Oleh: Fina
Fadilah Siregar
Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut beberapa hal
yang menyebabkan gerai ritel modern tutup di masa pandemi covid-19, salah satunya
disebabkan tingkat konsumsi di daerah tersebut rendah. "Aprindo menyatakan
prihatin dan berduka terhadap anggota Aprindo (Hero Supermarket) yang harus
menutup gerai Giant-nya, karena kondisi terdampak pandemi covid-19 juga
penyebab mobilitas berkurang, seperti adanya PSBB dan PPKM dan rendahnya daya
beli,” kata Roy kepada Liputan6.com, Selasa (25/5/2021).
Menurutnya, selain adanya pembatasan
aktivitas, penutupan gerai ritel modern juga disebabkan tergerusnya konsumsi
masyarakat di wilayah gerai itu tutup. Karena konsumen yang biasa berbelanja
akhirnya menunda belanja. “Ataupun konsumen mengalihkan belanja yang sifatnya
mungkin pembeliannya tidak sebanyak hypermarket itu buka. Karena hypermarket
itu suatu ritel modern yang sangat lengkap,” ujarnya.
Mandey mengatakan dampak dari penutupan gerai
ritel modern adalah meningkatnya potensi
kehilangan daya beli di wilayah tersebut dari pekerja yang di PHK. Otomatis
orang yang terkena PHK akan kehilangan daya belinya, sehingga mereka akan
mencari pekerjaan baru dan setelah itu mereka akan menekan belanja
Dampak lain atas
tutupnya gerai ritel modern juga bisa menghilangkan pendapatan negara sebab
pengurangan gerai. Selain itu, retribusi pendapatan daerah juga akan hilang.
Lantaran yang namanya pajak reklame itu sudah tidak mungkin ada lagi, pajak air
dan tanah, dan lain sebagainya karena tutup,” Kata Roy kepada Liputan6.com,
Selasa (25/5/2021).
Terkahir adalah peritel akan kehilangan
investasinya, artinya belum sempat ditolong mau tidak mau maka menimbulkan
kerugian bagi korporasi. Kerugian
korporasi itu bisa berdampak kepada menghilangkan investasi, padahal
investasi sedang dibutuhkan,” ujarnya.
Kini, dampak pandemi pada sektor ritel
semakin nyata. Mulai dari perusahaan ritel modern yang gulung tikar, gelombang
PHK massal dan dampak lain yang ikut menyertai, diantaranya menghilangkan
pendapatan negara yang disebabkan karena hilangnya retribusi daerah serta para
peritel yang juga kehilangan investasinya.
Hal tersebut adalah bukti nyata collapsnya
ekonomi kapitalis dalam menghadapi pandemi. Tak ada yang mampu bertahan,
termasuk perusahaan ritel modern yang besar sekalipun, sehingga para peritel
dan karyawan bahkan negara harus menelan pil pahit akibat perusahaan ritel yang
gulung tikar.
Lantas, siapakah yang
bertanggung jawab atas gulung tikarnya perusahaan ritel modern ini? Tentulah
tak lain dan tak bukan adalah negara. Selama negara ini masih menggunakan
sistem ekonomi kapitalis, maka mustahil akan terjadinya kestabilan ekonomi,
apalagi ditengah masa pandemi seperti saat ini. Bagaimana perusahaan ritel bisa
bertahan bila daya beli masyarakat menurun? Maka tak heran bila perusahaan
ritel besar sekalipun akan collaps.
Satu-satunya solusi atas masalah ini adalah
penerapan sistem ekonomi Islam karena Khalifah (pemimpin) dalam sistem
pemerintahan Islam benar-benar menjadi periayah bagi umat dalam segala bidang,
termasuk sistem ekonomi. Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan dan
keadilan bagi seluruh masyarakat dan pelaku usaha meski dalam kondisi sulit sekalipun,
termasuk dalam situasi adanya pandemi. Masyarakat senantiasa dalam keadaan yang
terpenuhi segala kebutuhannya dan para pelaku usaha diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mengelola usahanya, tentunya dengan cara-cara yang
dibenarkan dalam Islam sehingga berbagai bidang usaha perekonomiannya akan
tetap stabil. yang tentunya berbeda dengan kebijakan yang diterapkan pada
sistem ekonomi kapitalis yang hanya mementingkan kepentingan sekelompok pihak tertentu,
sehingga banyak perusahaan yang gulung tikar.
Jadi hanya
dengan sistem Islamlah semua permasalahan dapat teratasi, yakni dalam
satu negara yang benar-benar menerapkan Islam secara kaffah. Negara itu adalah
Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bish showab.