Oleh: Ilmi Mumtahanah
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Kementerian Agama RI resmi mengumumkan bahwa tahun 2021 ini tidak ada keberangkatan jemaah haji asal Indonesia. Hal ini dilakukan guna menjaga dan melindungi WNI, baik di dalam maupun luar negeri.
Kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 yang sempat mengalami lonjakan pasca libur lebaran kemarin. Dengan adanya kebijakan ini, maka jemaah haji asal Indonesia batal berangkat untuk kedua kalinya setelah larangan pertama diberikan pada 2020 lalu (CNBCIndonesia.com, 06/06/2021).
Pun, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut. Keputusan ini merupakan keputusan final setelah mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi.
Selain itu, alasan pemerintah untuk membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun ini menurutnya adalah karena Kerajaan Arab Saudi yang juga belum membuka akses layanan penyelenggara ibadah haji tahun 2021. Akibat kasus Covid-19, Arab Saudi juga belum mengundang Indonesia untuk menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan haji.
Pembatalan memberangkatkan jemaah untuk ibadah Haji 2021 menuai beragam reaksi dari berbagai elemen masyarakat, salah satunya dari politisi Indonesia Mardani Ali Sera. Mardani menyebut bahwa negara Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, oleh karenanya ia meminta pemerintah pusat mengusahakan agar ibadah haji bisa dilaksanakan (Pikiran-Rakyat.com, 06/06/2021).
Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan rasa ibanya melihat para jemaah yang telah menunggu untuk berangkat haji, tetapi sayangnya harus menelan pil pahit atas keputusan pemerintah tersebut.
Menilik pembatalan haji untuk yang kedua kalinya ini, mungkinkah karena pemerintah tidak mau direpotkan dengan konsekuensi menyelenggarakan/melayani jamaah di era pandemik (dengan protokol yang lebih berat) atau justru ingin mengambil untung dari dana masyarakat yang tertahan karena tidak jadi diberangkatkan? Semoga tidak demikian.
Mengingat, imbasnya, pascakeputusan pembatalan pemberangkatan ibadah haji tahun ini oleh Menag, kini suasana batin para calon jamaah haji campur aduk. Sangat dimungkinkan ada calon jamaah haji yang menerima dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, namun sangat dimungkinkan pula ada yang belum menerima sepenuhnya keputusan pemerintah tersebut mengingat telah belasan tahun antriannya untuk menunggu keberangkatan. Keinginan mereka untuk beribadah ke Baitullah terhalang oleh kebijakan negara.
Padahal, dalam Islam, negara adalah penanggung jawab berbagai urusan rakyatnya. Demikian pula dalam masalah ibadah haji, termasuk tanggung jawab negara untuk membantu, memfasilitasi, memudahkan, dan menghilangkan berbagai kendala. Rasulullah ﷺ mengabarkan pada kita melalui sabdanya, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Pemimpin yang memahami hadis ini dengan benar akan hati-hati dalam menjalankan semua perkara yang menjadi amanahnya. Dia akan menunaikannya secara sempurna dan penuh kesungguhan supaya mendapatkan kebaikan dari doa Rasulullah ﷺ dan terhindar dari keburukannya.
"Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia." (HR. Muslim).
Jangan sampai kesulitan untuk menunaikan ibadah haji yang terjadi dua kali secara berurutan akan mengundang jawaban Allah atas doa tersebut. Wallahu 'alam bisshawab.