Oleh
: Dion Sulistiono
(Mahasiswa
dan Pemerhati Hukum)
Kebebasan berpendapat dan peluang pers
adalah kebebasan dasar warga. Karena itu adalah hak setiap manusia
Oleh karena itu, kekuatan politik atau
otoritas publik secara positif tidak dapat secara bebas melakukan tekanan
kepada siapapun yang hendak berpendapat dalam hal ini kebebasan pers.
Yang jelas, kita tidak menginginkan sejarah
kelam kebebasan berpendapat dan mimbar akademik kembali mundur kebelakang,dan
jangan sampai mengulang hal yang sama ketika kita harus dibungkam, seharusnya
tidak demikian.
Oleh karena itu, semua warga dan media di
Indonesia seharusnya jangan pernah mundur untuk mengomunikasikan aspirasi dan
mengungkap kebenaran sesuai dengan fakta.
Selama tidak menyalahgunakan sesuai standar
yang dijamin dalam konstitusi, maka kebebasan berpendapat dan mimbar akademik
itu mutlak milik semua warga negara,benar-benar mendapat tempat dan harus tetap
abadi.
Yang paling mengerikan dari semuanya adalah
ketika pembungkaman itu terjadi di setiap sudut. Pembicaraan, pameran,
pertunjukan, pertunjukan parodi, dan ceramah umum juga sering dibatalkan karena
bahaya.
Bahaya nyata terhadap hak untuk berbicara
secara bebas tentang wacana tidak datang dari sekelompok kecil yang mencoba
memaksakan pembatasan pada kita.
Contoh
di AS di mana kebebasan berpendapat dijamin dalam Konstitusi dinegeri
itu. Selain individu, media di sana memiliki hak istimewa untuk menyampaikan
berita tanpa tekanan dari para penguasa.
Tak terduga, saat Donald Trump menjadi presiden, Orang Nomor
satu dinegeri itu, secara teratur kerap
kali menyebut pers mainstream yang mengkritik kebijakannya sebagai 'berita yang
palsu'
Apalagi dengan adanya teknologi yang
semakin canggih yang kemudian dijadikan sosial media, standar dunia mayapun
mulai diterapkan. Di negara-negara tertentu, melontarkan komentar buruk pada
rezim atau siapapun itu dan dimanapun dia layak mendapatkan hukum. Memang,
bahkan di negara-negara tertentu di mana pemerintahnya otoriter, sosial media
dibatasi
Bukan hanya diluar negeri, lihat saja
dinegeri kita tercinta begitu banyaknya para akademisi yang selalu dibungkam
dalam hal menyampaikan kritik dan pendapatnya di mimbar akademik.
Seperti yang diunggah pada laman Liputan
6.com, Jakarta. BEM Universitas Indonesia yang menyebutkan presiden joko widodo
sebagai "The King of Lip Service"
dalam sebuah postingan di media mengundang polemik.
Saat ini, BEM Universitas Indonesia sedang
diperbincangkan diberbagai sudut. Sejumlah media berbasis Online mengenai
kritik an aktivis mahasiswa BEM UI yang menyebut Presiden Joko Widodo sebagai
"The king of Lip Service"
Dalam hal ini, kritikan yang viral di Media
sosial, Pihak Rektorat UI memanggil BEM UI untuk memberikan kalarifikasi.
'Berdasarkan tinjauan terkait sebuah konten yang dipublikasikan oleh pihak BEM UI
Dengan judul 'jokowi : "The king Of Lip Service" kami atas nama BEM
Malang Raya turut meninjau bahwa hal
tersebut menyajikan Fakta yang ada dan sejalan dengan segala
permasalahan yang ditemukan' Ujar Zulfikri, Selasa (29/6/2021).
Koordinator BEM Malang Raya mensurvei bahwa
apa yang dilakukan BEM UI melalui postingan juga merupakan kondisi nyata yang
terjadi di tengah ketegangan politik publik.
Tak hanya itu, Zulfikri menilai bahwa surat
panggilan yang yang dikirim oleh pihak Birokrat UI kepada BEM UI (27/06/2021)
merupakan gambaran kekecewaan akal dalam memahami kebebasan pendapat dan
artikulasi secara terbuka, baik secara lisan maupun tulisan.
Sesuai dengan konstitusi, hal itu juga
tertulis dalam Undang-Undang 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat dimuka umum, yang merupakan jaminan terhadap salah satu HAM
Kemerdekaan menyatakan pendapat secara
terbuka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 9 Tahun 1998 tentang
menyampaikan pendapat dimuka umum juga sesuai dengan: Undang-undang Dasar Tahun 1945 pasal 28 E
ayat 3 Pasal 9 penegasan universal.
Pihak Birokrat UI sebagai penyelenggara
pendidikan perlu memahami bahwa pendapat yang sifatnya korektif dan bersifat
substantif di mimbar terbuka adalah kemajuan cara hidup, analisis dan ke
intelektualan Bagi Mahasiswa.
Selain itu, tulisan-tulisan BEM UI juga
dibarengi dengan berita-berita yang dihadirkan dari berbagai media yang ada, penemuan
informasi juga penting karena bagian dari metodologi ilmiah yang dilakukan
mahasiswa, yang seharusnya perguruan tinggi sebagai lokus informasi dan ilmu
pengetahuan yang menjunjung tinggi prinsip mimbar akademik Tersebut.
“Apa yang dilakukan BEM UI tentunya sesuai
dengan realitas kekinian yang ada saat ini. Prinsip kebenaran merupakan nilai
yang masih harus dipatuhi mahasiswa saat ini dalam mengawasi dan mengoreksi
kinerja pemerintahan,” Ujar koordinator BEM Malang Raya.
SEKJEN Forum Komunikasi Studi Mahasiswa
Kekaryaan (FOKUSMAKER) Azka Aufary Ramli meninjau bahwa apa yang disampaikan
BEM UI merupakan kumpulan kekecewaan dari mahasiswa dan masyarakat Indonesia.
Karena itu, sikap Birokrat UI yang langsung melayangkan surat panggilan kepada
pihak BEM dinilai tidak
wajar.(29/06/2021)
Seperti yang ditunjukkan oleh Ketua BEM UI
Leon Alvinda Putra, jika dengan menyampaikan pendapat yang mengkritik penguasa
melalui media sosial, maka UU ITE siap mengancam
Jika menyuarakan pendapat melalui
pergerakan dan aksi-aksi turun lapangan, konflik dari aparat keamanan sulit
untuk dihindari.
"Memang, bahkan sekarang mimbar
akademik dikampus kerap kali diberangus.
Hal yang semacam ini seharusnya tidak boleh
berlanjut. Pembungkaman menyampaikan pendapat tidak boleh mendapatkan tempat di
negara ini." Ujar Leon.
Al hasil, setelah kita melihat dan
menyaksikan berbagai kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh rezim saat ini
justru kian hari kian ambruk dan tentunya sudah sangat otoriter. Dan semua itu
tidak akan selesai jika hanya mengandalkan sistem yang bathil, tentunya sebagai
bagian dari perjuangan demi tercapainya suatu perubahan yang gemilang, maka
harus disiapkan para pejuang-pejuang yang tangguh, dan menyongsong sistem yang
Haq, yakni dengan sistem yang disyariatkan oleh Allah dan rosul
Wallahu alam bissawwab