Kekerasan Seksual Anak di Konsel Kian Mengkhawatirkan




Oleh : Siti Maisaroh, S.Pd.

Mengkhawatirkan. 
Kasus kejahatan seksual yang menyasar anak dibawah umur kembali marak terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), tepatnya di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh media telisik.id (04/06/2021), bahwa dalam kurun waktu Januari-Mei 2021, tercatat kasus kekerasan seksual terhadap anak telah mencapai 35 kasus di Konsel.

Hal itu diungkapkan Satuan Bakti Pekerja Sosial Perlindungan Anak Kementerian Sosial wilayah Konsel, Helvin Ezza, Jumat (4/6/2021).

"Dari Januari hingga Mei 2021, kami sudah menangani 35 kasus. Angka ini sangat tinggi dibanding tahun 2020. Dimana, tahun lalu hanya 25 kasus yang menyasar anak-anak," ujar Helvin.

Ironisnya, kasus ini menimpa anak dengan usia terkategori dibawah umur. Bahkan ada yang masih berumur tiga tahun. Naudzubillah min dzalik. Fakta tersebut menjabarkan jika kriminalitas semakin menjamur di negara ini, bahkan sampai menyasar generasi muda.

Begitulah realitasnya. Bahwa, negara dengan sistem Demokrasi yang berpondasi kebebasan merupakan lahan subur berkembangnya berbagai kriminalitas, termasuk kekerasan seksual pada anak. Pendidikan sekuler yang tidak mampu mencetak pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan (membentuk manusia menjadi sosok yang beriman dan bertakwa), media liberal yang masif mengedukasi masyarakat dengan berita atau tontonan yang tidak layak, serta kebebasan berperilaku bagi individu adalah pemicu-pemicu yang memunculkan peluang guna melakukan kejahatan tersebut. Selain itu, sanksi yang terlampau ringan dalam aturan Demokrasi bagi pelaku kriminal juga memperparah keadaan.

Berbagai kondisi ini menjadi kombinasi sempurna untuk melahirkan sosok-sosok yang tidak segan melakukan apa saja guna memenuhi hawa nafsunya. Menerapkan berbagai hukuman yang menyasar pelaku saja, tidak akan menyelesaikan permasalahan kejahatan dengan tuntas. Karena pemicu yang memberi peluang munculnya pelaku lain tidak diberantas. Sehingga, untuk menyelesaikan beragam persoalan darurat generasi seperti kekerasan seksual, mau tidak mau harus menghilangkan sumber pemicunya.

Oleh karena itu, mengganti sistem Demokrasi menjadi pilihan terbaik untuk  meminimalisir peluang munculnya pelaku kriminal sekaligus mengakhiri karir mereka secara tuntas. 

Berbicara pengganti, yang memenuhi syarat hanya Sistem Islam semata. Pasalnya, Islam sebagai satu-satunya sistem yang tidak menerapkan peraturan buatan manusia terbukti mampu menyelesaikan setiap problematika umat. Selain memiliki peraturan lengkap, hukum Islam yang bersumber dari Sang Pencipta (Allah) memiliki keunggulan dibandingkan dengan hukum sekuler yang ditawarkan oleh sistem Demokrasi. 

Diantara keunggulan sistem Islam adalah keefektifannya dalam menekan angka kriminalitas. Hal ini dikarenakan penerapan sanksi dalam hukum Islam memiliki filosofi yang tidak dimiliki hukum sekuler, yaitu  zawâjir dan jawâbir. 

Zawâjir berarti bahwa sanksi akan dapat mencegah orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal. Hal tersebut karena sanksi dalam Islam sangat tegas dan keras sehingga orang berpikir ribuan kali untuk mengulang hal yang sama.

Adapun jawâbir bahwa sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan dosa dan menggugurkan sanksinya di akhirat. Dengan demikian, jika hukum Islam diterapkan maka pasti akan efektif menekan angka kriminalitas dan penyimpangan hukum. 

Selain bahwa sanksi yang diberikan akan memunculkan rasa jera untuk mengulanginya, mereka juga akan terdorong mendatangi aparat meminta dihukumi dengan hukum Islam, dengan harapan agar dosa-dosanya Allah hapuskan.

Namun, peraturan-peraturan Islam seperti itu hanya akan terlaksana secara sempurna dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam semata. Otomatis, untuk mengakhiri berbagai kriminalitas yang menjamur saat ini, seperti kekerasan seksual misalnya, maka negara harus mencampakkan sistem buatan manusia (Demokrasi) kemudian menerapkan peraturan Islam secara kaffah. Wallahua’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak