Oleh : Neti Ummu Hasna
Program sertifikasi da'i bukanlah hal baru di Kementerian Agama. Jika di masa Menteri Agama sebelumnya program ini diklaim untuk mendukung program deradikalisasi. Saat ini program sertifikasi da'i diklaim untuk penguatan moderasi beragama.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR. Ia menyebutkan akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dan penceramah.
Fasilitas pembinaan ini, kata Yaqut, untuk meningkatkan kompetensi para Dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan Hubbul Wathon Minal Iman. (Okezone.com, 1 Juni 2021)
Menanggapi rencana program tersebut tersebut Ketua Umum Ikatan Dai Seluruh Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori mengingatkan jangan sampai ada syahwat-syahwat dari golongan tertentu dalam sertifikasi dai berwawasan kebangsaan. Sertifikasi dai dinilai harus bertujuan hanya karena Allah SWT. (AyoBandung.com, 4 Juni 2021)
Bahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Dr Amirsyah Tambunan menolak rencana tersebut. Karena, menurut Amirsyah, sertifikasi ini tidak jelas manfaat yang diterima oleh penceramah dan dai yang akan disertifikasi.
Ia mengungkapkan, selama ini para dai dan penceramah yang berasal dari NU, Muhammadiyah, dan Al Wasliyah sudah memperoleh wawasan kebangsaan yang dilaksanakan MUI dengan dai bersertifikat dalam program penguatan kompetensi dai, termasuk wawasan kebangsaan. (Republika.co.id, 4 Juni 2021)
Saat ini program penguatan wawasan kebangsaan dinilai sebagai upaya yang efektif untuk mencapai tujuan moderasi beragama. Yakni untuk menampilkan Islam yang ramah, toleran dan tidak kaku. Hal ini kebalikan dari Islam yang digambarkan sebagai Islam yang tidak ramah, intoleran dan provokatif. Singkatnya moderasi merupakan lawan dari radikalisasi agama.
RAND Corporation dalam Building Moderate Muslim Networks menjelaskan karakter Islam moderat, yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian, dan menentang terorisme.
Analis Islam terkemuka di AS, Robert Spencer, menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam kepada nonmuslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak supremasi Islam atas agama lain; menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh; dan lain-lain. (Muslimahnews, 7/5/2021)
Diharapkan dengan sertifikasi tersebut, penceramah lebih moderat dan tidak terlalu kaku dalam menyampaikan dakwah. Yaitu dengan pendekatan kultural dan budaya setempat.
Dengan demikian secara tidak langsung tujuan dari program sertifikasi da'i ini bukanlah untuk peningkatan kualitas dan kompetensi da'i, sebagaimana yang diklaim sebelumnya. Program ini tak lain merupakan penerjemahan dari agenda global yang telah disetting untuk memusuhi dakwah Islam politis. Yakni dakwah yang bertujuan mengajak umat Islam agar kembali menjadikan syariat Islam kaffah sebagai sistem kehidupan serta melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Melalui program ini para da'i akan diarahkan untuk melakukan dakwah sesuai dengan kepentingan rezim.
Program ini juga dinilai sebagai upaya untuk membungkam para da'i kritis yang membongkar makar-makar para kapitalis global yang akan menguasai negeri ini.
Sejatinya dakwah tidak memerlukan sertifikasi. Kewajiban dakwah atau amar ma'ruf nahi munkar telah diperintahkan di dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah mengubah dengan hatinya. Itu adalah selemah-lemah iman." (HR Muslim).
Seorang da'i sejati adalah yang melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar sekaligus. Bukan da'i yang hanya melakukan amar ma'ruf tapi meninggalkan nahi munkar. Bukan pula da'i yang mendukung legalisasi kebijakan rezim yang dinilai dzalim dan merugikan kepentingan rakyat.
Rasulullah SAW bersabda, " Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Pemerintah seharusnya tidak sibuk dengan program moderasi dan sertifikasi. Semestinya pemerintah melakukan evaluasi bahwa segala macam persoalan yang menimpa negeri ini akibat jauhnya mereka dan umat dari aturan Islam yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Oleh sebab itu yang perlu dilakukan pemerintah adalah menggandeng para da'i dan ulama untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran dengan membina umat dan generasi muslim. Hal ini ditujukan agar umat tidak terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran asing, tidak terjerumus dalam berbagai kemaksiatan dan yang paling penting mau menjadikan Islam kaffah sebagai aturan kehidupan.