Oleh
:Aisyah Al-Insyirah
Dilansir
dari KOMPAS.com bahwa perhimpunan dokter-dokter spesialis mengeluarkan
pernyataan merespons situasi pandemi di Indonesia yang tengah mengalami
lonjakan kasus Covid-19 secara signifikan. Sebanyak 5 perhimpunan dokter-dokter
spesialis mengadakan konferensi pers pada Jumat (18/6/2021), yang salah satunya
ditayangkan melalui Youtube Pengurus Besar PAPDI (Sumber : https:// amp.kompas.com/seruan-5-organisasi-dokter--jangan-sampai-sistem-kesehatan-kolaps-ppkm).
Hal
tersebut bisa di artikan bahwa sistem kesehatan di negara ini sedang mengalami
kekawatiran yang amat sangat dengan adanya wabah covid 19 ini. Di buktikan
dengan meningkatnya kasus aktif Covid-19 di berbagai daerah. Hal ini
menyebabkan dorongan penerapan lockdown menguat. Salah satunya berasal dari
Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi
Djoerban yang meminta pemerintah mengganti istilah Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Ketidakpatuhan masyarakat terhadap prokes yang
sering dijadikan dalih sejatinya menunjukkan ketidakmampuan negara dalam
meriayah rakyat sekaligus menunjukkan hilangnya wibawa kepemimpinan penguasa di
mata rakyat.
Negara
memang sudah salah langkah sejak awal ketika dominan menjadikan pertimbangan
ekonomi dalam mensikapi wabah. Yakni dibukanya akses pariwisata sebagai dalih
meningkatkan pereknomian negara yang sedang suram. Apalagi diperparah dengan penerapan
kebijakan kebijakan yang kian menjauhkan jarak antara penguasa dan rakyatnya.
Ketika
virus ini menyebar dan membuat manusia mengurangi intensitas pertemuan sesama
mereka, ekonomi makin terpukul, dan semua orang mulai berpikir tentang situasi
ini. Ketika korporasi raksasa farmasi menabur harapan umat manusia pada program
vaksinasi, Allah uji kembali dengan berkembangnya varian virus yang baru.
Sebagaimn
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri, lockdown ibarat obat keras
yang punya efek samping. Skenario terburuk dari kebijakan pengetatan tersebut
adalah melesetnya proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah yang pasti juga akan
diikuti pertambahan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan baru. Akibatnya
utang APBN semakin menumpuk.
Prediksinya,
jika lockdown dilakukan apalagi sampai selama sebulan, kemiskinan bisa
bertambah di atas 500 ribu orang atau setengah dari penambahan penduduk miskin
pada periode Maret-September 2020 yang mencapai 1,13 juta orang. “Sedangkan
angka pengangguran bisa tembus ke kisaran 8—9% (Sumber : https://www.muslimahnews.com/2021/06/24/news-lockdown-skenario-terburuk-tanpa-solusi/).
Dalam
hal ini, apabila solusi - solusi pragmatis tetap hrs dijalankan oleh masyarakat
tapi itu tetap tak akan cukup karena
penerapan sistem kapitalisme tetap akan mememunculkan perbenturan dengan kepentingan-kepentingan lainnya.
Ironisnya
dalam situasi ini, harusnya berpikir dengan segala penyelesaian masalah ini.
sesungguhnya siapa telah menguji siapa? Mengapa situasinya seperti ini? Tak
adakah jalan keluar yang bisa menyelamatkan semuanya, jalan keluar yang bisa
mengadopsi kepentingan semuanya? Bukan malah harus memilih antara peningkatan
ekonomi ataukah penyelesaian wabah covid - 19 ini.
Membangun
sistem kesehatan yang kuat untuk mensolusi situasi tak terkendali hari ini butuh
ada perubahan sistemis dan mendasar. Dimulai dari perubahan sistem politik dari
kapitalisme ke Islam yang berbasis kesadaran ideologis umat.
Penting
adanya dakwah islam ideologis kepada semua pihak terkait baik dakwah amar
ma'ruf nahi munkar kepada penguasa dan semua pihak yang terkait dengan
keberlangsungan hidup manusia. Yang pada akhirnya dakwah Islam ini yang akan mengokohkan
keimanan akan kebenaran dan kesempurnaan sistem Islam, termasuk pengaturan soal
kesehatan bagi manusia secara keseluruhan secara totalitas dengan wadah
pemerintahan Islam. Aturan dari Alloh taala yang jelas benar sebagai solusi
bagi kemaslahatan seluruh penduduk bumi nusantara.
Wallohu
A'lam Bishowab