Oleh Hasni Surahman
(Mahasiswa dan Member AMK)
Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengingatkan kembali bahwa hilangnya Nanggala adalah "insiden serius ketiga pada armada TNI AL". Kasus ini menurutnya menyingkap kembali permasalahan pengelolaan alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia. Ada dua KRI lain yang mengalami insiden selain Nanggala, yaitu KRI Rencong-622 buatan Korea Selatan tahun 1979 yang terbakar dan tenggelam di Papua Barat pada September 2018; kemudian KRI Teluk Jakarta-541 buatan Jerman Timur tahun 1979 tenggelam di Jawa Timur pada Juli 2020 ( Tirto.id, 23/4/2021 ) .
Artinya bahwa dari sederet insiden yang di alami beberapa kapal selam termasuk Nanggala, memang mengkonfirmasi bahwa negara ini memang memandang sebelah mata dan tidak serius mengatasi masalah Alutsista.
Padahal seharusnya sebagai negara yang di kenal sebagai negeri Maritim dengan luas Sekitar 62% , memiliki sekitar 17.500 pulau, bergaris pantai sepanjang 81.000 km, menyimpan kekayaan laut yang melimpah ruah ( Tuna, Cakalang, Kepiting, Cumi, Rumput Laut ) yang memiliki nilai ekspor yang meningkat.
Dengan kekayaan yang melimpah ruah ini, tentunya negeri kita akan menjadi ajang rebutan kepentingan negara- negara besar.
Sehingga negara berkewajiban meningkatkan masalah keamanan dan kelayakan Alutsista sebab jika kesalahan prioritas Alutsista berdampak pada masalah nyawa dan keselamatan banyak orang terutama para ksatria ( Prajurit) hebat yang menjaga negeri ini.
Bukan sibuk menggelontorkan dana besar untuk pembangunan infrastruktur hasilnya pun nihil dan terbengkalai contohnya Bandara Kartajati, Majalengka tidak berfungsi secara optimal dan malah ditawarkan ke para pemilik modal (Asing).
Sehingga peristiwa tenggelamnya kapal selam Nanggala ini menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, pada masalah Alutsista termasuk juga menjawab apakah alokasi anggaran sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan perawatan Alutsista yang sudah tua dan upaya pemeliharaan dan perawatan yang maksimal.
Bagaimana Khilafah Mengurus Alutsista?
Negara itu hakikatnya sebagai perisai (Junnah), dan pelayan yang siap melayani seluruh lapisan masyarakat.
Negara berkewajiban menjaga ketahanan SDA dan SDM, pun negara berkewajiban menggelontorkan dana guna menguatkan sarana prasarana Alutsista (Laut, udara, darat ), sebab Khilafah memahami betul tugasnya dalam menjaga keselamatan jiwa warganya.
Dalam Islam menjaga wilayah perbatasan memiliki keutamaan dan ganjaran yang begitu besar seperti yang dijelaskan dalam hadis Nabi saw.
Diriwayatkan dari Abu Ammah, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya salat seorang murabith setara dengan lima ratus salat. Mengeluarkan biaya satu dinar dan satu dirham untuk itu (ribath) lebih utama dari tujuh ratus dinar yang dia nafkahkan untuk selain keperluan ribath.” (HR Al-Bayhaqiy dalam kitab Syu’abul Iman
Sementara itu, dalam hadis marfu’ dengan sanad tsiqah disebutkan, “Barang siapa mati dalam menjaga perbatasan di jalan Allah Swt, ia aman dari kemelut fitnah yang besar.”
Khilafah menempatkan pasukan yang mejaga wilayah perbatasan yang telah di lengkapi dengan persenjataan yang siap menjaga daerah- daerah perbatasan dengan Darul Kufur (negara musuh).
Tentu kehadiran khilafah selalu menjadi dambaan bagi kaum muslimin yang terbukti mampu mengatasi segala problem.
Sehingga momentum bulan suci Ramadan ini marilah kita mempelajari memahami syariat ini dan menerapkan dalam hidup dan kehidupan dalam bingkai Khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab.