Oleh : Eri*
Duka tak pernah pergi dari bumi Palestina. Tentara Israel terus melakukan intimidasi, kekerasan, pengusiran dan perlakuan keji lainnya. Tidak sedikit korban yang berjatuhan, ratusan bahkan ribuan. Aksi protes dan solidaritas terus mengalir dari penjuru dunia sebagai bentuk dukungan atas penderitaan yang mereka alami.
Tak tinggal diam, negeri-negeri Islam mengencam atas aksi teror tentara Israel. Turki, Arab Saudi, Oman dan sejumlah negera-negara jazirah Arab lainnya. Indonesia pun tidak ingin ketinggalan, beserta dua negara lainnya Malaysia dan Brunei Darussalam mengambil sikap tegas. Melalui Menlu Retno Marsudi, ketiga negera tersebut mengutuk agresi Israel yang menyebabkan kekerasan di Jerussalem Timur dan Jalur Gaza.
'Ketiga negara tersebut menyatakan mengutuk Keterangan tertulis pernyataan bersama tiga negara itu diunggah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun twitternya, Minggu (16/5/2021). Keterangan tertulis itu dibuat oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin, dan Sultan Brunei Sultan Hassanal Bolkiah'. (viva.co.id 21/6/21)
Selain itu, perubahan politik Israel yang terjadi secara cepat membawa angin segar. Walau tidak merubah nasib Palestina saat ini. Mereka menyakini pengganti dari Benjamin Netanyahu tidak akan menghentikan pengusiran warga Gaza dan tetap melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi ditepi barat.
Namun, di lain sisi ia terpikir, "Dan ini adalah awal dari era kegelapan baru. Koalisi baru tidak akan berbeda dari (pemimpin) yang sebelumnya. Israel masih menduduki Palestina. Kami belum melihat akhir dari pendudukan di tahun mendatang." kata Kareem Hassanian (44 tahun), seorang psikolog Palestina yang tinggal di Jalur Gaza, lokasi yang menjadi medan pertempuran Israel dan Hamas, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Jumat (4/6/2021). (kompas.com)
Jelas, perdamaian yang diharapkan tidak akan terjadi. Siapa pun pemimpinnya, selama sistem demokrasi ala Barat masih diemban, tidak akan merubah keadaan. Apalagi berharap pada lembaga-lembaga internasional seperti OKI atau PBB. Solusi yang ditawarkan tak akan jauh dari negosiasi busuk ala Barat. Perundingan internasional akan kembali diusulkan untuk menyelesaikan masalah kependudukan Israel-Palestina.
Two state solution yang diprakarsai Amerika bukanlah hal baru. Solusi ini mengakui kemerdekaan Palestina dengan hidup damai berdampingan bersama Israel. Terdengar indah, namun secara fakta solusi tersebut secara tidak langsung, melegalkan tindakan Israel yang merampas tanah Palestina. Tentu, ini solusi bathil dan tidak sesuai dengan Islam. Jadi, sesering apapun perjanjian perdamaian yang digagas tidak menyelesaikan masalah secara tuntas.
Ketiadaan junnah bagi umat Islam seluruh dunia mengakibatkan penderitaan yang panjang dan berliku. Umat Islam juga terpecah belah dalam sekat nasionalisme. Untuk itu, perlu sebuah institusi global yang menyatukan negeri-negeri Islam. Khilafah mampu menyatukan umat manusia dari berbagai ras, bahasa, suku dan bangsa dibawah ikatan akidah. Sejarah membuktikan umat Islam hidup dalam keadaan aman dan terlindungi dari tangan-tangan musuh Islam termasuk Palestina.
Sejarah panjang Islam membuktikan bagaimana seorang Khalifah mempertahankan wilayah-wilayahnya dari tangan musuh. "Nasihatilah Doktor Hertz, janganlah dia mengambil langkah serius dalam hal ini. Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejengkal". Lalu beliau menegaskan lagi dengan berkata, "Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Ia adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi bumi ini. Mereka telah membasahi tanahnya dengan darah-darah mereka.”
Inilah sebagian pernyataan Sultan Abdul Hamid II, yang menolak tawaran Yahudi untuk memberikan secuil tanah Palestina. Dengan lantang dan wibawa, Sultan mempertahankan tanah Palestina dibawah kekhilafan Utsmaniyah.
Pernyataan tersebut menegaskan pada kita bahwa ini bukan permasalahan bangsa Palestina, tapi permasalahan kaum Muslim seluruhnya. Maka, setuju dengan opsi kemerdekaan ala Barat sama saja mengkhianati para syuhada yang mempertahankan tanah umat Islam. Sebab, merdeka secara hakiki berarti bebas dari segala bentuk penjajahan dan kezaliman. Bukan mengakui bentuk perampasan tanah atas nama legalitas semata.
Masalah tidak akan pernah selesai dengan bantuan dana atau logistik lainnya. Satu-satunya solusi yang tepat adalah jihad fi sabilillah. Saat ini hanya jihad yang mampu menghentikan serangan Israel. Itulah yang diwajibkan dalam Islam dibawah kepemimpinan Islam yang menjadi benteng umat Muslim.
Khilafah merupakan junnah umat yang mampu mewujudkan harapan umat Muslim seluruh dunia. Sehingga kemerdekaan Palestina akan diraih secara nyata. Sepantasnya kita mengakhiri pengkhianatan yang terus mengupayakan kemerdekaan ala Barat dan mengikuti sikap para Khalifah dalam menolak segala bentuk kezaliman.
Waallahu a'lam bis shawwab.
*(Pemerhati Masyarakat)
Tags
Opini