POLEMIK PPN PENDIDIKAN DI SISTEM KUFUR, MERESAHKAN!



Oleh: Fatimah Yulia az-Zahra


Beberapa hari yang lalu,  Indonesia dikejutkan dengan rencana  penerapan pajak bagi pendidikan. Perencanaan pengenaan pajak tersebut tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum  dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam aturan ini, unit pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tidak terkena pajak pertambahan nilai. Hal ini berarti bahwa jasa pendidikan akan dibebankan dengan PPN jika revisi UU KUP tersebut disahkan.


Dengan disahkannya kebijakan tersebut maka akan berakibat pada kenaikan biaya sekolah yang akan berdampak pada mahalnya biaya pendidikan, ketidaksanggupan orang tua dalam membayar biaya tersebut, sehingga dapat menyebabkan putus sekolah bagi para siswa dari keluarga tidak mampu. Sebagaimana dikutip dari tirto.id  Ubaid mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan memberikan peluang besar bagi keluarga yang tingkat ekonominya diatas rata-rata, sementara keluarga yang dapat dibilang miskin seakan tidak diperkenankan untuk mengenyam dunia pendidikan. 


“Tanpa disadari, seakan kebijakan ini memberikan karpet merah bagi Si kaya, sementara orang miskin dilarang sekolah,” kata Ubaid. Beliau juga menambahkan bahwa pemerintah wajib memfasilitasi warganya dalam hal pendidikan. “Bukan kewajiban warga untuk membayar sekolah. Tapi negaralah yang harus memfasilitasi warganya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas,” tambahnya.


Dampak lain dari kebijakan ini adalah terciptanya ketidakadilan bagi masyarakat kecil karena semakin sulit bagi mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Yang dalam keseharian mereka saja untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makan itu sudah sangatlah sulit, apalagi ditambah dengan pembebanan pajak ini kepada wali siswa. Sementara dalam UUD 1945 pasal 31 sendiri terdapat amanah pemerintah terkait pembiayaan kepada warganya.


Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah turut memberikan kritik terkait kebijakan pemerintah tentang penerapan pajak di bidang pendidikan.  Dia mengatakan bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab dalam hal membiayai pendidikan warganya. 


Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. Menurutnya sebaiknya jasa pendidikan tidak termasuk dalam objek kena pajak. “Kami memahami jika 85 persen pendapatan negara tergantung pada sektor pajak. Kendati demikian pemerintah harusnya berhati-hati untuk memasukkan sektor pendidikan sebagai objek pajak,” kata Huda dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/06/2021).
Polemik seperti inilah yang akan senantiasa mewarnai kehidupan kita di sistem sekuler kapitalis, ketika aturan Allah diabaikan dan lebih condong pada aturan yang dibuat manusia yang pada hakikatnya memiliki keterbatasan salah satunya terkait bagaimana seharusnya mengatur umat dalam bidang pendidikan.


Pendidikan dalam sistem Islam sama sekali tidak membebankan masyarakatnya. Daulah Islam memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan tanpa perlu mengkhawatirkan biaya. Salah satu contohnya dapat kita lihat pada peradaban Islam yang sampai saat ini masih menyinari benua Eropa bahkan dunia yakni Universitas Cordoba. Universitas ini merupakan pusat ilmu di benua Eropa lebih tepatnya di Andalusia atau yang kini di kenal dengan nama Spanyol yang merupakan negara yang dibesarkan oleh pemerintahan Islam, yaitu pada masa pemerintahan daulah Bani Umayyah. Islam juga menanamkan pondasi peradaban yang kokoh, tsaqofah yang mumpuni dan pendidikan islam yang telah berhasil mencetak para intelektual-intelektual berkualitas yang tetap dalam naungan adab dan akhlak Islami.
Itulah salah satu gambaran bagaimana indahnya kehidupan dengan menerapkan sistem Islam dalam lini kehidupan bermasyarakat khususnya dalam dunia pendidikan. Walhasil, tidak ada yang lebih dinantikan kehadirannya kecuali dengan kembali terterapkannya daulah Islamiyah yang tentunya akan membawa kesejahteraan, keadilan, dan ketentraman bagi seluruh lapisan masyarakat. Wallahua’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak