Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Pemerintah tengah mencanangkan program work from Bali (WFB) guna membantu sektor pariwisata di Pulau Dewata. Melansir Kompas.com, Sabtu (22/5/2021), hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Odo R.M. Manuhutu dalam konferensi pers, Sabtu. Lebih lanjut, Odo menyampaikan bahwa adanya program WFB akan memberikan kontribusi untuk perkembangan pariwisata di Bali perlahan bangkit.
Pada pemberitaan Kompas.com pada Sabtu (29/5/2021), pemerintah telah memutuskan bahwa lokasi WFB atau program ASN kerja dari Bali adalah kawasan Nusa Dua. Adapun, The Nusa Dua Bali merupakan kawasan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Bali Putu Astawa mengatakan, pihaknya mengapresiasi segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap Bali.
Sementara itu, pemerintah sendiri akan mewajibkan 25 persen aparatur sipil negara (ASN) di tujuh kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari bali (work from Bali/WFB). Program ini diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan untuk memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Komitmen program WFB dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu. (www.cnnindonesia.com/23/05/21).
Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi. (www.cnnindonesia.com/23/05/21).
Sebagai rakyat kecil yang sudah kenyang dengan berbagai wacana dan kebijakan pemerintah yang kadang kurang bisa dipahami, kebijakan kali ini pun sangat sulit dimengerti. bukankah memberangkatkan ASN yang ada di tujuh kementerian (meskipun dikatakan hanya sebagian), tetap saja membutuhkan anggaran APBN yang besar? Padahal relevansinya terhadap pariwisata belum tentu tercapai. Sementara di sisi lain, defisit anggaran selalu digaungkan. Alangkah lebih baik pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang terus melonjak naik akibat pandemi? Dan yang juga jadi pertanyaan, kalau yang dibahas adalah tentang PHK, bukankah tidak hanya ada di Bali? Kenapa hanya Bali yang jadi pertimbangannya?
Wajar, jika akhirnya banyak rakyat yang bertanya kenapa? Anggaran jelas terkuras, sementara hasilnya belum jelas. Mestinya penguasa negeri ini lebih cermat lagi dalam mengambil keputusan agar tidak menguntungkan sebagian pihak dan merugikan banyak pihak dalam hal ini rakyat seluruhnya.
Demikianlah ironi yang dipertontonkan secara nyata di negeri ini. Inilah akibat dari dicampakkannya aturan Allah Swt.. Inilah jadinya, jika tata kelola negara tak disandarkan pada aturan Sang Pencipta.
Kita tengok Islam, aturan dari snag pencipta yang diterpakan nyata membawa kemaslahatan. 3,5 abad bukan waktu yang isngkat untuk sebuah peradaban. Demikianlah dalam islam, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah Islam. Seorang yang lemah akalnya pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan.
Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya sedikit-banyak pasti akan menyusahkan rakyatnya. Ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak pada Hari Akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya.
Selain itu, terkait kebijakan meningkatkan ekonomi selama pandemi tentu tidak hanya dengan menggenjot pariwisata, masih banyak sektor lainnya yang lebih menguntungkan dan tentu saja tidak membahayakan rakyatnya. Misalkan saja sektor pertanian dan peternakan, mengapa tidak digalakkan? Sektor sumber daya alam mengapa tidak dikelola sendiri ketimbang membaginya dengan korporasi? Serta sektor – sektor lainnya. Sistem ekonomi sejatinya juga tidak bisa berdiri sendiri, dia trekait dengan sistem – sistem lainnya, seperti politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan hubungan luar negeri. Sehingga jika mau memperbaiki ekonomi negeri ini di masa pandemi, kita harus mau bervikir revolusioner. Karena nyata, semua linikehidupan kita saat ini, butuh untuk diperbaiki. Wallahu a’lam bi ash showab.