Oleh : Nur Octafian NL S.Tr. Gz.
Dunia perekonomian global saat ini tengah dirundung derita, krisis pangan yang melanda beberapa negara belum menemui ujungnya, seperti negara suriah yang berpotensi menjadi bencana kelaparan.
Berdasarkan laporan Human Rights Watch, konflik bersenjata selama satu dekade telah menyebabkan kekurangan gandum yang parah di Suriah akibat lahan-lahan pertanian semakin sedikit. Selain itu, banyak pula toko roti yang ikut hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik. (Republika co.id 30/05/2021)
Belum lagi krisis pangan yang terjadi di Myanmar berpotensi terjadinya bencana kelaparan terutama sejak kudeta pemimpin sipil pada Februari lalu ekonomi dan perbankan di negeri tersebut menjadi lumpuh.
Krisis pangan yang melanda berbagai belahan dunia makin diperparah dengan adanya konflik-konflik internal. Ini merupakan gambaran nyata wajah dari sistem kapitalisme yang eksploitatif, memanfaatkan lahan secara sewenang-wenang dan berlebihan tanpa adanya kompensasi kesejahteraan, bahkan imbasnya adalah kerusakan alam yang parah.
Hal ini sejalan dengan karakter kebijakan sistem kapitalisme yang sangat pro terhadap para pemilik modal. Alhasil, lahan stok pangan menjadi merosot sehingga tidak bisa mencukupi pasokan pangan.
Kapitalisme pula menjadikan penguasa saat ini sangat perhitungan terhadap rakyatnya sendiri, Tak heran mereka akan cenderung tega untuk mengorbankan nyawa rakyatnya demi eksistensi kekuasaannya.
Krisis pangan memang menjadi masalah klasik dalam sistem kapitalisme. Sedang sistem Islam hadir dengan solusi fundamental. Bagaimana tidak, sistem ini yang dijalankan oleh seorang Kholifah dalam mengatur tatanan pemerintahan telah terbukti 13 abad lamanya berhasil mengatur kehidupan manusia, termasuk dalam hal pangan.
Dalam Islam negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan rakyat karena negara adalah raain (pelayan/pengurus) dan junnah (pelindung). Negara akan memegang kendali penuh terhadap seluruh rantai pasok pangan, kendati swasta pun boleh memiliki usaha pertanian. Namun penguasaannya tetap di tangan negara.
Dalam sistem Islam pemerintah sangat dituntut agar amanah. Pengalihan pasok pangan tidak boleh dialihkan kepada korporasi seperti saat ini. Selain itu negara harus sangat jeli dalam mengawasi stok pangan sehingga tidak terjadi penimbunan yang berefek langkanya pangan atau adanya permainan mafia yang memainkan harga bahan pangan di masyarakat menjadi tinggi, sehingga terjadi krisis pangan.
Jika pun terjadi krisis pangan, karena minimnya bahan penunjang yang mengakibatkan penurunan hasil produksi. Maka untuk meningkatkan produktifitas pertanian, negara akan memberikan fasilitas yang cuku. Mulai dari memaksimalkan lahan pertanian, memberikan bibit unggul, pupuk gratis dan alat-alat produksi penunjang lainnya.
Terkait dengan pendistribusian pangan, bila saat ini kita lihat pendistribusian masih tersekat oleh otonomi daerah, berbeda halnya dengan Islam. Di mana daerah yang hasil pangannya melimpah, akan disalurkan ke daerah yang minim pangannya, sehingga dapat terpenuhi stok pangan. Sedangkan SDM yang bertugas mendistribusikan bahan pangan dilakukan oleh aparatur negara yang kompeten dan amanah.
Soal pendanaan tentunya Islam memiliki konsep baitul mal, selain itu dalam Islam banyak jenis pemasukan yang dapat digunakan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Diantaranya dari kepemilikan umum yaitu sumber daya alam seperti tambang, kekayaan alam bawah laut serta hutan dan lain-lain.
Maka pilihan ada di tangan umat, mau memilih sistem mana. Apakah sistem kapitalisme yang bengis pembawa nestapa bagi umat manusia ataukah sistem Islam yang jelas-jelas membawa kejayaan dan ketentraman di muka bumi? Sistem Islamlah yang mampu mengatasi semua problematika umat yang begitu kompleks ini. Tentunya juga mampu mengatasi krisis pangan yang terjadi di belahan dunia. Sebab sistem aturan ini berasal dari Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan yaitu Allah SWT.
_Wallahua’alam bishshawab_
Tags
Opini