Oleh : Nikmatus Sa'adah
Kementerian Koperasi dan UKM angkat bicara soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut bahwa terjadi permasalahan dalam pelaksanaan penyaluran Bantuan Bagi Pelaku Usaha Mikro (BPUM) dengan nilai mencapai Rp1,18 triliun.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenkopUKM) Arif Rahman Hakim mengungkapkan jika informasi penerima BPUM tidak sesuai kriteria kemungkinan bersumber dari laporan awal hasil pemeriksaan BPK atas penyaluran BPUM sekitar Desember 2020.
BPK menyatakan, banyak masalah yang terjadi dalam penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) atau BLT UMKM. Dari hasil audit BPK, penyaluran BLT UMKM yang bermasalah sebesar Rp1,18 triliun.
Mengutip Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2020, penyebab masalah penyaluran BLT UMKM adalah ketidaksesuaian penerima dengan kriteria yang disyaratkan, ketidaksesuaian penyaluran dana dengan surat keputusan yang dikeluarkan, serta duplikasi penyaluran dana kepada penerima.
"Terdapat 414.590 penerima tidak sesuai dengan kriteria sebagai penerima BPUM dan penyaluran dana BPUM kepada 22 penerima tidak sesuai surat keputusan penerima BPUM, serta duplikasi penyaluran BPUM kepada satu penerima," tulis laporan tersebut, dikutip KompasTV, Minggu (27/6/2021). (Kompas.tv 14/7/2021)
Adapun rinciannya sebagai berikut :
- 56 penerima BPUM berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri
- 2.413 penerima BPUM dengan NIK yang sama menerima bantuan lebih dari satu kali.
- 29.060 penerima BPUM bukan usaha mikro
- 144.802 penerima BPUM yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya
- 25.912 penerima BPUM sedang menerima kredit atau pinjaman KUR
- 207.771 penerima memiliki NIK yang tidak sesuai dengan database Dukcapil
- 8.933 penerima sudah meninggal dunia
Otoritas pemeriksa keuangan juga mengungkap ada penyaluran dana bergulir yang dilakukan oleh lembaga mitra sebesar Rp 84,62 miliar kepada 9.336 penerima yang tidak memenuhi kriteria. (cnbcindonesia.com 14/7/2021)
Penyakit Bawaan Demokrasi
Bukan sekali duakali penyaluran dana kepada rakyat tidak tepat sasaran. Tidak adanya kesatuan data antar kementerian. Data pemerintah pusat dan daerah pun tidak sinkron.
Akibat buruknya manajemen data ini, rakyat pelaku UMKM yang semestinya berhak mendapat bantuan menjadi kehilangan haknya. Selama Juni 2021 saja, Transparency International Indonesia (TII) mencatat ada 44 pelaku usaha yang mengadu terkait salah sasaran bantuan ini.
Penguasa dalam sistem Demokrasi memanglah tidak pernah serius mengurus hak rakyatnya. Hal ini dikarenakan asas sekulerisme materialistik sudah menghujam dalam diri mereka. Dipisahkannya aturan agama dengan kehidupan mengakibatkan pengurusan kepada rakyat tidak tulus dari hati. Karena sejatinya kebijakan yang diambil hanyalah berdasarkan akal manusia yang itu cenderung pada keuntungan semata.
Data yang semrawut ini berpotensi menjadi celah terjadinya tindakan korup. Misalnya adanya pelaku UMKM fiktif, pungutan liar saat mengurus Surat Keterangan Usaha (SKU), dan dana yang tidak digunakan untuk usaha. Padahal, setiap rupiah uang negara haruslah dipertanggungjawabkan secara benar. Karena menyangkut hak rakyat dan tugas negara sebagai pengurus rakyat.
Sistem Islam, Sistem yang Amanah
Fakta diatas terjadi membuktikan bahwa lemahnya fungsi riayah (pengurusan) dan pengawasan oleh negara yang menganut demokrasi hari ini.
Berbeda dengan sistem Islam, Penguasa yang me-riayah (mengurusi) rakyatnya akan memastikan setiap rakyat memperoleh haknya. Juga memastikan setiap sen uang negara disalurkan pada yang berhak.
Rasulullah saw. telah memberi contoh tentang bagaimana seorang penguasa harus bersikap amanah terhadap harta yang menjadi hak rakyat.
Abu Sirwa’ah Uqbah bin Al-Harits ra. bertutur, ‘‘Saya salat Asar di belakang Nabi saw. di Madinah. Setelah salam, beliau segera bangkit, lalu melangkahi barisan para sahabat guna menuju ke salah seorang istrinya. Para sahabat pun terperangah atas ketergesa-gesaan beliau itu. Kemudian, Nabi kembali keluar menemui mereka, dan ketika melihat mereka terkejut atas ketergesa-gesaan itu, Nabi pun bersabda, ‘Aku ingat sepotong emas yang ada pada kami, dan aku tidak ingin menahannya, maka aku pun menyuruh agar membagi-bagikan emas itu.”
Dalam sistem Islam, negara akan mendistribusikan harta negara pada yang berhak berdasarkan data kependudukan yang valid. Hal ini sudah dilakukan secara profesional sejak masa Umar bin Khaththab ra., karena sejak masa beliaulah pemasukan negara Khilafah jumlahnya amat besar.
Tak hanya uang, rakyat juga memperoleh tunjangan tambahan berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Saat musim dingin, negara membagikan selimut tebal bagi rakyat.
Ketika ada dugaan penyalahgunaan harta negara oleh pejabat, atau tidak dijalankannya fungsi riayah, Mahkamah Mazhalim akan membuktikannya dan memberi sanksi yang tegas pada pelaku.
Demikianlah sistem Khilafah mewujudkan kekuasaan yang amanah dan melaksanakan riayah sehingga terwujud rakyat yang sejahtera.