhluk lemah dan tidak memiliki kemampuan besar yang memerlukan pertolongan dari Dzat yang lebih tinggi darinya, Dzat Yang Maha Kuasa yakni Allah SWT. Namun dalam hal menyikapi pandemi ini, tak cukup hanya berdo'a. Islam mengajarkan kita untuk berikhtiar, meliputi usaha yang maksimal dan do'a yang senantiasa selalu dilangitkan.

Antara usaha dan do'a tersebut, keduanya harus seimbang dalam artian tidak bisa hanya mengandalkan salah satunya. Bila benar membutuhkan pertolongan Allah mestinya tidak sekadar do'a namun juga taubatan nasuha seluruh masyarakat dan pemerintah. Kembali ke hukum Allah secara kaffah, bukan dengan mengambil sistem prasmanan terhadap hukum Allah. Lalu apakah usaha pemerintah untuk mengatasi pandemi ini sudah maksimal? Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terkesan tak serius menangani pandemi, memperketat satu aspek namun pelonggaran terjadi di aspek lain.

Mall dan tempat hiburan tetap dibuka namun mesjid-mesjid dan sekolah ditutup. Konser digelar tak disanksi namun acara keagamaan dibubarkan, seakan hanya memihak pada satu kelompok, bukti kebobrokan sistem berotak kapitalis saat ini. Kebijakan yang diambil membuat dompet para pengusaha tetap aman sedangkan ribuan warga yang kehilangan pekerjaan tak dipedulikannya, bukan masyarakat bawah yang menjadi prioritas, namun mereka yang bisa memenuhi isi dompetnya.

Sungguh tak ada lagi yang bisa kita harapkan dari sistem rusak ini, saatnya taubat nasuha dengan membuang sistem saat ini dan menerapkan Islam kaffah. Dosa kita mencampakan hukum Allah telah mengundang azab dari-Nya. Allah SWT berfirman, “Dan musibah apa saja yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS. Asy Syura: 30)

Syaikh Abdurrahman as- Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah SWT mengabarkan bahwa musibah apa pun yang menerpa seorang hamba, baik menimpa badan, harta, anak-anaknya, atau musibah yang menimpa segala yang dia cintai dan berharga, semua itu disebabkan kemaksiatan yang telah dia lakukan. Bahkan, dosa-dosa yang Allah SWT ampuni lebih banyak. Sebab Allah tidak akan menzalimi hamba-hamba-Nya tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/759)
Wallahua'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak