Oleh : Diani Ambarwati, S. PT
(Aktivis Dakwah)
Menanggapi lonjakan kasus yang terjadi di sejumlah daerah, pakar epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman mengatakan sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah mengubah strategi dalam menangani pandemi Covid-19. Menurutnya, gelombang pertama kasus Covid-19 akan mencapai puncaknya pada akhir Juni sampai awal Juli 2021.
Selain akibat dari akumulasi kasus Covid-19 selama satu tahun pandemi, penyebab kenaikan kasus ini juga karena penyebaran varian-varian baru virus corona. Salah satunya varian Alpha, mutasi virus corona yang muncul di Inggris, yang disebut memiliki kemampuan penyebaran infeksi yang sangat cepat, papar Dicky. (Kompas, 14/6/2021)
Pemerintah memberi respons terhadap lonjakan kasus di beberapa daerah. Satgas Covid-19 melakukan prinsip 3K, yaitu komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi, dengan daerah yang mengalami lonjakan kasus Corona. (Detik, 15/6/2021)
“Lonjakan kasus corona di mana-mana? Jangan salahkan mutasi virus yang ganas, salahkan ganasnya perilaku ugal-ugalan kita.” Kalimat itu terpampang dalam kanal Instagram Pandemic talks yang selama ini aktif memberi kabar mengenai kondisi dan perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Kebijakan atasi covid yang mundur cantik alias plin-plan menambah mengganasnya covid di Indonesia. Keniscyaan terjadi di sistem kapitalis yang mengambil kebijakan berdasarkan kacamata ekonomi alhasil nyawa rakyat tidak jadi prioritas. Nasib rakyat tidak menentu, aktivitas menjadi ambigu antara online dan offline. Terjadi di seluruh aspek kehidupan.
Bagaimana tidak, kebijakan berlaku setengah hati dan tidak ada ketegasan yang dilandasi kejelasan standar hukum yang hanya menggunakan akal semata. Berbeda dengan Islam, kebijakan khalifah bersandar kepada hukum Allah sehingga rambu-rambunya jelas dan tepat sasaran.
Kebijakan khalifah dalam bingkai khilafah Islamiyah bersifat komprehensif dan holistik sehingga tidak ada kebingungan di tengah masyarakat. Khilafah institusi mandiri dan independen sehingga kebijakannya tegas dan solutif.
Langkah strategis menyikapi pandemi adalah lockdown. Ini sudah jelas sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Muslim).
Kebijakan lockdown mungkin dilakukan dalam kekhilafahan. Sebagai negara mandiri dan independen memiliki kuasa penuh dalam pengaturan sistem pemerintahan pada seluruh aspek kehidupan. Terlebih lagi akan tegas dalam pengaturan keluar masuk ke wilayah negaranya.
Kebijakan khalifah fokus pada kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya karena didukung dengan baitul maal yang sumber pendapatannya melimpah ruah. Pemasukan negara didapat dari tiga bagian :
1. Pos Fa'i dan Kharaj (ghanimah, kharaj, tanah-tanah, jizyah dan pajak)
2. Pos Kepemilikan Umum (minyak bumi, gas, listrik, barang tambang, laut, sungai, selat, mata air, hutan, padang, gembalaan, hima dan sebagainya)
3. Pos Zakat (zakat uang, komoditas perdagangan, pertanian, buah-buahan, unta, sapi dan domba)
Berbeda halnya di negara sistem kapitalis, pendapatan negara dari bidang non riil alias pajak. Sementara pos lain hanya kebagian prosentasi minimal saja karena pengurusan dilimpahkan kepada para korporasi. Lagi-lagi rakyat dijadikan sapi perahan bahkan dipalak habis-habisan serba dipajakin.
Masih berharap pada sistem yang melahirkan penguasa yang oligarkis otoritrianism? Kekayaan alam dirampok oleh perampok berdasi, nyawa rakyat sudah tidak berarti hanya untuk mengikuti mandat tuannya, peliknya masalah ekonomi semakin mencekik, fluktuatif kebijakan harga sembako, tingginya biaya pendidikan yang berkualitas, jasa kesehatan sebagai garda terdepan pandemi tak elak lagi jadi sasaran pajak. Ya Allah kekuasan menggelapkan mata dan merusak hati nurani.
Seruan Allah dan RasulNya terkait berhukum pada aturan Allah bukan berdasarkan akal manusia yang bersifat lemah dan terbatas. Semua tidak digubris bahkan syariat Islam dijadikan olok-olok dan para pengemban dakwah yang beramar ma'ruf nahi mungkar dipersekusi tanpa hati. Padahal saudara semuslim dari umat terbaik.
Firman Allah Swt., “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal [8]: 24).
Kembalilah pada aturan Allah dan RasulNya, masih belum cukupkah azab Allah dengan pandemi covid yang menggila saat ini? Keterlaluan yang akut masih belum kembali kepada syariat Islam solusi hakiki.
Wallahu a'lam
Tags
Opini