Keadilan di Era Demokrasi



Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd


.
Tidak ada berita apapun tiba-tiba hukuman yang diberikan pada jaksa Pinangki menjadi berkurang yakni 4 tahun. Di mana sebelumnya ia divonis 10 tahun penjara terkait kasus yang melibatkan Djoko Chandra. Adapun alasan dipotongnya masa tahanan Pinangki karena ia wanita dan masih memiliki anak usia 4 tahun. Tentu, itu bukan alasan yang masuk akal. Dan hal tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak.
.
Sebanyak 16.542 orang telah menandatangani petisi. Yang mana petisi tersebut berisikan tentang vonis Pinangki. Mereka meminta kejaksaan agung segera mengajukan kasasi atas kasus Pinangki. Adapun petisi tersebut diinisiasi oleh indonesian corruption watch (ICW). (detiknews.com 20/06/2021).
.
Ironinya hukum ala demokrasi. Begitu mudahnya orang mempermainkan hukum. Hukuman yang ringan lebih diperingan lagi. Yang jelas, itu tidak mencerminkan adanya keadilan. Jika benar tuntutan itu diberlakukan hal tersebut akan menjadi problematika baru terutama dikalangan tahanan perempuan. Di mana, mereka akan menuntut keadilan seperti yang diberlakukan pada jaksa Pinangki.

Tak hanya itu, dengan dikuranginya masa hukuman otomatis itu tidak akan membuat para pelaku jera dengan tindakannya. Kenapa? Karena menganggap hukumannya akan diringankan oleh pihak yang berwewenang yakni pengadilan. Tentu, ini membuat pengadilan di mata masyarakat menjadi rendah. Bukankah pengadilan adalah tempat untuk orang-orang mencari keadilan? Lalu, kenapa saat ini dengan mudah para petinggi mempermainkan keadilan?

Jawabannya kembali pada sistem yang digunakan saat ini, kapitalisme. Dimana orang yang berkuasa akan mudah membeli keadilan, hanya dengan iming-iming jabatan dan sejumlah uang. Hal itu mereka lakukan di tengah krisis keadilan yang dialami masyarakat. Alih-alih mendapatkan keadilan, masyarakat justru dipertontonkan adegan demi adegan ketidakadilan yang terjadi di negeri ini.
.
Lain halnya jika sistem yang digunakan adalah sistem Islam. Islam begitu adil dalam menindak seseorang yang terjerat kasus hukum. Tak perduli mereka yang berasal dari kalangan atas, menengah atau bawah. Di mata hukum Islam, semua adalah sama tak ada yang berbeda. Apalagi orang yang melakukan tindak kejahatan sampai merugikan orang banyak. Tentu, akan dihukum dengan tegas dan seadil-adilnya. Sehingga tidak menimbulkan diskriminasi.
.
Seperti, pada kasus yang terjadi dengan Khalifah Umar dengan salah satu masyarakat desa. Di mana, saat Khalifah Umar membeli kuda pada seorang dusun. Lalu, saat ia membawanya pulang ke rumah. Tiba-tiba kuda tersebut tidak mampu untuk berjalan. Maka dari itu, Umar kembali menemuinya. Terjadi perdebatan diantara mereka. Hingga akhirnya mereka menemui Syuraih seseorang yang berlaku adil dalam memutuskan perkara.

Umar mengadukan penjual itu kepadanya. Setelah mendengarkan juga keterangan dari orang dusun tersebut, Syuraih menoleh kepada Umar bin Khathab sambil berkata, “Apakah Anda mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?”, “Benar,” jawab Umar.
“Ambillah yang telah Anda beli wahai Amirul Mukminin, atau kembalikan kuda tersebut dalam keadaan seperti tatkala Anda membelinya,” ujar Syuraih kemudian
Khalifah Umar memperhatikan Syuraih dengan takjub, lalu berkata, “Hanya beginikah pengadilan ini? Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah, karena aku mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”

Dari kasus di atas sudah jelas bagaimana Islam menjalankan peradilan. Namun, hal tersebut tidak akan terwujud jika sistem yang digunakan masih sistem demokrasi. Hanya dengan sistem Islam hukum keadilan bisa ditegakkan dengan tegas dan adil.
.
Wallahu 'alam bi shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak