Work from Bali, Tipu-tipu Pemulihan Ekonomi



Oleh: Rany Setiani, S.KM

 

Hantaman pandemi covid 19 membuat pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara, termasuk menggenjot sektor pariwisata. Dilansir dari CNNIndonesia.com, Pemerintah akan mewajibkan 25 persen aparatur sipil negara (ASN) di tujuh kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari bali (work from Bali/WFB). Hal ini rencananya akan direalisasikan pada kuartal III 2021. Komitmen program WFB dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu.

Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi.

Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo R.M. Manuhutu, mengungkapkan kondisi perekonomian Bali yang masih tertekan menjadi salah satu alasan utama menggulirkan rencana Work From Bali. Diharapkan dengan adanya WFB mengoptimalkan pemulihan pariwisata dan transformasi Bali. Pasalnya sektor pariwisata menjadi tulang punggung perekonomian Bali dengan kontribusi sekitar 56 persen.

Pengiriman ASN ke Bali tentu akan menambah beban anggaran APBN. Alih-alih dapat memulihkan pariwisata di Bali, rencana ini dinilai menjadikan anggaran negara lebih boros. Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyatakan negara masih memiliki banyak kebutuhan yang seharusnya diutamakan ketimbang menggunakan anggaran untuk memberangkatkan ASN ke Bali (CNNIndonesia.com, 22/5/2021).

Selain itu, rencana ini berisiko terhadap penularan Covid-19. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi, vaksinasi bukan jaminan aman. Vaksin Sinovac misalnya, hanya memberikan kekebalan sekitar 60-70 % saja. Artinya, seseorang yang sudah divaksin masih bisa tertular covid-19, sekaligus menjadi spreader (penyebar) (senayan.post.com, 5/5/2021)

Pertanyaannya, apakah rencana pemerintah ini dapat menyelamatkan perekonomian rakyat atau justru menyelamatkan bisnis korporat? Pasalnya, sebanyak 16 hotel yang berada dalam Kawasan The Nusa Dua telah berkoordinasi dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengelola kawasan pariwisata The Nusa Dua Bali untuk bekerja sama dalam penyediaan akomodasi dan fasilitas hotel dengan Kemenko Marves (liputan6.com, 25/5/2021). Jamak diketahui bahwa kepemilikan hotel di Kawasan tersebut mayoritas dikuasai pengusaha asing. Investasi sektor pariwisata di Bali lebih didominasi pemodal asing. Haruskah kepentingan rakyat dikorbankan demi keberpihakan negara kepada pengusaha?

Rakyat saat ini masih saja menanggung beban kehidupan, ditambah dampak pandemi covid yang menjadikan kehidupan semakin menghimpit. Sementara rakyat hanya bisa gigit jari melihat pemerintah sibuk memenuhi permintaan korporasi. Alih-alih mengurusi kebutuhan rakyat, anggaran APBN justru mengalir deras pada korporasi. Inilah model negara yang terlahir dari sistem demokrasi kapitalisme.

Sungguh permasalahan yang ada di negeri ini tidak akan mungkin tuntas jika pemerintah masih mengikuti arahan kapitalisme, dimana sistem ini malah menjauhkan umat dari aturan sang Pencipta, Allah SWT.

Hanya Islam lah yang mampu melahirkan pemimpin yang mencintai umat, dan bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan urusan umat. Sudah saatnya Islam menjadi solusi atas berbagai persoalan tidak hanya di negeri ini bahkan di seluruh dunia. Islam lah satu-satunya sistem yang akan membawa rahmat bagi seluruh umat manusia serta akan melahirkan peradaban mulia.

Waallahu'alam bi ash-shawwab

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak