Cukupkah Imbauan Doa Bersama sebagai Solusi?




Oleh: Yayat Rohayati*

Ibadah pada hakekatnya adalah puncak ketaatan manusia terhadap Sang Pencipta, disertai dengan penyerahan diri secara total. Salah satu bentuk ibadah adalah doa, dimana doa merupakan permohonan kepada Allah SWT untuk memperoleh keberkahan dan ridhoNya serta untuk menjauhkan diri dari kejahatan ataupun bencana yang tak diinginkan.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Ghafir ayat 60:

"Sesungguhnya doa adalah ibadah" kemudian beliau membaca: berdoalah kepada-Ku (Allah) niscaya akan Kuperkenankan bagimu".

Di tengah kondisi lonjakan kasus covid 19 yang kian mengganas, selain upaya 3T (Testing, Tracing, Treatment), dan 5 M yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilisasi. Kita juga sangat dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah SWT meminta perlindungan dan ampunanNya.

Baru-baru ini Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar pun menghimbau seluruh kepala desa, pendamping desa dan seluruh warga desa untuk melakukan doa bersama sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing agar pandemi segera berakhir. (detikNews.com 04 Juli 2021).

"Doa bersama dilakukan keluarga di rumah masing-masing" kata Halim Iskandar. "Semoga pandemi ini segera berakhir, ekonomi pulih, Indonesia bangkit. Desa bisa....!!" lanjutnya.

Sistem kapitalis sekuler yang sejatinya memisahkan antara agama dan kehidupan serta kepuasan materi adalah tujuan hidupnya terbukti rapuh. Himbauan doa bersama di tengah pandemi menandakan bahwa manusia hanya makhluk lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain, dalam hal ini Allah SWT sebaik-baik penolong.

Tidak ada yang salah dengan himbauan doa bersama, tapi akan lebih baik jika ajakannya berupa taubatan nasuha untuk kembali kepada syari'at Allah. Taubat yang dilakukan oleh seluruh rakyat beserta pemerintahnya, bukan hanya dilakukan individual tapi harus tersistem dan terstruktur.

Di samping doa, diperlukan penetapan kebijakan yang tegas, dibarengi kepatuhan terhadap kebijakan tersebut. Baik oleh rakyat maupun pemerintah. Jangan sampai demi kepentingan jabatan atau para cukong, pemerintah tidak tegas bahkan cenderung abai.

Sebagai contoh, di saat PPKM diberlakukan seharusnya tidak membuka pintu TKA untuk masuk. Seyogyanya, antara kebijakan dan praktik di lapangan harus bekesinambungan.

Bagaimana Penanggulangan Pandemi dalam Mekanisme Islam?

Dalam mekanisme Islam, pemimpin mempunyai tugas meriayah umat secara sempurna, karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Pemimpin berkewajiban menjaga darah (nyawa), harta, dan kehormatan umat.

Rasulallah Saw bersabda:

"Pemimpin adalah pengurus dan dia akan bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Maka, menyelesaikan pandemi ini bukan perkara main-main dan tidak boleh disikapi dengan main-main pula. 

Di masa Kholifah Umar bin Khattab, beliau selalu mengajak rakyatnya untuk selalu berdoa dan bertaubat. Beliau juga berdoa agar rakyatnya tidak mati kelaparan karena kepemimpinannya. Beliau berkeliling negeri di malam hari untuk memastikan rakyatnya tidur nyenyak tanpa kelaparan.

Ikhtiar dan doa yang dicontohkan Kholifah Umar bin Khattab sangat tepat dalam upaya penanganan berbagai masalah.

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak