Oleh
: Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)
Bagaimana pandangan Anda saat
mendengar ibadah haji tahun ini akan dibatalkan? Boleh jadi sikap Anda
bergantung pada posisi anda dalam persoalan ini. Jika Anda adalah sang calon
jamaah sudah tentu akan merasa kecewa dan ingin menuntut hak Anda berangkat haji.
Kalaupun Anda bukan bagian dari calon jamaah sangat mungkin Anda akan
mempertanyakan alasan mendasar keputusan ini. Ya, isu pembatalan haji telah memicu
reaksi berbagai pihak utamanya para calon jamaah. Hal ini dapat dimaklumi sebab
mereka merupakan subjek pelaku ibadah haji. Para calon jamaah haji telah
mencurahkan waktu, tenaga dan harta terbaik guna mempersiapkan diri berkunjung
ke Baitullah.
Pembatalan haji pada tahun ini
oleh pemerintah Indonesia telah menuai pro dan kontra. Keputusan pembatalan haji
ditetapkan melalui Keputusan Menag No. 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan
Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 Hijriah/
2021 Masehi. Pembatalan ini dipandang pemerintah sebagai sebuah keputusan yang bersumber dari hasil kajian mendalam,
baik dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. Selain
itu pemerintah juga telah melakukan serangkaian pembahasan, baik dalam bentuk
rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat panja haji dengan komisi VIII
DPR (news.detik.com,5/6/2021).
Terdapat beberapa kondisi yang
menjadikan penyelenggaraan haji tahun ini urung dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Pandemi menjadi salah satu latar belakang pembatalan penyelenggaraan
haji. Menurut Menag, meski penanganan Covid-19 di Indonesia sudah terlihat
bagus namun tidak pada belahan dunia yang lain. Karena soal Covid-19 pula
akhirnya Arab Saudi belum mengundang Indonesia untuk menandatangani nota
kesepahaman tentang persiapan pemyelenggaraan haji (cnbcindonesia.com,6/6/2021). Diberitakan
juga sebelumnya bahwa diantara negara yang disebut oleh Kementrian Dalam Negeri
Arab Saudi melalui akun Twitter, ada 11 negara yan diperbolehkan masuk ke dalam
wilayah tersebut dan Indonesia tidak tercantum di dalamnya.
Persoalan haji adalah perkara
krusial bagi Muslim. Haji merupakan salah satu diantara pilar rukun Islam.
Karena itu menyoal haji tentu tidak sekadar membahas tentang bagaimana bisa
sampai ke Makkah, namun lebih kepada bagaimana pengurusan haji ini
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan Islam. Haji di dalam pandangan syariat
haji adalah sebuah kewajiban yang disyariatkan bagi mereka yang mampu. Prof DR.
Wahbah Zuhaili merangkum keterangan para ulama seputar maksud batas kemampuan
dalam berhaji adalah mampu badaniyah,
maaliyah dan amaniyah (Wahbah Zuhaili, Fiqh
al-Islam wa Adilatuhu, 3/25). Kemampuan dalam hal badaniyah ditunjukkan dengan adanya kesehatan guna memenuhi seluruh
rukun haji dan menempuh perjalanannya.
Begitupula halnya dengan mampu
secara maaliyah dan amaniyah. Kedua macam kemampuan ini
terkait dengan kesanggupan dalam harta dan perlindungan keamanan atas kondisi
yang dapat mengancam keselamatan calon jamaah haji. Sangat sulit membayangkan
jika ketiga kadar mampu tersebut hanya sebatas diupayakan pada tataran individual.
Inilah mengapa penyelenggara ibadah haji di dalam Islam dijamin oleh negara,
dengan mengembalikan pada konsep “Imam
adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan
rakyatnya (HR Bukhari). Diantara gambaran perhatian besar yang diberikan
oleh negara dalam Islam terhadap penyelenggaraan haji adalah negara menetapkan
pembiayan tidak dengan orientasi bisnis.
Negara dalam tuntunan syariat
Islam berhak untuk melakukan pengaturan yang bersifat administratif demi
kemudahan penyelenggaraan haji. Bentuk pengaturan administratif ini seperti
pengaturan atas kuota haji dan umrah, penghapusan visa haji dan umrah serta
membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran pelaksanaan ibadah
haji. Tidak kalah penting adalah saat wabah melanda, maka negara berkewajiabn
untuk tetap berusaha menyelenggarakan haji dengan memperhatikan aspek protokol
kesehatan. Pelaksanaan haji tetap akan berlangsung dengan pemberlakuan pengetesan, pelacakan dan perlakuan yang
ketat paa warga negara guna memutus mata rantai wabah.
Demikianlah pengaturan ibadah
haji kelas satu atau first class oleh negara. Pengaturan semacam ini akan
melahirkan pelayanan paripurna demi menjadikan negara sebagai pelayan tamu
Allah. Islam telah memerintahkan agar penguasa berperan sebagai pengurus urusan
rakyat, memudahkan mereka dalam menjalankan syariat Allah SWT. Pelayanan ibadah
haji olh negara hanyalah sebuah gambaran betapa fungsi negara begitu vital
dalam menjamin terpenuhinya hak kaum Muslimin dalam menyempurnaan keislaman
mereka. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan orientasi pelayanan yang
diberkan dalam sistem kapitalisme yang berbasis bisnis dan untung rugi.
Allahu’alam.