Oleh: R. Nugrahani
(Member Tinta Pelopor)
Jelang hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah, konflik antara Palestina dengan Israel kembali memanas. konflik bermula dari upaya Israel menggusur paksa warga Palestina yang bermukim di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Warga pemukiman itu merespons dengan unjuk rasa, yang dibalas dengan blokade oleh polisi Israel dan ancaman pengusiran kepada siapapun yang terlibat unjuk rasa.
Ketegangan semakin meningkat pasca-terjadinya kerusuhan di Masjid Al Aqsa, Jumat (7/5/2021) malam, ketika polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah melaksanakan shalat tarawih. Polisi Israel yang dilengkapi dengan perlengkapan antihuru-hara membubarkan paksa jemaah tarawih, dan menembakkan peluru berlapis karet.
Kemudian, pada Senin (10/5/2021), faksi Hamas di Jalur Gaza menembakkan roket ke arah Tel Aviv dan sejumlah wilayah Israel lainnya, sebagai respons atas tindakan Israel di Yerusalem.
Serangan roket Hamas itu dibalas Israel dengan membombardir Jalur Gaza menggunakan jet tempur, yang mengakibatkan kerusakan bangunan dan korban jiwa.
Usai 11 hari bersitegang dan mendapat kecaman dari dunia internasional, gencatan senjata disepakati. Gencatan senjata mulai berlaku pada Jumat (21/5) pukul 02.00 dini hari.
Namun, belum sampai 24 jam, pasukan zionis Israel telah melanggar gencatan senjata. Sesaat setelah warga Palestina selesai melaksanakan salat pada Jumat (21/5/2021) siang waktu setempat, zionis Israel melempari para jemaah dengan granat dan bom gas untuk membubarkan mereka.
Tidak hanya itu, pasukan zionis juga merangsek masuk dengan senjata lengkap ke dalam Masjid Al-Aqsa. "Mereka sedang bernyanyi dan bersorak ketika kontingen polisi Israel ditempatkan di sebelah kompleks, masuk ke kompleks dan mulai menggunakan tindakan pengendalian massa yang mereka gunakan sepanjang waktu, termasuk granat kejut, bom asap dan gas air mata," kata Imran Khan dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Yerusalem Timur.
Sejumlah aparat juga menangkap warga Palestina yang sedang melaksanakan salat Jumat di Masjid Al-Aqsa. Jemaah yang diserang secara tiba-tiba, sebagian masih bertahan di dalam Masjid Al-Quds.
Karakteristik Bangsa Yahudi Israel
Karakter buruk bangsa Yahudi sangat jelas disebutkan dalam Al-Qru’an, yaitu gemar melanggar janji. Allah menggambarkan perilaku meraka itu antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 64.
ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۖ فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: “Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.”
Ayat di atas menunjukkan sikap bangsa Yahudi Israel yang mengingkari perjajian mereka kepada Allah untuk melaksanakan isi kitab Taurat. Padahal perjanjian yang mereka buat bukanlah sembarang perjanjian. Melainkan perjanjian yang luar biasa yang disaksikan gunung Thursina yang diangkat Allah keatas mereka. Sebagaimana tertuliskan dalam surat Al-Baqarah ayat 63.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa”.
Bahkan kebiasaan meraka yang melanggar janji telah mendarah daging hingga akhirnya menjadi karakteristik mereka. Hingga pada akhirnya mayoritas bangsa Yahudi suka melanggar perjanjian dengan siapa saja, dan kapan saja. Jadi dapat disimpukan bahwa bangsa Yahudi tidak dapat dipercaya dalam urusan apa pun.
Cara mengingkari perjanjian yang khas mereka adalah setiap kali segolongan bangsa Yahudi melakukan perjanjian, maka akan ada segolongan diantara mereka yang melanggar bahkan tidak melakukan perjanjian tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 100.
أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman”.
Selain itu ada karakter mereka yang lainnya yang tak kalah buruk, yakni semaunya sendiri, serta sangat membenci Islam dan kaum muslimin. Bulatlah akal bulus mereka untuk menguasai seluruh tanah Palestina dan menjadikan Jerussalem sebagai ibukotanya.
Sikap Rasulullah Terhadap Kaun Yahudi
Kebijakan Rasulullah SAW dengan mengadakan perjanjian bertetangga baik dengan empat komunitas Yahudi di Madinah dan sekitarnya, yakni Bani Nadhir, Bani Qainuqa, Bani Quraizhah, dan Bani Khaibar merupakan kebijakan yang sangat baik. Dalam perjanjian tersebut disebutkan tentang kesepakatan untuk saling bantu dalam mempertahankan keamanan masing-masing komunitas di sekitar Madinah.
Namun, mereka justru melakukan berbagai makar untuk menghancurkan pemerintahan di Madinah. Terjadinya perang Ahzab, yakni persekongkolan kaum musyrik Mekkah, Yahudi Khaibar, bersama suku-suku Arab musyrik (Ghathafan, Murrah, dan Asyja’) yang meneroyok dan mengepung Madinah.
Sikap Rasulullah SAW terhadap bangsa Yahudi yang tidak bisa menerima kebenaran Islam dan mengimani kerasulan beliau dan bahkan selalu merongrong kewibawaan beliau dan menimbulkan fitnah kepada kaum muslimin, maka dengan tegas menghukum mereka (Yahudi) dengan mengusir, merampas harta mereka, serta menghukum mati dan memerangi mereka.
Konspirasi kaum Yahudi bani Nadhir bersama kaum munafiku merongrong kewibawaan kaum muslimin dengan memanfaatkan kasus perang Uhud, peristiwa Rajik dan Bi’r Maunah ditindak tegas oleh Rasulullah SAW dengan mengusir mereka dari Madinah dengan meninggalkan harta banda mereka kecuali membawa makan dan minuman secukupnya saja.
Penghianatan kaum Yahudi bani Quraizhah dalam perang Ahzab menyebabkan mereka menebus penghianatan itu dengan hukuman mati. Dan setelah membebaskan kaum bani Quraizhah yang tidak terlibat dalam persekongkolah perang Ahzab, Rasulullah SAW pun segera megutus Ali bin Abi Thalib untuk memimpin pengepungan terhadap benteng bani Quraizhah.
Begitu mendengar informasi tersebut, bani Quraizhah segera menyerah dan meminta agar nasib mereka diputuskan oleh Saad bin Muadz. Namun, harapan mereka kandas karena Saad bin Muadz memutuskan hukuman mati buat seluruh laki-laki diantara mereka dan menjadikan budak seluruh perempuan dan anak-anak mereka.
Keputusan Saad bin Muadz yang tegas itu disambut Rasulullah SAW dengan ucapan: “Engkau telah mengambil keputusan mengenai mereka sesuai dengan hukum Allah yang diturunkan dari tujuh petala langit.”
Sikap Umat Islam Seharusnya
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa perundingan damai atau apapun itu dengan bangsa Yahudi akan berakhir pada penghianatan dan pengingkaran mereka.
Gencatan senjata yang diusulkan berbagai pemimpin dunia Islam hanya menegaskan tiadanya pembelaan sempurna terhadap saudara muslim Palestina. Mereka membiarkan Yahudi zionis berlindung dan memulihkan kekuatan dibalik istilah gencatan senjata dan perdamain.
Dengan adanya gencatan senjata menegaskan bahwa negeri-negeri di dunia Islam enggan mengirimkan militer dan memberi solusi menghentikan pendudukan dan mengusir zionis dari bumi Palestina.
Hal ini terjadi akibat terpecah belahnya kekuatan kaum muslimin oleh perjanjian Sykes Pycot yang berlanjut dengan keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani oleh Mustafa Kemal Ataturk.
Dengan terpisah-pisahnya kaum muslimin dan mengakui batas-batas negara yang diciptakan dalam perjanjian Sykes Pycot, umat Muslim antar negara menjadi tidak punya rasa solidaritas Islam. Rasa nasionalisme telah menggantikan solidaritas Islam (ukhuwah Islamiyah). Oleh karena itu, tidak ada lagi ikatan antar ummat Islam sedunia yang akan “take care” bila ada satu bumi Islam jatuh dalam penderitaan.
Selain itu adanya penguasa-penguasa penghianat di negeri-negeri muslim pun ikut andil dalam terpecahnya persatuan kaum muslimin di seluruh dunia. Saat ini terlalu banyak jerat negara-negara besar dan Israel terhadap dunia Islam.
Dalam kasus Palestina, telah banyak negeri kaum muslimin yang terjerat dalam perjanjian dan kesepakatan dengan penguasa negara kafir barat. Perjanjian dan kesepakatan itu justru yang menghambat mereka jika ingin membantu saudara-saudara sesama muslim. Seperti halnya permasalahan dalam peraturan paspor, visa, ekspor-impor, bahkan sampai keluar larangan untuk mengirim bantuan ke wilayah Palestina.
Bahkan pemikiran kaum muslimin telah terkotori oleh pernyataan “lebih baik membantu dengan harta, obat-obatan, makanan, diplomasi, negosiasi” daripada mengerahkan aksi militer. Yang semuanya itu telah dilakukan selama puluhan tahun lalu dan tidak pernah berhasil mengatasi konflik dalam pembebasan Palestina dari jeratan Israel laknatullah.
Oleh karen itu, tidak ada jalan lain kecuali mengusir penjajah Israel dari Palestina. Bukan dengan diplomasi, negosiasi, dan berdamai dengan penjajah.
Israel hanya bisa diusir dari tanah suci dengan mengerahkan pasukan militer. Pasukan dari kekuatan umat Islam yang terorganisir mejadi satu. Sebuah kekuatan kepemimpinan umat Islam yang satu, yaitu kepemimpinan dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Sebuah sistem Khilafah ala minhajin nubuwwah. Sistem yang mengikuti metode kenabian. Bentuk kepemimpinan yang sudah Allah janjikan kepada kaum Muslimin.
Sistem ini akan kembali dengan kehendak Allah, tanpa melihat apakah kita ikut atau tidak memperjuangkannya. Namun, suatu kerugian besar bila kita tidak ikut serta memperjuangkannya. Karena kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan pahala berjuang di jalan Allah. Sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan barang siapa mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah."
(HR. Muslim no. 1851)
Karenanya, sudah menjadi kewajiban kita untuk memperjuangkan tegaknya kembali kepemimpinan Islam. Dengan tegaknya khilafah, kerugian akan berubah menjadi kemaslahatan. Atas ijin Allah Swt. yang akan memberikan pertolongan kepada umat muslim untuk memenangkan pertarungan ini. Mengembalikan kejayaan Islam dengan tegaknya Daulah Khilafah sesuai dengan manhaj kenabian.
ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ…
“… selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Al- Bazzar)
Wallahu a’lam bish shawab.