Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I., Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Menjadi pegawai negeri
merupakan harapan masyarakat dalam memperoleh pekerjaan. Begitu pula yang dirasakan
oleh instansi KPK disaat akan ada proses alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN), karena pegawai yang lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yang bisa menjadi ASN.
Tes yang
diikuti 1.351 pegawai KPK dan yang tidak memenuhi syarat
75 orang, salah satunya Novel
Baswedan anggota KPK yang sudah mengorbankan penglihatannya sehingga tidak
dapat melihat lagi dengan sempurna karena disiram air keras saat bertugas
memberantas korupsi sampai tingkat pejabat. Sungguh ironis. Wajar bila Novel baswedan
tidak lulus tes karena tidak bisa menjawab materi soal TWK KPK karena ia hanya bisa menjawab siapa pejabat yang
korupsi di negari ini.
Namun, dalam soal TWK sejumlah
pegawai KPK mengungkapkan ada keanehan. Salah satunya adalah
pertanyaan yang tidak sesuai dengan kepentingan kebangsaan. Misalnya,
pertanyaan terkait doa Qunut atau sikap terhadap LGBT (lesbian, gay, biseksual,
dan transgender). Melakukan tes dengan materi qunut tidaklah wajar karena itu
wilayah amalan
ibadah sebagian Muslim
, jika dihubungkan tidak ada korelasinya
dengan tes wawasan kebangsaan. Apakah
bila tidak hafal baca Qunut berarti tidak memiliki nilai kebangsaan? Atau hafal
Qunut berarti radikal?
Pertanyaan tes KPK membuat rancu.
Kira-kira relevankah materi ujian tes
dengan tugas KPK? Sudah pasti ini tidak ada relevansi antara soal TWK dengan
kompetensi jabatan yang diemban oleh staf KPK. Apa motivasi soal-soal itu digunakan? Ini perlu diklarifikasi
oleh KPK. Jika benar, soal-soal semacam ada, untuk apa digunakan? Karena setiap tes itu ada
target yang ingin dicapai, maka perlu
penjelasan pimpinan KPK sebagai konfirmasi agar tidak ada prasangka dan
kerancuan di balik
kejadian ini.
Semua itu menimbulkan
banyak dugaan. Diduga
tes tersebut digunakan untuk menyeleksi ulang pegawai KPK. Jika staf KPK yang ditangannya
memegang data koruptor kakap yang siap ditangkap kemungkinan dia tidak akan
lulus tes menjadi ASN. Astagfirullah.
Sebenarnya, perintah
undang-undang adalah pengalihan, bukan seleksi ulang. Walaupun sampai saat ini
kita belum tahu apakah mereka yang tidak lulus tesakan dipecat atau tidak. Tapi
arahnya sudah dapat dibaca ke arah sana. Bila
kita cermati, menjadi
pegawai KPK sudah melalui proses seleksi yang cukup ketat, sehingga hanya perlu
pengalihan status. Artinya, mereka sudah dianggap layak menjadi ASN.
Pada prinsipnya perubahan hukum suatu
lembaga tidak boleh merugikan orang yang sudah berada di dalamnya. Harusnya hal
ini tidaklah harus rumit, karena
perintah UU, tidak boleh merugikan mereka, baik pegawai tetap maupun tidak
tetap. Lagi-lagi pembuktian yang nyata bahwa hukum manusia tidaklah memberikan
keadilan bagi setiap penganutnya.
KPK sebagai
penyelenggara dan penyusun
soal TWK adalah ketua KPK yang membebastugaskan 75 pegawai yang tidak lulus tes wawasan
kebangsaan. Kekecewaan pun dirasakan Novel
Baswedan, sehingga ia plesetkan
slogan KPK menjadi berani, jujur dan pecat.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Abraham Samad mengatakan akan
ada lagi sanksi
bagi pelaku Operasi Tangkap Tangan (OTT) sekelas menteri di KPK. Ia merasa ada skenario untuk
menyingkirkan 75 pegawai senior KPK yang gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).
Sebab, tersebar isu 75 pegawai itu terancam pemecatan lantaran tidak lolos tes.
"Saya tidak bisa membayangkan kalau mereka semua ini disingkirkan, apakah
masih ada OTT sekelas menteri," ujar Abraham saat berbicara di diskusi
Polemik Trijaya ‘Dramaturgi
KPK’, Sabtu (8/5/2021).
Menurut Abraham,
75 pegawai KPK itu memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi. Mereka adalah orang-orang
yang tegak lurus dan tetap menjaga marwah KPK. Ia curiga, diduga ada skenario untuk menyingkirkan
mereka. Pasalnya, sejak revisi
UU (KPK) ada semacam tujuan untuk 'menyingkirkan' pegawai-pegawai KPK yang berintegritas, karena 75 orang ini dikenal
tanpa kompromi memberantas korupsi, tanpa pandang bulu, orang-orang yang kita
harapkan masih bisa menjaga marwah KPK.
Yang lebih menimbulkan rumor adanya
kecurigaan pegawai KPK yang
tak lolos tes ASN
adalah anggota KPK yang sedang bertugas pimpin OTT
Bupati Nganjuk dan disanksikan bakal ada lagi OTT sekelas menteri di KPK.
Problem bangsa saat ini adalah korupsi yang sudah terbukti sangat kronis dan
diperlukan amputasi untuk memotong alur koruptor yang kian menjalar, yang
terjadi mulai dari pejabat daerah hingga pusat. Namun anehnya tes seleksi pegawai lembaga anti korupsi malah
bersandar pada pandangan keagamaan yang diklaim radikal. Apakah ajaran agama
yang dipraktikkan konsisten menghalangi pemberantasan korupsi? Menandakan negeri ini masih
menganut fobia Islam, khawatir aparatur
negara taat dengan ajaran Islam yang selalu berada di jalan lurus menjadi
penghambat berjalannya korupsi secara bebas. Astagfirullah...[]