Oleh : Maira Zahra*
Berbagai isu miring muncul akibat dibatalkannya ibadah haji di tahun 2021 ini. Setelah tahun lalu ibadah haji juga tidak terlaksana. Terlontar banyak opini negatif yang menyudutkan pemerintah persoalan dana haji yang diambil, persoalan di mana Indonesia memiliki utang ke Arab Saudi, pun karena minimnya melobi ke pengurusan haji Arab Saudi dan narasi bahwa pemerintah sedang bersembunyi dibalik Covid-19.
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut. Keputusan ini merupakan keputusan final setelah mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi.
Keputusan ini juga mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 juni 2021 kemarin di mana pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.
Selain itu, alasan pemerintah membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun ini menurutnya adalah karena Kerajaan Arab Saudi yang juga belum membuka akses layanan penyelenggara ibadah haji tahun 2021. Akibat kasus Covid-19, Arab Saudi juga belum mengundang Indonesia untuk menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan haji.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi lewat akun Twitternya telah menyebutkan 11 negara yang diperbolehkan masuk Arab Saudi seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, Prancis, Portugal, Swedia, Swiss, Italia, Irlandia hingga Uni Emirat Arab. Sayangnya, Indonesia masih belum masuk ke dalam daftar tersebut.
Sungguh sangat disayangkan, akibat ketiadaan Khilafah bagi umat saat ini telah membuat umat Islam kehilangan pelindung dan pengayom. Lain hal saat khilafah masih memimpin. Di mana seorang Khalifah memiliki peran penting dalam mengayomi dan melindungi.
Pun pada waktu itu Aceh juga mengalami hal yang sama yaitu tidak bisa berangkat haji. Penyebabnya karena muslim Aceh dilarang berangkat haji oleh Kerajaan Kristen Belanda. Aceh pada saat itu berada di bawah kekuasaan Khalifah Abdul Hamid II.
Mendengar hal tersebut Sultan Abdul Hamid II naik pitam, hingga suara gebrakan meja terdengar keras. Sultan Abdul Hamid II begitu gelisah dan sedih. Bagaimanapun caranya Aceh akan tetap pergi haji, meski kondisi Khilafah saat itu sedang krisis.
Hingga akhirnya Sultan Abdul Hamid II dapat menekan Belanda agar menjamin muslim Aceh pergi haji. Meski Aceh diperkirakan jauh lokasinya dari ibu kota, namun tetap saja Khalifah akan menjamin umat Islam di mana pun keberadaannya.
Sedih dirasa ketika haji tidak tertunai. Justru ditanggapi dengan mudah oleh negara. Dengan alasan yang tidak memuaskan akal umat. Bukankah seorang pemimpin itu seharusnya dapat memfasilitasi, mengayomi, mewujudkan kebutuhan dan kewajiban umat?
Sangat jauh terbayang, fungsi ini telah hilang sejak Khilafah tiada. Bersamaan dengan itu muncullah sistem kapitalisme yang sekarang tengah diadopsi oleh negeri-negeri Muslim. Hingga tidak ada lagi yang melindungi umat Islam serta menunaikan hak-haknya seperti pada masa Khilafah.
Wallahu a'lam bishshowab
*Komunitas Millenials Perindu Surga
Tulungagung
Tags
Opini