Prihatin! Pejabat yang sedianya jadi panutan kebaikan bagi negeri, justru jatuh dalam perbuatan kotor yakni menjadi koruptor. Tiap lini bidang rasanya ada saja tikus yang secara rapi menggerogoti uang-uang haram. Akankah negeri ini bisa lepas dari aksi pencurian uang yang seakan tak ada matinya ini?
Kali ini berita datang dari Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman kembali diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap Infrastruktur tahun anggaran 2020-2021 di lingkup Pemprov Sulsel dengan tersangka Nurdin Abdullah, Gubernur nonaktif Sulsel. Selain Sudirman, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan ada tiga orang lain yang dijadwalkan untuk diperiksa tim penyidik, Rabu (2/6), di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka ialah M Fathul Fauzy Nurdin seorang mahasiswa sekaligus wiraswasta sekaligus putra Nurdin Abdullah, ibu rumah tangga bernama Meikewati Bunadi, dan Yusuf Tyos sebagai wiraswasta (Media Indonesia.com 2/6/2021).
Berita korupsi juga datang dari ujung negeri. POLDA Papua Barat tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret Bupati Fakfak, Untung Tamsil, saat masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan. Polisi telah memanggil Untung saat untuk mengklarifikasi adanya pengaduan dari masyarakat (dumas) terkait kasus tersebut (medcom.id 2/6/2021).
Jika kita teliti dan cerdas, sesungguhnya pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh sistemnya. Pemberantasan korupsi akan terus menjadi harapan kosong di dalam sistem politik sekuler demokrasi yang korup saat ini. Karena itu pemberantasan korupsi harus dimulai dengan meninggalkan sistem yang terbukti korup dan gagal memberantas korupsi. Lalu diikuti dengan mengambil dan menerapkan sistem yang benar-benar antikorupsi. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam.
Dalam sistem Islam, hukum juga tidak bisa diutak-atik. Apalagi ditetapkan sesuka hati oleh penguasa. Sebabnya, hukumnya adalah hukum Allah Swt. Bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah yang diistinbat dengan istinbat syar’i yang sahih.
Adapun secara praktis, pemberantasan korupsi dalam sistem Islam di antaranya dilakukan melalui beberapa upaya berikut ini:
Pertama: Penanaman iman dan takwa, khususnya kepada pejabat dan pegawai. Aspek ketakwaan menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat. Ketakwaan itu akan mencegah pejabat dan pegawai melakukan kejahatan korupsi.
Kedua: Sistem penggajian yang layak sehingga tidak ada alasan untuk berlaku korup.
Ketiga: Ketentuan serta batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul serta penerapan pembuktian terbalik. Rasul saw. bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul.” (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim)
Berdasarkan hadis ini, harta yang diperoleh aparat, pejabat, dan penguasa selain pendapatan (gaji) yang telah ditentukan, apa pun namanya (hadiah, fee, pungutan, suap, dan sebagainya), merupakan harta ghulul dan hukumnya haram. Hadis ini mengisyaratkan: Pendapatan pejabat dan aparat hendaknya diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi. Harta pejabat dan aparat harus dicatat, bukan hanya mengandalkan laporan yang bersangkutan. Harta kekayaan pejabat itu harus diaudit. Jika ada pertambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.
Keempat: Hukuman yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta’zîr. Hukuman itu bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya. Sanksi penyitaan harta ghulul juga bisa ditambah dengan denda. Gabungan keduanya ini sekarang dikenal dengan pemiskinan terhadap para koruptor.
Sistem yang benar-benar antikorupsi tidak bisa jalan sendiri. Agar benar-benar bebas korupsi diperlukan aparatur yang juga benar-benar berkarakter antikorupsi. Aktivitas dan efektivitas pemberantasan korupsi yang dijalankan oleh aparatur yang antikorupsi itu sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh karakter pemimpin.
Di sini diperlukan pemimpin teladan. Pemimpin yang antikorupsi, yang komitmen dalam pemberantasan korupsinya tidak diragukan lagi. Pemimpin yang satu antara ucapan dan tindakan. Komitmen antikorupsi itu tampak nyata dalam ucapan, karakter dan kebijakannya. Dia pun memberikan teladan terkait dirinya, keluarga, dan semua koleganya.
Pemimpin ini memiliki ketakwaan. Rasa takutnya kepada Allah Swt. dan siksa-Nya begitu menghunjam dalam kalbunya. Hal ini akan membuat dia konsisten dan konsekuen menjalankan hukum dan pemerintahan. Dia akan sangat keras menjaga harta rakyat dan negara. Bagi dia, tidak boleh ada harta rakyat dan negara yang hilang atau tersia-sia apalagi dikorupsi.
Maka adalah tugas kita bersama untuk mewujudkan sistem Islam yang akan membuat korupsi mati sampai akarnya hingga korupsi tidak menjadi harga mati lagi.
Wallahu a'laam biasshawab.