Hindawati *
Baru baru ini terdengar kabar bahwa pemerintah berencana memperluas objek pajak, diantaranya, sembako, jasa pendidikan, kesehatan dll. Selain itu juga pemerintah akan memasang tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 12%.
Rencana ini tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar dan diterima CNBC Indonesia. (cnbcindonesia.com/news).
Adapun barang sembako yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017 meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, tarif rendah dalam skema multi tarif ini tidak dikenakan untuk setiap jenis kebutuhan pokok. Terutama untuk kebutuhan pokok seperti beras dan minyak bisa dikenakan PPN hanya 1%. Namun untuk beras premium atau mewah akan dikenakan tarif normal 12% sedangkan beras murah seperti produk Bulog dapat dibanderol PPN Final1%. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210610094817-4-251957/skema-ppn-rancangan-sri-mulyani-dari-1-hingga-tertinggi-25.
Selain itu dunia pendidikan juga tak luput dengan pajak, Dalam draf RUU revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diterima oleh detikcom, Kamis (10/6), rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Adapun jasa pendidikan yang di maksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Seperti PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga Bimbel. (finance.detik.com)
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, langkah tersebut sebagai upaya untuk mengurangi distorsi, contohnya beras, ada yang beli beras premium, beli beras Bulog kok sama aja nggak bayar PPN, nggak adil. Ada yang bisa beli daging segar kualitas wagyu, daging segar di pasar tradisional, sama ini nggak kena PPN, ya nggak adil," katanya kepada detikcom, Kamis (10/6/2021).
Namun disisi lain pemerintah akan membebaskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor, baik mobil dan motor. Pembebasan PPnBM atau pajak 0 persen tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industri otomotif yang telah terdampak pandemi Covid-19 paling besar. Harga mobil akan turun karena pajak 0 persen tersebut sehingga masyarakat terdorong membeli kendaraan baru. Kontan.co.id
Dalam sistem Kapitalis saat ini, Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang menyumbang sekitar 70% dari seluruh penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara akan sulit untuk dilaksanakan. Maka dari itu tak heran jika APBN sistem saat ini mengalami defisit, maka hutang tambah membengkak pajakpun digenjot. Dengan dalih membayar pajak adalah ketaatan rakyat pada negara, itu adalah sebuah slogan untuk menutupi ketidakbecusan pemerintah dalam mengatur perekonomian negara. Sehingga rakyatlah yang jadi korban, setiap apa yang dimiliki individu tak luput dari pajak.
Nampak jelas, sesungguhnya kebijakan yang akan digulirkan oleh Pemerintah ini, tidak benar-benar mempertimbangkan kesejahteraan rakyat. Sekali pun mereka beralasan bahwa dana ini nantinya akan digunakan untuk kepentigan rakyat karena akan masuk ke kas negara, tetapi faktanya rakyat sendiri hampir-hampir tidak bisa merasakannya.
Bahkan yang nampak adalah Pemerintah seolah menutup mata atas derita rakyat saat ini. Sehingga, ketika memutuskan kebijakan, seringkali tidak berpihak terhadap kepentingan masyarakat luas. Rakyat yang diberi kelebihan rizki oleh Allah, mungkin tidak terlalu berasa, akan tetapi bagaimana dengan masyarakat kecil?
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Dalam sistem kapitalisme, sebagaimana yang dianut negeri ini, pajak memang sudah menjadi andalan utama pemasukan negara. Padahal jika kita saksikan sesungguhnya negeri kita ini kaya akan sumber daya alam yang jika dikelola dengan baik, akan menghasilkan pundi-pundi uang yang dapat digunakan untuk kepentingan rakyatnya, karena terkategori pada kepemilikan umum.
Tapi masalahnya negeri ini telah salah dalam mengelola SDAnya, justru malah diserahkan kepada asing. Sehingga akhirnya alih-alih akan bisa memberi kemudahan bagi rakyatnya, yang terjadi justru rakyat yang hidupnya sudah kembang kempis karena berbagai kesulitan, akan semakin runyam kehidupannya, rakyat tetap dipaksa untuk merogoh saku sampai dalam. Karenanya, jika kebijakan ini benar-benar diterapkan nantinya, maka ini merupakan salah satu bentuk kezaliman yang dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya.
Pandangan Islam Tentang Pajak
Beda dengan sistem Islam dalam mengelola pajak, dalam islam pajak memang diniscayakan, tetapi tidak dalam setiap keadaan, melainkan hanya temporer dalam kondisi kas negara kosong. Itu pun hanya dipungut pada warga negara yang kaya saja.
Sistem keuangan Islam, pajak pun tak dihitung sebagai sumber utama atau tulang punggung penerimaan APBN atau baitulmal. Jatuhnya bisa haram jika dipungut tidak sesuai ketentuan syariat, apalagi hingga membebani rakyat.
Syariat menetapkan, sumber-sumber penerimaan negara cukup banyak. Yakni dari sumber kepemilikan individu, seperti hibah, sedekah, atau zakat. Meski untuk zakat ada ketetapan khusus untuk pengelolaannya.
Kepemilikan umum berupa sumber-sumber tambang yang depositnya tak terbatas, migas, hutan, dan lain-lain. Dan bagi Indonesia potensi ini jelas jumlahnya fantastis, sayangnya salah pengelolaan akibat sistem kapitalisme yang meniscayakan privatisasi dalam jenis kepemilikan ini.
kepemilikan negara seperti dari jizyah, kharaj, usyur, fai, ganimah, dan lain-lain. Jika semua sumber penerimaan ini bisa dihimpun, potensinya akan luar biasa besar.
Dari sumber-sumber yang banyak inilah sejatinya negara akan punya modal besar untuk menyejahterakan rakyatnya. Sehingga tak perlu terjerumus dalam utang riba yang menjerat, apalagi mencekik rakyat dengan pajak. Muslimahnews.com
Dari sini kita tahu, hanya sistem Islam yang dapat me-riayah masyarakat dengan baik. Sebuah sistem yang dijalankan berdasarkan petunjuk Ilahi, bukan atas nama nafsu atau akal manusia. Oleh karena itu, masihkah berpikir berulang kali untuk memilih Islam dan mencampakkan aturan duniawi?
*(Aliansi Penulis Rindu Islam)
Tags
Opini