Oleh: Candra Windiantika
Berita tentang gencatan senjata antara Hamas dan Israel menghiasi media masa saat ini. Seperti yang diketahui, pertempuran antara Israel dan Hamas sempat memanas selama kurang lebih 11 hari terakhir. Otoritas kesehatan Palestina menyebut sedikitnya 232 orang tewas akibat gempuran Israel di Gaza. Sementara otoritas Israel menyebut 12 warganya tewas akibat rentetan serangan roket Hamas dari Gaza.
Mesir menjadi negara mediator yang akan memantau penerapan kesepakatan di tiga tempat, yakni Tel Aviv, Israel dan Palestina. Hamas mengkonfirmasi gencatan senjata dimulai Jumat (21/5) pukul 02.00 dini hari. Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu turut mengkonfirmasi usulan dari Mesir tersebut.
Berita gencatan senjata disambut baik oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan China. Presiden AS Joe Biden menjanjikan bantuan kemanusiaan yang akan disalurkan ke Palestina di Tepi Barat. Sedangkan China akan memberikan bantuan darurat sebesar US$ 1 juta serta bantuan US$ 1 juta lainnya bagi upaya pemulihan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Palestina. Tidak hanya itu, otoritas China juga akan menyalurkan 200 ribu dosis vaksin virus Corona (COVID-19) kepada Palestina.
Seruan boikot produk-produk Israel juga terus digaungkan. Gerakan bernama Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) menyerukan publik global untuk memberikan tekanan ekonomi terhadap Israel dan perusahaan multinasional yang dianggap 'terlibat' dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Palestina oleh Israel.
Dalam situs resminya, BDS menyatakan kelompoknya menjunjung tinggi prinsip sederhana bahwa Palestina berhak atas hak-hak yang sama seperti kemanusiaan lainnya. Kelompok ini meraup dukungan dan mendapat perlawanan institusional dalam misinya memenangkan keadilan bagi Palestina.
Palestina adalah tanah milik kaum muslimin. Namun dalam sejarahnya, Inggris melalui Deklarasi Belfour dan hingga saat ini negara Amerika Serikat mendukung Israel untuk menguasai Palestina dan mengusir penduduknya.
Kecaman demi kecaman terus digaungkan oleh para pemimpin negara di dunia. Sementara Amerika Serikat menegaskan kembali dukungan Gedung Putih terhadap solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Solusi dua negara merupakan salah satu gagasan perdamaian yang selama ini didukung komunitas Internasiomal, dimana Israel dan Palestina masing-masing mendirikan sebuah negara merdeka dan hidup berdampingan secara alami. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyatakan bahwa solusi dua negara tersebut menjadi satu-satunya cara menyelesaikan sengketa Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.(cnnindonesia.com, 24/05/2021)
Padahal dengan solusi dua negara menegaskan kekalahan untuk umat Islam dan kemenangan untuk entitas Yahudi. Saat ini umat Islam di seluruh dunia telah bersatu untuk menyerukan mobilisasi tantara Muslim untuk pembebasan Palestina. Namun, dengan solusi dua negara maka perjuangan rakyat palestina telah sia-sia. Sejatinya solusi dua negara hanyalah pengakuan penuh atas pendudukan orang Yahudi di lebih dari 80% tanah yang diberkati di Palestina, yang saat ini dikenal sebagai negara Yahudi.
Maka dari itu, cara satu-satunya untuk membebaskan Al-Quds dan Palestina tidak lain adalah jihad. Jika memang ada kemauan, maka bukan hal sulit bagi para penguasa Muslim untuk berjihad mengusir kaum Zionis Yahudi. Namun hal itu tidak mungkin karena sekat nasionalisme yang telah mengakar kuat pada diri kaum Muslim. Nasionalisme yang mengakar kuat menghilangkan rasa ukhuwah atas nama keamanan dalam negeri.
Untuk itulah menjadi sangat penting untuk menghilangkan sekat-sekat antar negara seperti yang telah dicontohkan Rasulullah saw., para Khulafa Rasyidin berikut para Khalifah sesudahnya yang menyatukan seluruh kaum Muslim dibawah satu kepemimpinan. Inilah yang disebut Khilafah Islamiyah. Dan ketika hal itu terwujud maka seruan jihad dalam satu komando akan benar-benar terjadi. Karena memang Allah Swt. berjanji bahwa Islam akan kembali memimpin dunia.
Jika saudara kita di Palestina berkorban harta, tenaga bahkan nyawa, maka kita disini yang belum mengalami penjajajahan fisik harus semakin semangat berjuang, baik lewat lisan maupun tulisan hingga Islam menang atau Allah swt. memanggil kita pulang.
Wallahu a’lam bish-shawwab.