Oleh Verawati S.Pd
(Pegiat Opini Islam)
“Pajak lagi, pajak lagi dan lagi, semua kena pajak, jangan-jangan nafas juga nanti kena pajak". Salah satu komentar ibu rumah tangga yang mendengar informasi pajak sembako dan pendidikan. Komentar ini wajar adanya, pasalnya rakyat negeri ini terus dipersulit dengan beban hidup yang semakin berat. Bagi rakyat terutama adalah seorang ibu setiap kenaikan apapun terutama menyangkut harga sembako dan pendidikan tentunya yang paling merasakan dampaknya. Harus memutar otak bagaimana dengan pendapatan yang ada bisa memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga.
Berita mengenai pajak ini salah satunya dilansir oleh media Republika.co.id (14/06), Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok, termasuk penyedia atau pelayanan kesehatan dan pendidikan yang juga akan dikenakan PPN. Rencana pengenaan pajak itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Miris, di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit dan wabah adanya wabah Coroa, pemerintah malah menambah lagi beban rakyat. Meski kebijakan pajak ini masih dalam wacana, beberapa pihak meminta agar kebijakan ini dibatalkan. Salah satunya datang dari ketua MPR, menurutnya membebani rakyat dengan pajak sembako dan pendidikan bertentangan dengan pancasila yakni sila ke-5 juga akan menyebabkan inflasi. Selain itu, beliau juga mengatakan dengan mengenakan pajak pada pendidikin artinya menegasikan organisasi yang berkiprah dal pendidikan seperti Muhammadiyah dan NU (Kompas.com, 13/06/2021).
Kesalahan Paradigma Ekonomi.
Kondisi perekonomian negara yang karut marut seperti ini sesungguhnya berawal dari kesalahan paradigma. Yakni paradigma sistem kapitalisme. Sebab, dalam sistem kapitalisme asas yang digunakan adalah kebebasan ekonomi. Yaitu membebaskan setiap individu untuk memiliki kekayaan apapun, termasuk kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan prinsip ini, tentunya yang memiliki modallah yang akan menguasi sumber kekayaan alam ini. Bisa kita saksikan hari ini orang-orang kaya telah menguasai hampir seluruh kekayaan alam negeri ini. Sehingga negara ini tidak memiliki sumber pendapatan dari kekayaan alam. Sehingga negara memalak rakyat dengan pajak.
Inilah sumber malapetaka sesungguhnya. Ditambah dengan sistem demokrasi yang penuh dengan birokrasi dan butuh biaya yang banyak. Setiap pemilu baik pemerintah maupun para calon harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk kampanye. Bahkan untuk uang sogokan para penentu kebijakan dan masyarakat. Maka tak heran, setelah menjadi penguasa banyak kasus korupsi yang dilakukan pejabat. Cara lain yakni membuat kebijakan yang menguntungkan pemodal kampanye. Seperti undang-undang Omnibus law yang baru ditetapkan. Kemudian tak heran pula banyak terjadi politik balas budi, seperti pejabat BUMN yang diangkat lantaran keterlibatannya dalam mendukung kampanye partai yang berkuasa.
Ekonomi Islam Solusi
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, bukan hanya mengatur urusan ibdah saja. Dalam Islam permasalahan ekonomi juga diatur dengan pengaturan yang adil dan membawa kesejahteraan. Islam memiliki paradigm ekonomi yakni bahwa semua kekayaan atau harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Maka dalam menggunakannya harus sesuai yang telah ditetapkan-Nya. Dalam Islam memberlakukan hukum kepemilikan harta yang sangat jelas. Ada harta milik negara, milik umum dan milik individu. Artinya tidak semua harta yang ada dimuka bumi ini bisa dimiliki oleh individu.
Pembagian yang jelas kepemilikan harta ini bukan berarti manusia dikekang dalam menguasai harta. Akan tetapi, diatur suapaya jelas mana yang boleh dikuasai oleh individu dan mana yang boleh. Justru individu akan didorong untuk memperoleh harta yang sebanyak-banyaknya dengan cara yang dibolehkan. Seperti bekerja, memiliki perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak, seperti perusahan makanan dan lain sebagainya atau usaha-usaha lain.
Ketiga jenis kepemilikian harta di atas adalah sumber penerimaan negara. Misal dari sektor kepemilikan individu. Misal sedekah, hibah, zakat dan sebagainya. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Dari sektor kepemilikan umum. Misal pertambangan, minyak bumi, gas dan kehutanan dan lain sebagainya. Dari sektor kepemilikan negara. Misal jizyah, kharaj, ghanimah, fa’I, usyur dan lain sebagainya.
Untuk fakta sekarang ini, sumber penerimaan terbesar yang dapat diandalkan negara seperti Indonesia adalah dari sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak dan gas dan lain sebagainya. Dalam Islam, tugas negara hanyalah sebatas mengelola kemudian mengembalikan hasilnya kepada rakyat sebagai pemilik aslinya.
Demikianlah sumber-sumber penerimaan negara. Adapun pungutan pajak hanya dilakukan apabila anggaran negara dalam kondisi defisit. Ini pun hanya bersifat temporal dan hanya dibebankan pada warga negara yang mampu saja. Jauh beda dengan sistem kapitalis yang menjadikan pajak sebagai tulang punggung ekonomi. Ini adalah sebuah kedzaliman
Maka sudah saatnya kita mengganti paradigma ekonomi dan kehidupan kapitalis ini dengan Islam. Islam memberikan solusi atas karut marutnya pengaturan kekayaan alam dan kehidupan ini. Islam dengan penguasa yang amanah akan memberikan kesejateraan dan pelayanan yang terbaik kepada seluruh warganya. Selain itu, yang utama adalah kita semua mendapatkan keridaan Allah SWT sebab telah melaksanakan hukum-hukum-Nya.
Jamina ini sebagaiman firman Allah dalam surat Al-Arof ayat 96 “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. Tidak kah kita merindukannya?
Wallahualam bishshowab
Tags
Opini