Oleh: Sri Yana
PNS (Pegawai Negeri Sipil) merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN), yang telah diangkat secara tetap dan berhak mendapatkan jabatan tertentu dalam satuan tugasnya. PNS juga harus menjalankan dan mendayagunakan kebijakan tersebut demi kepentingan rakyat. Oleh karenanya, PNS adalah pekerjaan yang sangat diminati oleh semua orang. Saking banyak peminatnya menjadikan PNS merupakan orang-orang tertentu saja yang bisa mendudukinya. Karena persaingan yang sangat ketat. Bahkan tidak cukup orang yang pintar saja, tapi tak dipungkiri orang yang memiliki uang banyaklah yang dapat lolos.
Namun, berdasarkan hasil Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) yang dilakukan pada September-Desember 2015, BKN sudah merilis penjelasan mengenai 97.000 PNS yang tidak terekam datanya alias PNS fiktif. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Karena ada kolusi dengan birokrasi dan lemahnya sistem pemutakhiran data. Akhirnya data tersebut mengalami kesulitan akses melakukan pendaftaran ulang, status mutasi, status meninggal, status berhenti atau sejenisnya yang tidak dilaporkan oleh Instansi kepada BKN. (kompas.com, 26/5/2021)
Itulah adanya sistem administrasi yang ada di sistem kapitalisme yang merugikan negara. Selama berpuluh-puluh tahun akibatnya negara membayar sumber daya manusia (SDM) tanpa memberi kontribusi kerja.
Jika indikasi pelanggaran hukumnya amat kuat, lanjutnya, Komisi II DPR RI atas seizin pimpinan DPR RI bisa memanggil Kapolri, Jaksa Agung, dan Pimpinan KPK untuk mengusut hal ini.
“Negara telah dirampok triliunan rupiah akibat hal ini. Dengan asumsi satu orang PNS berpangkat III/A menerima gaji (pokok) Rp2 juta per bulan. Maka potensi kerugian negara hampir Rp2,5 triliun per tahun,” terangnya.(metropolitan.id,26/5/2021)
Sungguh miris mengapa hal ini bisa berjalan hingga lama, baru diketahui pada tahun 2015. Dana sebesar itu sejatinya dapat membantu penanganan covid-19 yang belum terselesaikan juga. Yang seharusnya dana tersebut untuk kepentingan rakyat, malah hanya dinikmati bagi sebagian orang yang sama sekali sudah tidak memiliki hak. Nauzubillah.
Perampokan uang rakyat yang tanpa disadari yang sangat menguras anggaran negara hanya ada di sistem kapitalisme ini. Sejatinya agar kita segera kembali kepada sistem Islam. Sistem yang dapat menetapkan mekanisme rekrutmen dan pembinaan pegawai negara sesuai profesionalitas dan mereka digaji karena kinerjanya, bukan karena ada datanya.
Berdasarkan firman Allah SWT, hukuman bagi orang-orang yang telah menyalahgunakan uang rakyat
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Artinya: "Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar".(TQS. Al Maidah: 33)
Waallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini