Oleh :
Raya
Tanggal 16 Juni lalu MNC Lido City mendapatkan
status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 69 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Dengan
penerbitan PP terkait KEK Pariwisata tersebut, para investor dan seluruh pelaku
usaha dalam KEK MNC Lido City mendapatkan insentif pajak berupa pembebasan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), PPh Badan,
Cukai, dan Bea Masuk Impor serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu
lintas barang.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas
Trisakti Trubus Rahadiansyah menduga ada kongkalikong dalam penunjukan MNC Lido
City ini dan ada persekongkolan yang tujuannya memberikan privilege tersendiri,
karena pemilik Lido memiliki kaitan erat dengan pemerintah. MNC Group dimiliki
Hary Tanoesoedibjo, seorang pengusaha, politisi, Menteri. Sementara
anaknya, Angela Tanoe, saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif.
Di sistem kapitalisme seperti sekarang ini,
terjadi hubungan yang kentara antara kekuatan bisnis dengan kekuatan politik
transaksional. Sehingga, pemerintah tidak menjalankan negara berdasarkan rule
of law, melainkan peran oligarki. Di mana oligarki ini mampu menekan
pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang dapat memberikan lampu hijau
terhadap bisnis mereka.
Harapan bahwa KEK pariwisata akan mampu menyerap
tenaga kerja ternyata jauh dari kenyataan. Bisnis wisata kelas dunia seperti
ini membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan fasih berbahasa Inggris yang
pada kenyataannya menurut data Biru Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi mencatat
tingkat pendidikan pencari kerja di mana sebanyak 19.882 orang adalah lulusan
SMU, dan 2,971 orang lulusan SMP. Di mana semua orang dengan tingkat pendidikan
tersebut tidak memiliki kualifikasi dan juga keahlian yang dibutuhkan dalam
megaproyek MNC Lido City.
Tak hanya itu pula, data di lapangan menunjukkan
bawa proyek tersebut tidak ada hubungannya dengan peningkatan ekonomi warga
melainkan menjadi hilangnya mata pencaharian penduduk yang didominasi sebagai
petani. Penduduk membayangkan masa depan di mana tanah garapan mereka hilang, krisis air tanah
terjadi berkepanjangan sehingga menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah hingga
potensi kekeringan ketika kemarau tiba. Dari
fakta tersebut dapat diketahui bahwa MNC
Lido City adalah praktik nyata korporatokrasi yang merujuk pada
perusahaan-perusahaan besar yang mendominasi bahkan dapat dikatakan
mengendalikan pemerintahan.
Hal-hal seperti itu tidak mungkin terjadi di dalam
sistem pemerintahan Islam. Karena peradaban Islam dilandaskan pada ideologi
Islam yang sahih dan benar. Ideologi yang bersumber dari wahyu Allah, Zat
Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan. Dalam pandangan Islam,
pembangunan adalah prasarana yang dibuat demi kemaslahatan umat. Sehingga
pembangunannya tak berpusat pada sentra ekonomi, tapi menyebar merata pada
setiap pemukiman warga. Maka, pembangunan di kota dan di desa tidak akan
timpang seperti kondisi saat ini. Pembiayaan pembangunan yang besar bukan
berasal dari investasi asing atau utang, tapi dari Baitulmal.
Sistem ekonomi Islam menjadikan Baitulmal yang
dikelola negara sebagai jantung peredaran perekonomian. Berbeda dengan sistem
kapitalisme yang menjadikan jantung perekonomiannya pada perbankan dan pasar
modal, serta pembangunan bisnis privat yang mana dari sini sudah terlihat
minimnya peran negara.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa KEK
pariwisata ini terdapat kekuasaan asing yang terwujud pada dikte-dikte
strategis lembaga dunia dan negara besar, ataupun aliran utang, modal dan
investasi. Padahal, syariat Islam melarang pembiaran asing berkuasa atas kaum
mukminin. Konsekuensinya, Khilafah tidak akan membiarkan celah bagi asing
terbuka, sekalipun hanya kerja sama bisnis pariwisata. Khilafah juga tak akan
membiarkan infiltrasi nilai yang merusak akidah dan akhlak umat.
Di dalam Islam, pariwisata bukanlah sumber devisa
utama, sehingga permisif demi menggenjot pemasukan. Negara mengandalkan sumber
devisa utama dari pos fai-kharaj, kepemilikan umum dan pos sedekah.
Lebih dari itu, tujuan utama dipertahankannya pariwisata adalah sebagai sarana
dakwah dan di’ayah (propaganda).
Bagi para kapitalis untung dan rugi adalah aspek
utama yang harus dipertimbangkan. Karenanya, bergantung terhadap sistem selain
daripada Islam tidak akan memberikan kemaslahatan bagi umat. Hanya dalam sistem
ekonomi Islam, pembangunan infrastruktur ditujukan untuk kemaslahatan umat, dan
sistem pemerintahan Khilafah yang akan menerapkannya secara kaffah.
Referensi:
https://www.muslimahnews.com/2019/12/03/layakkah-berharap-pada-kapitalisme/
https://www.muslimahnews.com/2021/03/09/megaproyek-mnc-lido-city-berkah-atau-musibah/
https://www.muslimahnews.com/2020/01/09/bencana-banjir-mematikan/
https://www.muslimahnews.com/2021/03/07/amankah-pembangunan-infrastruktur-dengan-investasi/
https://www.muslimahnews.com/2018/12/30/daulat-asing-di-balik-pariwisata/