Oleh: Neng Ipeh *
Aksi premanisme dan pungli hampir terjadi di semua kota, daerah dan wilayah yang ada di Indonesia ini. Demikian juga di kota Cirebon juga ada beberapa lokasi yang dijadikan praktek pungli dan premanisme. Maraknya aksi premanisme di kota Cirebon tak hanya membuat resah warga, tapi juga berpengaruh bagi aktivitas perekonomian di kota tersebut. Hal ini dikarenakan para preman tersebut kerap menebar teror dan membuat warga mengeluhkan kelakuan mereka. Hingga akhirnya jajaran Polres Cirebon Kota melakukan operasi penertiban segala bentuk tindakan premanisme dan pemalakan demi melaksanakan intruksi Kapolri tentang pemberantasan preman.
"Razia preman ini sasarannya adalah para preman yang selama ini mengganggu dan meresahkan masyarakat. Adapun lokasinya adalah di kawasan Pelabuhan Cirebon, Terminal Harjamukti, alun-alun, objek wisata dan tempat tempat lainnya yang kerap terjadinya aksi premanisme,” ujar Waka Polres Cirebon Kota Kompol Indarto, Sabtu (12/6). (radarcirebon.com/17/06/2021)
Ketua Umum Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) sekaligus pengusaha truk dan logistik Kyatmaja Lookman menyebut praktik pungli sudah jadi rahasia umum, terjadi hampir setiap hari dan pengusaha dibuat tidak berdaya. Penangkapan preman pelaku pungutan liar (pungli) bagai dejavu karena muncul lagi walau sudah pernah dilakukan penegakan oleh aparat. Sayangnya, karena tidak adanya konsistensi dan tidak adanya sistem yang mampu mencabut masalah dari akar rumput, pungli pun muncul lagi. "Dulu pernah diberlakukan Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar). Pak Presiden juga ngomong hal sama jadi ini dejavu sebenarnya, kejadiannya berulang kembali," bebernya. (cnnindonesia.com/17/06/2021)
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis mengatakan, aksi premanisme marak terjadi karena adanya orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka kemudian ingin mendapatkan uang dengan mudah. "Premanisme itu enggak bisa hilang karena arti kata preman itu dari free man, orang bebas. Artinya, kalau kita bisa lihat, siapa sih bahan bakunya, ya orang yang enggak punya kerja. Kemudian, dia mau dengan mudah mendapatkan penghasilan," ujarnya. (kompas.com/17/06/2021)
Meskipun aksi premanisme marak terjadi, banyak warga yang tidak berani melapor karena kurangnya peran aparat di lingkungan mereka. Jika warga melapor, para preman akan mengetahuinya dan melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Sehingga saat ini, kebanyakan warga menggantungkan rasa aman pada uang keamanan. Mereka "rela" membayar uang keamanan kepada preman, asal tak diganggu.
Secara sosiologis, munculnya premanisme dapat dilacak pada kesenjangan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Kesenjangan di sini bisa berbentuk materi dan juga ketidak-sesuaian sebuah kelompok dalam struktur sosial masyarakat, tidak terakomodirnya kepentingan individu atau kelompok dalam struktur masyarakat tertentu. Kesenjangan dan ketidaksesuaian ini memunculkan protes dan ketidakpuasan individu atau kelompok tertentu di dalam sebuah struktur masyarakat dan kemudian memicu timbulnya praktik-praktik premanisme di masyarakat. Sebagian besar mereka yang melakukan premanisme tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang memadai, sehingga mencari jalan pintas dengan cara memalak, memeras, merampok, dan mengintimidasi.
Preman pada umumnya tidak disidangkan melalui pengadilan, kecuali perbuatan preman tersebut telah menimbulkan tindak pidana. Preman yang disidangkan misalnya akan diputus pidana penjara, pidana kurungan, ataupun pidana denda. Tapi pada kebanyakan kasus, preman yang tidak melakukan tindak pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau undang-undang sejenis, hanya diberi pengarahan dan pembinaan. Setelah dibina, preman-preman tersebut dilepaskan, tanpa memikirkan apa manfaat mereka ditangkap dan apa efeknya bagi preman-preman tersebut. Setelah dilepaskan, preman-preman itu akan mengulangi kembali perbuatannya, ditangkap lagi, kemudian dibina, dan dilepaskan kembali.
Dalam menertibkan premanisme, Polri pun tidak boleh menggunakan kekuatan yang berlebihan dan harus mengacu pada aturan ketat penggunaan kekuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Keberadaan preman dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia adalah cermin bobroknya sistem hukum kita. Polisi yang tak selalu hadir dan terganjal dengan aturan HAM telah membuka ruang bagi preman untuk main hakim sendiri. Hukum yang tak diterapkan adil membuat jasa mereka terus dicari. Penjara yang tidak membuat jera menjadikan preman makin merajalela. Kehadiran mereka seolah-olah sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan baru dipersoalkan kembali ketika ada kasus besar yang menarik perhatian. Dibui berulang kali pun bukan hal yang menakutkan bagi preman, tapi justru menjadi ajang naik kelas dan pembuktian diri. Para gembong preman bahkan dapat hidup nyaman di penjara sembari tetap menjalankan bisnis dari balik terali besi.
Makin normalnya eksistensi preman dalam panggung publik kita menunjukkan makin berantakannya norma hukum di negeri ini. Soalnya, preman hanya bisa eksis sepanjang masih ada praktik ilegal di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Jasa perlindungan yang mereka tawarkan akan selalu laku selama warga tak percaya terhadap penegakan hukum. Preman bisa disewa untuk merebut aset orang lain, menagih utang, atau menyerang pesaing. Sepanjang hukum dinilai tak adil atau jauh dari jangkauan, keberadaan preman akan selalu relevan. Itulah yang menyuburkan bisnis premanisme selama bertahun-tahun.
Maka kunci untuk mengakhiri kejayaan preman sebenarnya ada pada bagaimana penegakan hukumnya. Pada akhirnya, penegakan hukum membutuhkan sistem yang bisa memberikan sanksi tegas tanpa pilih-pilih orang. Tentu itu sebuah hal yang mustahil terjadi jika masih menggunakan sistem Kapitalisme-sekuler dimana orang hanya takut pada kekuasaan ‘uang’ dan bukannya pada Sang Pencipta.
*(aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini