Oleh: Annisa Utami
(Aktivis remaja serdang bedagai)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR menyebut akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai dan penceramah. Sertifikasi ini dilakukan dalam rangka penguatan moderasi beragama.
Hal ini di lakukan untuk membuat deradikalisasi beragama atau untuk modrenisasi beragama. Juga bertujuan untuk menampilkan Islam yang ramah, toleran, dan tidak kaku. Yaitu lawannya radikalisasi beragama.
Di lansir dari JAKARTA, AYOBANDUNG.COM -- Ketua Umum Ikatan Dai Seluruh Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori mengingatkan bahwa jangan sampai ada syahwat-syahwat dari golongan tertentu dalam sertifikasi dai berwawasan kebangsaan. Sertifikasi dai dinilai harus bertujuan hanya karena Allah SWT.
Menurut dia, hadirnya sertifikasi dai berwawasan kebangsaan pada hakikatnya adalah bagus. Asalkan tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi dai, dapat menjadikan rakyat Indonesia mengerti mengenai Islam dan bangsa, serta dapat memperkuat persatuan NKRI. Namun apabila tujuan dari sertifikasi tersebut hanyalah ‘titipan’ dari golongan-golongan tertentu, ia pun menyayangkan hal tersebut.
Pada hakikatnya hal ini bukan untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dakwah. Melainkan hanya untuk kepentingan satu pihak tertentu saja. Program ini hanyalah penerjemah dari agenda global untuk memusuhi dakwah Islam Kaffah. Yaitu dakwah yang senantiasa mengajak kembali umat kepada penerapan kembali Islam sebagai sistem kehidupan. Dan senantiasa melakukan amar ma’ruf kepada siapa pun tanpa terkecuali, termasuk kepada para penguasa.
Maka dengan program ini boleh jadi, para dai dan ulama di arahkan untuk mendakwahkan kepentingan rezim. Bahkan lebih dari itu, program sertifikasi ini berpotensi membungkam sikap kritis para dai yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan membongkar makar-makar serta agenda busuk para kapitalis global yang menjerat negeri ini.
Sejatinya dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak membutuhkan sertifikasi, tapi membutuhkan konsistensi dan realisasi. Sebab Rasulullah SAW. bersabda “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari). Dari hadis tersebut sudah jelas, bahwa dakwah adalah kewajiban yang tidak memerlukan sertifikasi dari siapa pun.
Tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban. Tidak boleh hanya memilih salah satunya saja. Tidak boleh hanya menyampaikan kebaikan saja dan membiarkan kemungkaran. Itu bukanlah sikap dai sejati. Bukan pula menjadi corong legalisasi atas kebijakan penguasa. Jika kebijakan penguasa itu terkti merugikan dan mendzolimi rakyat, tentu amar ma’ruf nahi munkar di wajibkan atas ini. Dalam hadis Rasulullah SAW. bersabda "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman."
Oleh karena itu, seharusnya pemerintah tidak bersibuk diridengan pesan modrenisasi dan sertifikasi dai. Lebih baik membuat program yang bisa membina umat dengan pemahaman Islam yang benar dan lurus, yaitu sesuai dengan al-quran dan hadis. Sehingga generasi tidak terjerumus kepada lubang pemikiran asing yang merusak.
Dan seharusnya program yang di buat adalah untuk mengarahan dan memaksimalkan potensi para dai untuk menyiarkan islam yang benar ini sebagai jalan hidup yang wajib di ambil oleh semua hamba Allah. Yakni Islam kaffah yang di tuntun oleh Allah swt.