Film Anak Terpapar Radikal, Ngawur



Oleh. : Eri*



Youtube menjadi media sosial yang digemari anak-anak untuk menemani hari-harinya. Ragam video dengan akses mudah melalui gawai membuat anak betah berlama-lama menikmati hiburan instan ala youtube. Namun, banyak konten-konten yang memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembang anak. 

Film Nussa dan Rara hadir ditengah-tengah masyarakat bagai oase di gurun pasir. Kartun dengan ciri khas Islam menjadi contoh film keluarga edukatif ditengah gempuran konten-konten negatif. Sejak rilis, film ini telah berhasil mencuri perhatian masyarakat yang rindu hiburan dengan konten positif. 

Namun, kesuksesan film Nussa dan Rara tidak mudah diraih. Sempet berhenti karena pandemi, lalu difitnah radikal dan intorelan. Belum lama ini, film Nussa dan Rara menjadi perbincangan warganet. Film animasi asal Indonesia berkesempatan tayang di Korea Selatan. Merupakan prestasi yang membanggakan anak bangsa. Namun, prestasi tersebut dicederai oleh cuitan salah satu akun Twitter yang membuat heboh jagat maya, karena menuduh pakaian yang dipakai Nussa tidak khas Indonesia. 

"Apakah ini foto anak Indonesia? Bukan. Pakaian lelaki sangat khas Taliban. Anak Afganistan. Tapi film Nusa Rara mau dipromosikan ke seluruh dunia. Agar dunia mengira, Indonesia adalah cabang khilafah. Atau bagian dari kekuasaan Taliban. Promosi yg merusak!" kicau akun Eko Kuntadhi. (detikhot.com 21/7/21)

Atas cuitan tersebut banyak yang memberi tanggapan. Mulai dari Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, yang tak habis pikir mengapa isu seperti itu diseret masuk ke film anak hanya karena cara berpakaian karakter kartun di dalamnya (pikiranrakyat.com 21/7/21). Hingga Sutradara dan produser, Angga Sasongko, Ia menanggapi opini yang sedang coba digiring Eko mengenai film kartun itu hanya dengan menyimpulkan busana yang dikenakan sosok karakter bocah Nussa dan Rara (tempo.co.id 21/7/21)

Film Nussa hadir atas keprihatinan atas negeri ini yang miskin konten edukasi. Target market film ini memang untuk keluarga Muslim. Wajar, film animasi ini dikemas dengan pesan moral, nilai serta ajaran Islam yang mudah dipahami anak-anak. 

Maka, cuitan itu tidak lebih dari pemikiran bodoh yang didasari kebencian terhadap syariat Islam. Lantaran tuduhan keji yang digelontorkan hanya melihat dari pakaian pemeran utama yang memakai gamis dan jilbab. Sehingga narasi tersebut sangat dangkal dan provokatif yang menggiring umat untuk membenci Islam. Sekali lagi, syariat Islam telah dilecehkan. 

Bagaimana bisa film anak yang mengajarkan adab, akhlak dan nilai-nilai Islam dibilang radikal. Sedangkan, banyak film-film barat yang merusak moral bangsa dibiarkan tanpa ditindak. Bahkan, film tersebut mengajarkan ide kebebasan seperti gaya hidup hedonis, pacaran, pakaian seksi, joget ala tiktok dan aktivitas negatif lainnya yang merusak generasi. 

Daripada sibuk mengomentari yang bermaksud provokatif atau ujaran kebencian, seharusnya kita mengapresiasi film-film yang mendidik. Di era digital, film tidak hanya berperan sebagai hiburan, tetapi jembatan edukuasi yang berpengaruh membentuk karakter generasi. Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua, masyarakat hingga negara untuk lindungi anak-anak dari film yang merusak.

Film menjadi sarana favorit untuk mengisi waktu luang atau melepas penat. Maka, film sudah menjadi kebutuhan manusia akan hiburan. Saatnya orang tua memilih film yang ditonton dan mendampingi anak serta menjelaskan makna tontonan tersebut. Orang tua juga wajib membatasi film yang pantas ditonton anak-anak.

Pentingnya peran masyarakat untuk memilah dan memilih film yang layak ditonton, tidak hanya melihat sisi hiburannya saja tetapi edukasi atau pesan moral yang disampaikan bagi generasi. Selain itu, masyarakat berhak melaporkan film atau konten negatif kepada lembaga pengawas film.

Negara sebagai pelaksana hukum berhak membuat batasan dengan undang-undang dan memberi sanksi berat bagi siapa saja yang melanggar. Serta memberikan fasilitas lengkap, sarana memadai dan bantuan modal. Dengan ini, para pengusaha industri hiburan khususnya pembuat film tidak hanya mengejar keuntungan semata. 

Film Nussa dan Rara bisa menjadi contoh terbaik film edukasi anak-anak yang patut ditiru. Seharusnya, kita bangga terhadap film tersebut yang mengajarkan ajaran Islam pada generasi muda. Menjadikan Islam sebagai standar hukum perbuatan kita sehari-hari. Bukan sebaliknya, mengkriminalisasi syari'at Islam sehingga ditakuti umatnya sendiri. 

Sesungguhnya, Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Ajaran yang mengancam negeri ini adalah kapitalisme sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Ini tidak akan terjadi bila negera menerapkan Islam secara kaffah sebagai aturan hidup dalam bingkai Khilafah. Institusi yang mampu melindungi umat dari labeling orang-orang kafir terhadap syari'at Islam.

Waallahu a'lam bis shawwab.

*(Pemerhati Masyarakat)

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak