Tak Ada Makan Siang Gratis dalam Sistem Kapitalis




Oleh: Rindoe Arrayah

             Hingga kini peristiwa pengangkatan Gitaris Slank, Abdee menjadi Komisaris PT Telkom Indonesia  masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pastinya, memunculkan pro kontra dikarenakan sosok Abdee yang tidak memiliki background yang mumpuni di bidang yang dipercayakan saat ini.

Namun, pemerintah tetap berusaha untuk meyakinkan masyarakat tentang kelayakan Abdee Slank menduduki jabatan barunya. Sebagaimana diungkapkan Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman. Dirinya menilai penunjukan Abdi Negara atau Abdee Slank menjadi Komisaris PT Telkom Indonesia merupakan keputusan tepat. Fadjroel mengatakan penunjukan Abdee sudah sesuai rekam jejak. “Sangat tepat, sesuai dengan jejak profesionalitas Abdee,” kata Fadjroel Rachman lewat pesan singkat, Minggu (30/5/2021).

Lain halnya dengan Ketua DPP PKS, Bukhori Yusuf menyebut penempatan Abdee Slank sebagai komisaris hanya akan merugikan Telkom karena latar belakang profesinya yang tidak sesuai. “Ini jelas merugikan Telkom, karena tidak sesuai dengan profesi yang dijabatnya sebagai komisaris dan jika Telkom dirugikan, negara yang akan dirugikan,” kata Bukhori.

Bukhori lantas menyinggung orang yang selama ini berada di balik pemenangan Jokowi di Pilpres 2019 kerap mendapat posisi. Dia menilai hal itu akan merusak tatanan pemerintahan (detiknews.com/30/5/2021).

Seperti inilah potret buram yang tampak, manakala kehidupan kita diatur dengan sistem Kapitalisme-Sekularisme yang telah nyata kerusakannya sejak kemunculannya. Sehingga, tidak akan pernah bisa mengantarkan manusia menuju kebangkitan dalam kehidupan. Justru sebaliknya, kondisi umat manusia akan semakin mengalami keterpurukan.


Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘Bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari)

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa seorang pejabat negara harus memiliki tiga kriteria penting yaitu al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaa) dan al-rifq bi ar-ra'iyyah (lembut kepada rakyat).

Al-quwwah (kekuatan) adalah kekuatan 'aqliyyah dan nafsiyyah. Maksud dari kekuatan 'aqliyyah adalah seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah Islam. Seorang yang lemah akalnya pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan- urusan rakyatnya. Lebih dari itu ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan. 

Pemimpin yang memiliki kekuatan akal pasti mampu menelurkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya pemimpin yang lemah akalnya sedikit banyak pasti akan menyusahkan rakyatnya.

Seorang pemimpin juga harus memiliki kekuatan nafsiyyah atau kejiwaan semacam sabar tidak tergesa-gesa, tidak emosional dan lain sebagainya. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya cenderung akan mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pemimpin semacam ini tentu akan semakin menyusahkan dan  menyesakkan rakyat yang dipimpinnya.

At-taqwa (ketakwaan),t akwa adalah satu sifat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin maupun penguasa. Pemimpin yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung  mentaati aturan Allah Swt. Ia akan berusaha berjalan lurus sesuai dengan syariat Islam dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkan hukum-hukum Allah Swt. Ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak pada hari akhir. Oleh karena itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya.

Hal ini berbeda dengan pemimpin yang tidak bertakwa. Ia condong untuk menggunakan kekuasaannya untuk menindas, menzalimi dan memperkaya diri dan golongannya. Pemimpin seperti ini merupakan sumber fitnah dan penderitaan.

Al-rifq bi ar-ra'iyyah (lembut kepada rakyat). Pemimpin harus bersikap lemah lembut tatkala bergaul dengan rakyatnya. Sifat ini sangat di tekankan oleh Rasulullah Saw. Dengan sifat ini pemimpin akan semakin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Aisyah ra. berkata, 

"Saya mendengar Rasulullah Saw. berdoa di rumah ini, " Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus umatku kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya." (HR. Muslim)
             
Dari sini, bisa ditarik garis merah bahwa prinsip  kepemimpinan dalam Islam menghendaki sosok pemimpin atau pejabat yang benar-benar mampu dalam memangku jabatan secara adil,amanah dan penuh tanggung jawab. Dengan begitu, sosok pemimpin tersebut  diharapkan bisa merealisasikan apa yang telah menjadi target jabatannya, serta mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak