Oleh: Siti Farihatin, S.Sos
Badai covid belum berlalu krisis pangan sudah menerjang beberapa belahan dunia. Tidak tanggung-tanggung bahkan krisis kali ini menimpa daerah konflik di beberapa negara. Mereka tidak bisa makan layaknya masyarakat yang berada di negara tanpa krisis. Makanan yang tidak layak pun mereka makan demi untuk memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup.
Myanmar merupakan salah satu negara yang mengalami krisis pangan, melihat kondisi mereka sungguh luar biasa miris karena krisis pangan yang terjadi tidak main-main. Krisis pangan yang terjadi sekarang harus mendapat perhatian yang luar biasa agar segera teratasi.
Program Pangan Dunia (WFP) mendengungkan bahwa jutaan warga di Myanmar kini menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan ekstrem. Ekonomi dan sistem perbankan nasional negeri itu telah lumpuh sejak perebutan kekuasaan militer yang mendorong pemimpin sipil Aung San Suu Kyi lengser pada Februari lalu. Mata pencaharian telah hilang setelah pemogokan dan penutupan pabrik, harga bahan bakar melonjak dan mereka yang cukup beruntung memiliki tabungan bank harus mengantre sepanjang hari untuk menarik uang tunai. Bertualang di tempat umum untuk mencari nafkah juga mengancam keselamatan dengan latar belakang tindakan keras tanpa pandang bulu dan brutal oleh pasukan keamanan terhadap perbedaan pendapat yang telah menewaskan lebih dari 800 warga sipil. (Lentera Sultra.com, 29/05/2021).
Di negara yang pada waktu normal mengekspor beras, kacang-kacangan, dan buah-buahan itu, jutaan warga akan kelaparan dalam beberapa bulan mendatang "Kami harus memberi makan anak-anak kami agar mereka tidak kelaparan,” kata Aye Mar. Duduk tanpa alas kaki di ibu kota komersial, bersama seorang bayinya yang berayun di tempat tidur gantung di atas kepala. Wanita berusia 33 tahun itu tidak bekerja, bersama suaminya yang dipaksa untuk mengambil pekerjaan serabutan yang ditawarkan, termasuk menggali septic tank. Pedagang makanan, Wah Wah, 37, mengatakan akibat kenaikan harga sejak kudeta membuat pelanggan tidak bisa lagi membeli sesuatu yang sederhana seperti semangkuk ikan kering.(Lentera Sultra.com, 29/05/2021).
Tetapi mirisnya di sisi lain masih banyak negara-negara yang mempunyai pangan berlebihan. Hal ini tidak lain tidak bukan karena sistem kapitalisme yang menjadikan siapa yang mempunyai kapital besar pasti mereka akan berkuasa, termasuk menguasai pangan di tengah pandemi. Tidak selayaknya sistem yang bobrok ini menjadi acuan bahkan seluruh dunia. Mencampakkan kapitalisme merupakan hal yang positif yang harus dilakukan semua negara agar terbebas dari segala permasalahan pelik.
Sistem Kapitalisme sudah selayaknya dibuang dan tidak dijadikan acuan bahkan untuk memimpin dunia. Kapitalisme sudah merenggut yang menjadi hak manusia, sistem ini tak ubahnya sistem yang menjadi akar masalah krisis pangan yang melanda berbagai belahan negeri. Tidak selayaknya menjadikan sistem ini sebagai acuan untuk penerapan berbagai sektor termasuk dalam bidang ekonomi. Kebobrokan sistem kapitalisme ini sudah tidak bisa ditolelir lagi, karena sejatinya sistem ini tidak mampu menyelesaikan berbagai problematika umat dan tidak layak untik diterapkan.
Dan solusi yang seperti apa yang hendaknya kita lakukan?. Krisis pangan hanya akan mampu diatasi dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi jelas terkait perolehan harta dan bagaimana distribusi yang dilakukan oleh negara Islam untuk memenuhi kebutuhan umat. Perolehan harta juga jelas, ada pos-pos yang akan menjadi pemenuhan dalam setiap kebutuhan umat. Untuk memenuhi kebutuhan umat secara umum, dalam kaitannya ini ada dalam kepemilikan umum yang menjadi hak umat untuk dinikmati. Kepemilikan umum ini benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan umat dan bukan diperuntukkan untuk kepentingan negara apalagi untuk dinikmati segelintir orang.
Setidaknya ada lima prinsip pokok yang pernah diterapkan dalam sistem Islam (sistem Khilafah) dalam ketahanan pangan yang relevan untuk diterapkan. Diantaranya adalah pertama optimalisasi produksi, mengoptimalkan produksi dengan memaksimalkan lahan yang bisa memproduksi bahan pangan. Kedua, adaptasi gaya hidup. Masyarakat tidak selayaknya mengeksploitasi dengan memanfaatkan sesuatu yang berlebihan. Ketiga, Prediksi Iklim. Negara wajib memprediksi iklim yang terjadi dan mengantisipasi apabila terjadi perubahan iklim untuk memaksimalkan ketahanan pangan. Keempat, management logistik. Hal ini penting terkait dengan distribusi yang akan disalurkan untuk umat, jangan sampai ada ktimpangan yang terjadi sehingga diatribusi yang dilakukan tidak bisa memenuhi kebutuhan. Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan.
Tags
Opini