N.
Elylumahatu
Kata
kesetaraan gender tentu tidak asing lagi tuk di dengar, yaitu (keadaan dimana
laki-laki dan perempuan berada pada kondisi dan status yang sama dalam
merealisasikan profesi dan hak asasinya). Walhasil, kebanyakan kaum perempuan
yang hidup dibawah sistem kapitalis saat ini, lebih memilih bekerja diluar
rumah sebagaimana yang dilakukan oleh kepala keluarga (suami), daripada
mengurus rumah tangganya dan anak-anaknya dirumah. Statusnya sebagai seorang
ibu hanya disandangkan sebatas gelar semata, karena telah melahirkan
anak-anaknya.
Sementara
perannya sebagai seorang ibu diserahkan kepada baby sister atau pembantu
mereka. Dalam hal ini, tentu ada kekeliruan terhadap psikologi anak. kenapa?
Karena sedari bayi hingga beranjak dewasa mereka hanya tersusupi oleh wajah
dari baby sisternya daripada wajah ibu kandungnya. Jadi, tak heran apabila ada
anak yang lebih dekat dengan baby sister atau pembantu daripada ibunya sendiri.
Itulah system kapitalis yang tolok-ukurnya adalah materi, uang adalah segalanya
dan materi adalah tujuan hidupnya.
Akibatnya,
peran seorang ibu yang seharusnya menjadi ummu warobbatul bait ( Ibu pengatur
rumah tangga dan orang pertama yang mendidik anak-anaknya), kini berlomba-lomba
dalam mencari pekerjaan diluar rumah, daripada menetap di rumah dan mengurusi
anak-anak dan suami mereka. Mereka merasa cukup
dengan menjadi wanita karir dan ibu yang baik, ketika dapat memenuhi
semua kebutuhan anak-anaknnya dengan materi. Padahal peran seorang ibu yang
sesungguhnya bukan hanya sekedar menyediakan materi bagi anak, melainkan
mendidik, menjaga, dan mengayominya sebagaimana fitrahnya seorang ibu.
Jika
kita menelaah problematika yang terjadi di tengah-tengah umat saat ini, memang
sudah menjadi hal yang lumrah yang tidak bisa dipungkiri. Bahwasannya, adanya
berbagai problems dalam masyarakat, diantaranya kesetaraan gender yang kian
masif saat ini adalah buah hasil dari system kapitalisme. Ini menunjukkan
bahwa, kesetaraan gender adalah sebuah gerakan yang mengekspor nilai-nilai
barat dalam memberdayakan perempuan yang berfokus pada kebebasan. Gerakan
fanatisme barat juga secara finansial mendorong kaum perempuan untuk tidak
bergantung kepada suami dan tidak perlu ada kewajiban taat pada suami. Jika
perempuan telah berperan dalam finansial keluarga maka perannya sebagai ummu
warobbatul bait justru diabaikan.
Pasalnya,
anak-anak yang tadinya terlahir sebagai anak yang sami’na wa’atona, menjadi
anak yang pembakang dan bahkan durhaka terhadap kedua orang tua, karena
kurangnya asupan cinta dan kasih-sayang dari seorang ibu. Peran perempuan yang
seharusnya menjadi penopang utama dalam mengasuh dan menjaga kehormatan suami
justru di provokasikan untuk meninggalkan rumah dan berkiprah keranah publik,
sehingga muncullah yang namanya broken home.
Adanya
kesetaraan gender membawa gelombang kepiluan dalam tatanan keluarga dan masyarakat.
Keluarga yang awalnya berjalan harmonis dengan pembedaan dan posisi yang jelas
kini menjadi goyah karena seruan ketidakadilan dari segala sisi. Dengan
menyodorkan pemikiran-pemikiran kotor dan
mengeluarkan statement bahwa kedudukan perempuan sama persis dengan
laki-laki, sehingga dituangkanlah asumsi bahwa rumah tangga adalah penjara bagi
kaum perempuan dan peran sebagai seorang ibu adalah sebuah perbudakan.
Akibatnya hanya sebagian perempuan yang tulus melakoni peran sebagai ibu dan
menaati perintah sang suami.
Buramlah
sudah kacamata penguasa, jika system ini
masih tetap diterapkan. Karena sejatinya kesetaraan gender hanyalah perjuangan
semu, yang tidak mampu memberikan solusi
apapun terhadap perempuan, yang ada hanyalah kubangan persoalan dan
meningkatnya tingkat kesengsaraan terhadap institusi keluarga. Inilah system
Kapitalism-Sekularisme yang penerapan aturannya memisahkan agama dari
kehidupan. Dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan mengukur segala
sesuatu dengan ukuran materi belaka. Ironisnya lahirlah penerus bangsa dan
negara yang tidak memiliki pondasi
keimanan.
Perkara
ini tentulah sangat berbeda dengan system Islam. Islam bukan hanya sekedar
agama tetapi juga ideologi yang mampu mengikat dan mengayomi umatnya dari
segala penjuru. System Islam sebagai solusi tuntas problematika perempuan.
Yaitu dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah dengan
menopang tegaknya Khilafah Ala Minhaj’Nubuwah, maka Khilafah-lah yang akan
menjamin hak-hak perempuan, dan meninggikan harkat dan martabatnya dalam
masyarakat dan menjamin kesejahteraan-keselamatan dari keterpurukan.
Wallahu
Alam..