Oleh: Atik Hermawati
Bukannya hilang ataupun berkurang, pandemi tahun ini semakin menjadi. Drama PSBB, ditutupnya masjid dan sekolah, dibukanya mal, pariwisata, dan melenggangnya TKA, serta kebijakan lainnya yang satu sama lain bertabrakan. Masyarakat semakin dibuat bimbang dan bingung di tengah ketidakberdayaan. Lalu PPKM darurat setelah PPKM mikro pun diterapkan, beriringan dengan vaksinasi yang ujung-ujungnya akan dikomersialkan. Mampukah menjadi solusi?
Presiden Joko Widodo telah mengumumkan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berlaku mulai 3-20 Juli 2021. PPKM Darurat ini meliputi pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat daripada PPKM mikro. Kebijakan yang menyasar kabupaten/kota di Jawa dan Bali dilakukan sebagai salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran virus corona, yang terus meningkat. Pengaturan PPKM darurat telah dirincikan oleh Menteri Koordinator Marinvest (Menteri Koordinator Maritim dan Investasi) (Kompas.com, 01/07/2021).
Selain Vaksinasi Nasional, Vaksinasi Gotong Royong menjadi program pemerintah untuk mewujudkan herd immunity, dimana pak Presiden katakan "virus akan mental". Diketahui pemerintah melalui Kemenkes melakukan revisi untuk tetap mengoptimalkan Program Vaksinasi Gotong Royong, setelah sebelumnya dibebankan kepada pihak perusahaan untuk para karyawannya. Revisi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang diteken Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pada 5 Juli 2021. Pendanaan Vaksinasi Gotong Royong selain dibebankan kepada perusahaan/badan hukum, namun dapat dibebankan kepada individu/orang perorangan. Dianggap sebagai opsi dalam rangka memperluas dan mempercepat akses untuk layanan vaksinasi (Detik.com, 14/07/2021).
Kebijakan Tak Lepas dari Aroma Bisnis
Program vaksinasi gratis saja belum terealisasi merata pada masyarakat. Kendala teknis ataupun tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin yang diberikan gratis ini menjadi penghambat hal itu. Apalagi dengan adanya program vaksinasi berbayar. Masyarakat akan semakin tidak percaya dengan vaksin gratis. Selanjutnya mayoritas tidak mampu untuk membeli vaksin di tengah kesulitan yang semakin menghimpit selama pandemi. Akibatnya program vaksinasi yang sedang berjalan lambat pun, tidak kecil kemungkinan akan semakin terhambat.
Diketahui, harga pembelian vaksin dengan skema gotong royong individu ditetapkan sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis yang akan dijual di gerai milik Kimia Farma. Lagi-lagi hitung-hitungan angka rupiah ini kental sekali dengan aroma bisnis, setelah wacana PPN sembako dan pendidikan demi pemulihan ekonomi katanya. Lalu kebijakan PPKM baik mikro maupun darurat tidak diimbangi dengan jaminan kebutuhan pokok masyarakat yang semakin sekarat. Di samping itu, TKA diizinkan masuk dengan dalih keperluan mengisi posisi proyek strategis.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Sulsel Andi Darmawan Bintang mengungkapkan ada sebanyak 228 TKA yang tercatat masuk ke Sulawesi Selatan mulai 1 Januari 2021 sampai dengan 24 Juni, untuk bekerja di sejumlah proyek strategis milik negara sejak awal Januari 2021. Sebanyak 146 orang merupakan TKA asal China. Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Arya Pradhana Anggakara mengatakan peraturan Menkumham Nomor 26 Tahun 2020 tentang visa dan izin tinggal pada masa adaptasi kebiasaan baru mengecualikan masuknya orang asing untuk tujuan esensial seperti bekerja di proyek strategis nasional, penyatuan keluarga, dan alasan kemanusiaan (CNNIndonesia, 04/07/2021).
Akhirnya bukan tanpa bukti, apabila masyarakat menilai semua kebijakan hanya menguntungkan para kapital dan penguasa. Pemerintah mengurusi masyarakat dengan setengah hati atau bahkan tak dengan hati. Maka pada akhirnya, solusi PPKM maupun vaksinasi saja ialah kebijakan tambal sulam yang tak akan mengatasi pandemi yang terjadi. Inilah keniscayaan yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Lalu bagaimana seharusnya?
Konsep Islam Menghadapi Wabah
Berita duka tak pernah berhenti menyapa setiap harinya. The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memprediksi angka kasus kematian warga Indonesia akibat virus corona melebihi data yang dilaporkan pemerintah. Memang kematian itu pasti, namun setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak terhadap amanahnya. Terlebih seorang kepala negara, apakah sudah maksimal dan benar dalam mengurus masyarakatnya saat pandemi.
Lockdown total ialah cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya” (HR Muslim).
Kemudian tak hanya itu, mana mungkin diterapkan lockdown sementara rakyatnya menanggung sendiri kebutuhan pokoknya. Tapi Daulah Islam menjamin seluruh kebutuhan masyarakat. Pemasukan kas negara (Baitul Mal) dari berbagai sumber yang halal dan berkah, termasuk SDA yang berlimpah. Bukan dari utang ataupun pajak yang semena-mena. Berbagai SDM dan kecanggihan teknologi, serta vaksinasi dioptimalkan dengan sepenuh hati tanpa syarat dan plin-plan. Semua itu untuk hajat hidup masyarakat dengan landasan amanah dan ketakwaan, bukan keuntungan duniawi.
Pandemi akan segera teratasi dengan izin Allah dan tentunya dengan segenap kebijakan yang berlandaskan syariat Islam. Semua itu tak bisa dalam sistem kapitalis saat ini, melainkan hanya bisa diterapkan dalam sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Sehingga tidak akan ada kematian korban yang menyayat hati akibat tak diurusi negara dengan segenap hati.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini