Oleh : Yaurinda
Saat ngopi jadi terfikir ini kopi murah ya? Cukup dengan 500 rupiah kita bisa nikmati kopi hitam. Padahal kopi ini kena ppn (pajak pertambahan nilai) seandainya kopi ini tak berpajak bisa seberapa murah kopi ini? Kini pajak juga semakin bervariasi dulu cuma PT besar yang kena pajak namun kini kabarnya bahan pangan juga kena. Duh nasib emak bagaimana ya? Tambah kesel, jengkel, atau biasa aja.
Meski hanya rencana tapi ini sudah sebabkan masyarakat panik. Rencana ini tertuang dalam Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Mengutip draft RUU, sembako yang dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Masih mau bilang politik itu gak penting? Sekarang kita sudah akan dijadikan korban saat pajak barang mewah di 0 kan bahan pangan mau kena pajak. Sesungguhnya ini tidak adil apalagi dalam situasi pandemi yang tidak kunjung usai, dikutip dari Antaranews Jakarta . Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan, yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia," kata-kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Minggu. Ternyata MPR pun sudah angkat bicara kita lihat saja akankah permintaan ini akan dikabulkan oleh rezim yang hanya mementingkan diri dan korporasi. Rela melakukan apa saja demi kekayaan. Ini jelas adalah buah dari kapitalisme yang mana sumber pendapatan terbesar adalah pajak.
Nah kalau dipikirkan mungkin tidak kalau pajak dihapuskan? Ternyata itu pernah terjadi dinegeri Islam. Begini ceritanya saat syariat diterapkan di sebuah negeri dari mulai madinah sampai menguasai banyak negeri Islam beri kesejahteraan. Kok bisa? Ya bisa karena Islam juga punya sistem yang mengatur APBN Khilafah (APBN-K), sumber pendapat tetap negara yang menjadi hak kaum Muslim dan masuk ke Baitul Mal antaranya ada Fai’ [Anfal, Ghanimah, Khumus]; Jizyah ,Kharaj, ‘Usyur; Harta milik umum yang dilindungi negara, Harta haram pejabat dan pegawai negara, Khumus Rikaz dan tambang, Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Karena sumber pendapatan negara begitu banyak jelas tidak mungkin mengambil pajak karena kebutuhan masyarakat telah terpenuhi. Nah soalan pajak dalam Islam juga ada namun mekanismenya berbeda yaitu pajak akan dipungut kepada orang kaya jika dana di baitul mal kosong yang disebut dharibah sifatnya sementara tidak berlanjut seperti sekarang. Jadi solusinya adalah kembali kepada sistem ekonomi Islam yang terbukti menyejahterakan. Wallahualambissowab