Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Dilansir Jatim.Antaranews.com, 11 Juni 2021, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Sidoarjo, Jawa Timur, menangkap seorang pria yang diduga menjadi pelaku tindak pencabulan terhadap puluhan anak bawah umur.
Kapolresta Sidoarjo Komisaris Besar Polisi Sumardji mengatakan pelaku pencabulan sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Kasus ini bermula dari laporan salah satu saksi yang memberikan informasi kepada Polresta Sidoarjo. AH pun mengakui tindak pencabulan telah dilakukannya sejak tahun 2016. Semula korban hanya 10 orang, namun setelah dilakukan pengembangan ternyata ada 25 anak.
Sungguh bejad kelakuan AH, sebagai pemilik rumah Tahfidz bahkan menjadi guru ngaji di dalamnya tega melakukan tindakan asusila, setiap kali melakukannya disertai dengan ancaman agar tidak melaporkan kepada orang lain. Mengapa Islam sebagai agamanya tak mampu mencegah ia dari berbuat keji?
Rata-rata, anak-anak berusia 5-14 tahun dan semuanya laki-laki. Mereka yatim dan menetap di rumah Tahfidz tersebut. Kasus pencabulan anak di bawah umur terus berulang. Di tahun 2018 mungkin belum terlupa oleh masyarakat kasus babeh, jumlah korban sodomi WS alias Babeh (49) di Tangerang menembus angka 41 orang, dan bisa jadi korban sesungguhnya yang tidak terlapor lebih banyak lagi (news.detik.com,5/1/2018).
Di tahun 1996, kasus Robot gedhek, 2014 Kasus sodomi anak 5 tahun di Jakarta International School (JIS), terbaru, Satuan Polsek Sampolawa mengamankan seorang warga Tira, Kecamatan Sampolawa, berinisial FU yang diduga sebagai pelaku pedofilia pada anak-anak usia 10 tahun. Anak-anak itu dibonceng naik motornya digiring ke pinggir kampung, dengan iming-iming uang ia melancarkan aksinya, jika ditolak maka anak-anak itu diberi ancaman (telisik.id, 19/6/2021).
Pikir Cabul, Masyarakat Sakit
Akut
Kasus pedofilia terus menemukan pola yang sama, reda dan muncul, hal ini membuktikan pikir cabul yang mengendap dalam benak pelaku menunjukkan masyarakat yang lebih sakit. Tak bisa lagi membedakan benar salah, halal haram bahkan dosa atau pahala.
Nafsu syahwat yang sejatinya bukan hajatul udwiyah ( kebutuhan pokok ) manusia, yang jika tidak dipenuhi tidak mengakibatkan kematian, telah dibingkai oleh kebebasan berprilaku menjadikan seseorang seolah tak kuasa membendung syahwatnya hingga hilang kehormatan dalam dirinya.
Sekali ia berbuat, tak ada yang mencegah dan membuat pelaku jera, hukumanpun tak terlalu berat, komunitas atau masyarakat tempat dimana pelaku tinggal terkadang tak menunjukkan penolakan, jikapun tak suka mereka memilih diam "tak cari masalah". Media sosial, sebagai representasi kecanggihan teknologi pun tak ada ranah diskusi yang berimbang, semua dikembalikan kepada nitizen, pilihan, mereka hanya peduli rating dan tuntutan pasar liberal dengan terus menerus memberi tayangan yang meransang dan unfaedah.
Dengan serangan dari berbagai sisi ini siapakah yang mampu menolak? Agama mungkin sudah terlupa, sebab negarapun mengatur urusan umat tanpa agama samasekali. Kesulitan ekonomipun membuat seseorang nekad, meninggalkan pendidikan dan masuk dalam dunia tanpa aturan, norma bahkan standar baik buruk.
Butuh Landasan Kebijakan yang Adil dan Menjerakan
Pelaku pencabulan anak ini dikenakan pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, apakah ini menjerakan? Bagi sebagian orang, justru penjara, adalah tempat inkubasi setiap kejahatan menjadi lebih baik. Keluar penjara malah semakin mahir dan profesional.
Pedofilia adalah dosa besar, kelakuan kaum Nabi Luth yang dilaknat Allah, sebagaimana firman Allah yang artinya," Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.'' (QS Asy-Syu'araa [26]: 165-166).
Kemudian dalam ayat berikut,"Mengapa kalian mengerjakan perbuatan Jahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita?". (QS Al-Araf : 80-81)
Kemudian dalam Quran surat Hud ayat 82 dijelaskan, umat Nabi Luth ini dihancurkan dengan cara dijungkirbalikkan (yang atas ke bawah, dan bawah ke atas) lalu dihujani dengan batu belerang yang terbakar secara bertubi-tubi. Berdasar ayat inilah, maka pedhopilia tak akan mengalami fluktuasi. Dosa besar bagi siapa saja yang menjadi pelaku, masyarakat yang tak amar makruf nahi mungkar, dan penguasa yang tak menerapkan hukum yang adil.
Sekularisme hari inilah yang berkuasa, mengangkangi pola pikir para penguasa negeri ini, sehingga tak menjadikan perilaku bejad ini sebagai bahaya besar bagi kemajuan sebuah negara yang menuju kepada kemakmuran hakiki. Penanganan hanya berdasar laporan, padahal rakyat tak hanya butuh rasa aman, namun juga suasana keimanan yang tinggi, sehingga ketika syahwat meminta dipenuhi ada banyak cara mengatasinya. Wallahu a'lam bish showab.
Tags
Opini