Oleh: Sandhi Indrati,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Pemerintah RI yang diwakili Menteri Agama menyebut
pemerintah Arab Saudi belum memberi kepastian terkait kuota 1,8 persen jemaah
haji Indonesia. "Mestinya kepastian itu disampaikan Arab Saudi pada 28 Mei
2021 lalu. Keputusan ini saya sepakat harus kita buat, dengan atau tanpa pengumuman
dari Arab Saudi, " kata Menag dalam rapat di Komisi VIII DPR, Senin 31 Mei
2021. (CNN Indonesia.com/ Kamis, 3 Juni 2021).
Kedubes Arab Saudi menyangkal tentang ketiadaan kuota
jamaah haji Indonesia. Hal tersebut dicantumkan dalam laman berita Kontan.co.id edisi Jumat, 4 Juni 2021.
Dalam surat yang dikirim kepada Ketua DPR Puan Maharani, Dubes Arab Saudi
membantah pernyataan wakil ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menyatakan bahwa
Indonesia tidak memperoleh kuota haji pada tahun ini.
Kedubes Arab Saudi juga membantah pernyataan wakil
ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily yang mengatakan pada tahun ini ada 11
negara yang telah memperoleh kuota haji dari Kerajaan Arab Saudi dan Indonesia
tidak termasuk dari negara- negara tersebut.
Sebenarnya, tahun ini adalah kali kedua bagi umat
Islam Indonesia gagal berangkat ke tanah suci memenuhi panggilan Ilahi.
Pemerintah beralasan yang sama dengan tahun lalu karena masih pandemi Covid-19.
Padahal ada 11 negara yang diizinkan bisa memberangkatkan calon jemaah hajinya
untuk beribadah ke tanah suci, seperti Jepang, Uni Emirat Arab, Inggris dan 8
negara lainnya. (Kompas.com/30 Mei 2021).
Jika dilihat, salah satu penyebab polemik gagal
berangkat para calon jemaah haji Indonesia 2021 Masehi karena umat Islam saat
ini terpisah-pisah dalam sekat negara serta tuntutan aturan administrasi perjalanan
antar negara. Keruntuhan daulah Islam (satu negara yang menyatukan umat Islam
di seluruh belahan dunia berada dalam satu kepemimpinan) pada 1924 telah menghapuskan kesatuan umat Islam.
Sejak hilangnya institusi khilafah (sistem
pemerintahan Islam) kaum Muslim hidup tercerai berai serta terbebani beragam
kesulitan, termasuk dalam hal ibadah haji dan umrah ke tanah suci. Perihal
transportasi, akomodasi, admistrasi, konsumsi serta kesehatan bagi para jemaah
selama menjalankan ibadah haji dan umrah menjadi urusan masing-masing
negara.
Ketika Rasulullah SAW hijrah dari Kota Makkah menuju Kota
Madinah kemudian mendirikan daulah, maka seluruh jazirah Arab menjadi satu negara.
Seluruh Muslim di wilayah yang berada di jazirah Arab bisa dengan mudahnya
melakukan ibadah haji di Kota Makkah dan Madinah. Saat masa khalifah Umar bin
Khattab berhasil menaklukan Persia dan Romawi, umat Islam Palestina dan bahkan
hingga Pakistan sangat mudah melakukan ibadah haji, karena mereka adalah warga
negara di negara yang sama dengan tempat pelaksanaan ibadah haji, yaitu negara
daulah.
Bahkan pada masa Khalifah Abdul Hamid dari khilafah
Turki Utsmani berhasil membangun jaringan kereta api yang menghubungkan Kota
Damaskus hingga Madinah dengan tujuan memudahkan rakyat dalam melaksakan ibadah
haji dan umrah. Saat itu, pergi haji dan umrah adalah hal yang sangat mudah,
hanya cukup membeli tiket kereta api saja dengan harga yang terjangkau, tanpa
berurusan dengan paspor ataupun visa seperti sekarang ini. Semua kemudahan itu
dikarenakan masih berada dalam satu negara yang sama.Saat itu Yaman, Suriah,
Irak, Palestina, Mesir, Turki, Pakistan, India bahkan Nusantara adalah satu
negara, Daulah Islam, sehingga pelaksanaan ibadah haji di masa khilafah begitu
mudah.
Mudahnya pelaksanaan ibadah haji di masa khilafah,
karena haji adalah rukun Islam kelima serta wajib dilaksanakan bagi setiap Muslim
yang mampu, sehingga khilafah akan berusaha semaksimal mungkin agar ibadah haji
ini terlaksana setiap tahunnya.
Nah, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ibadah haji dan umrah saat ini karena ketiadaannya Khilafah Islam sebagai pemersatu umat di seluruh bagian bumi ini. Hanya Khilafah Islamlah yang mampu mewujudkan kemudahan seluruh urusan kaum Muslim, termasuk dalam urusan ibadah haji dan umrah.